Menyusuri Cerita Pilu Desa di Pantura yang Nyaris Tenggelam
Tidak ada lagi jalan setapak menuju desa. Semua tenggelam dalam rob.
Tidak ada lagi jalan setapak menuju desa. Semua tenggelam dalam rob.
Menyusuri Cerita Pilu Desa di Pantura yang Nyaris Tenggelam
Jalan setapak menuju Timbulsloko kini tinggal cerita. Sudah enam tahun desa yang berada di garis pantai utara Jawa ini terisolir. Permukiman terkepung air laut. Lokasi desa di Kabupaten Demak, Jawa Tengah itu awalnya diapit dua sungai. Dahulu warga mengandalkan pertanian dan budidaya ikan di tambak sebagai mata pencarian. Hamparan sawah dan tambak terbentang. Kini semua tenggelam ditelan rob. Tidak hanya itu, limpasan air laut juga menenggelamkan infrastruktur jalan yang menghubungkan dukuh ini dengan dukuh lain.
Cerita pilu belum berakhir. Bila banjir sedang tinggi, warga yang ingin berkunjung ke Desa Timbulsloko, hanya bisa mengakses menggunakan menaiki perahu sejauh 1 kilometer dari Dukuh Dempet. Merdeka.com mengungkap fakta itu ketika datang ke sana, Minggu (6/8). Sepeda motor harus dititipkan di luar dukuh. Perjalanan kemudian dilanjut naik perahu. Siang itu, terlihat sejumlah warga baru saja tiba usai membeli keperluan sembako dari luar desa. "Ya tiap harinya kita begini, kalau pergi pas robnya pasang pakai perahu per orang Rp5 ribu. Biasanya kita keluar beli keperluan kayak beras," kata Rusti warga Timbulsloko.
Sebagai ganti jalan tanah, warga membangun jalur kecil dari kayu dan bambu. Ini menjadi satu-satunya akses antarrumah. Kanan kirinya air. Jalan kayu yang bisa dilalui itu hanya selebar 1,5 meter.
Rumah-rumah warga yang sudah tergerus air laut nampak sudah ditinggikan dengan konsep geladak, atau meninggikan dengan kayu jenis mahoni dari hasil jerih payah atau gotong royong warga agar bisa dihuni dengan nyaman.
Seorang warga Timbulsloko lainnya, Ma'ruf mengatakan air rob mulai pelan-pelan menggerus desa Timbulsloko sejak tahun 2017. Tahun itu menjadi penanda terakhir warga meninggalkan budidaya ikan tambak, kebun palawija dan sawah.
"Padahal itu satu-satunya penghasilan warga sini. Bayangkan kalau tidak kerja. Dulu budidaya tambak dan palawija saja tiga bulan bisa panen bandeng, jagung kita bisa hidup. Sekarang tambak dan lahan sawah warga sudah tidak bisa ditanami lagi. Tergerus rob laut," kata Ma'ruf saat ditemui di teras rumahnya.
Rumahnya yang dulunya dasar lantai juga sudah tidak layak ditempati lagi karena air laut sudah tinggi. Pada pertengahan tahun 2019, beberapa warga mulai memutar akal untuk bertahan di tengah kondisi alam yang berubah. Mereka menggeladak atau meninggikan rumah menggunakan kayu. "Ini sudah dua kali proses peninggian gladak rumah ini pakai dana sendiri Rp7 juta dan dikerjakan gotong royong keluarga. Pertama ninggikan 80 cm dari lantai 2019, tahun 2023 90 cm," ujarnya.
Selama ini, jika rob kecil sepeda motor bisa masuk dan diparkir di pojok desa. Sedangkan kalau rob tingggi, sepeda motor dititipkan di Desa Dempet. "Yang saya khawatirkan itu kalau meninggikan geladak lagi ya tidak mungkin lagi. Kan atapnya sudah pendek," ujarnya. Bagaimana dengan isi rumah warga? Setiap rumah ada kamar mandinya masing-masing. Namun dengan kondisi seadanya. Klosed sudah terendam.
"Kamar mandi ada sekedar untuk mandi, cuci baju bisa pakainya air artetis. Tapi kita tiap warga tidak punya septictank, jadi kalau buang air besar kayak jamban 'tunglep' buangnya langsung ke bawah air laut," jelasnya.
Disinggung mengenai upaya pemerintah yang mengajak relokasi, warga belum bisa mengomentari lebih banyak. Sebab pemerintah harus bisa menjelaskan secara gamblang nasib warga Timbulsloko ini.
"Kalau relokasi harus bedol desa bukan hal yang mudah. Pemerintah harus datang dan bisa menjelaskan nanti tanahnya bagaimana atau tetap jadi tanah kami. Yang nanggung nasib warga bagaimana. Jadi jangan memberi harapan yang belum pasti ke warga timbul sloko, orang dalam kesulitan ditawari," jelasnya.
Problem warga saat ini harapannya punya akses jalan untuk kegiatan sehari-harinya. Sebab, pengalaman Ma'ruf waktu tahun 2020 lalu, anaknya tiba-tiba demam tinggi pada dini hari. Ia kemudian tidak berpikir panjang langsung bawa anaknya ke rumah sakit dalam keadaan rob tinggi. "Saya sudah tidak pikir lagi rob tinggi. Anak saya gendong demam terjang rob, yang penting pikir saya sampai rumah sakit dulu," ujarnya.
Ketua RT 5 RW 7, Sonhaji mengatakan yang diutamakan warga Timbulsloko saat ini adalah memiliki akses jalan bagus. Semua jalan sudah terisolir rob laut. Harapannya ada bantuan kepada warga untuk bangunkan akses jalan demi mempermudah aktivitas warga. "Kita butuh bantuan bangun akses untuk anak biar gampang berangkat sekolah paginya. Jadi tidak lama naik perahu. Jadi di sini banyak warga miskin istilahe warga tidak kerja tidak bisa menuhi kebutuhan makan," beber dia. Untuk Desa Timbulsloko sendiri ada 5 RT dengan total 140 KK. Nantinya dengan adanya bantuan akses jalan, diharapkan bisa sedikit meringankan warga.
"Banyak warga yang rentan sakit yang sepuh-sepuh atau warga sudah tua. Kita antisipasinya itu, kalau tidak punya akses jalan kita kesulitan kalau ada apa-apa dengan warganya," jelasnya.
Melihat kondisi warga di sini hanya bisa nangis batin. Rumah warga yang terendam sudah ditinggal oleh pemiliknya, beberapa warga yang bertahan hanya memilih untuk beradaptasi dengan keadaan.