Bertaruh Nyawa, Potret Warga Cikeusal Serang Gunakan Jembatan Bambu Rapuh untuk Seberangi Sungai Ini Memprihatinkan
Bahkan dikabarkan pernah ada warga yang meninggal dunia usai terjatuh dari atas jembatan saat menyeberangi sungai tersebut.
Perbaikan infrastruktur menjadi hal yang penting bagi masyarakat terutama di wilayah perdesaan. Sering kali ketiadaan fasilitas penunjang menyulitkan warga untuk beraktivitas sehari-hari, seperti yang dialami warga di Desa Katulisan, Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang.
Di sana, penduduk harus menyeberangi Sungai Cisangu menggunakan jembatan ala kadarnya yang terbuat dari batang bambu. Akses penghubung ini dibuat secara swadaya oleh warga sekitar, karena ketiadaan fasilitas jembatan permanen.
-
Bagaimana warga melintas jembatan rusak itu? Warga harus bertaruh nyawa saat melintas di jembatan penghubung dua kecamatan itu.
-
Kenapa warga takut lewat jembatan rusak itu? 'Takut kalau lewat, gemetar mah ada. Terus harus pegang, takut ke bawah (jatuh) aja ini mah,' terangnya.
-
Siapa yang takut lewat jembatan rusak itu? 'Setiap hari harus lewat sini,' kata salah seorang warga Nangklak, Rumsah, mengutip Youtube SCTV Banten, Rabu (10/7).
-
Di mana jalan rusak yang membuat warga harus menandu pasien? Sejumlah penduduk di Kecamatan Tutar, Kabupaten Polewali Mandar, Sumatra Utara, harus berjuang saat merujuk seorang warga sakit menggunakan tandu.
-
Di mana jembatan gantung di Lebak yang rusak itu? Akses jembatan gantung di Kampung Nangklak, Desa Margatirta, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak tampak memprihatinkan.
-
Bagaimana warga Pesisir Selatan terdampak banjir dan longsor? 'Warga sudah kembali ke rumah mereka, namun terkendala air bersih. Untuk bantuan cukup banyak, hari ini juga akan kita distribusikan kepada warga,' tuturnya.
Sayangnya, akses satu-satunya yang menghubungkan antara Desa Katulisan dengan Desa Panyabrangan ini kondisinya memprihatinkan karena sudah rapuh. Tak ada pilihan, karena jalur lain jaraknya memutar hingga 5 kilometer.
Warga Bertaruh Nyawa
Terlihat di lokasi bahwa jembatan hanya ditumpuk menggunakan 3 sampai 4 batang bambu saja. Warga juga merekatkannya menggunakan paku dan kawat, yang kekuatannya jauh dari kondisi standar.
Mereka harus siap bertaruh nyawa, karena pijakan yang kecil dan licin terutama saat hujan. Apalagi, jembatan dengan Sungai Cisangu terpantau cukup tinggi sekitar 8 meter dan panjang 15 meter sehingga sangat beresiko.
Bahkan menurut pemberitaan dari YouTube SCTV Banten, pernah ada warga yang dikabarkan meninggal dunia usai terjatuh dari atas jembatan saat menyeberangi sungai tersebut.
Jadi Satu-Satunya Akses Warga
Jalan memutar yang amat jauh membuat warga sekitar sangat mengandalkan jembatan ini. Setiap hari, anak-anak sekolah, warga yang bekerja dan ibu-ibu pengajian selalu melewatinya dengan hati-hati.
Jika dirasa tak berani, mereka akan mengurungkan niat untuk menyeberangi menuju desa tetangga karena kondisinya yang mengkhawatirkan.
“Jembatan ini biasa dilalui, paling sering itu anak sekolah, terus ibu-ibu pengajian dan ini jadi jalan umum untuk warga,” kata penduduk Cikeusal, Nuryana.
Sering Hanyut Terbawa Banjir
Karena dibuat dari bambu, maka struktur jembatan pun tidak bisa bertahan lama. Musim penghujan menjadi masa yang rawan bagi keberadaan jembatan, karena sering kali roboh terkena perubahan cuaca.
Kemudian, jembatan ini juga sering kali ambruk karena terbawa arus sungai yang tiba-tiba membesar. Tiang penyangga bambu yang hanya beberapa buah itu belum cukup kuat menahan derasnya aliran air.
“Sering roboh ini, kena banjir. Jadi dibangun lagi, dibangun lagi,” tambah Nuryana.
Warga Membutuhkan Jembatan Permanen
Karena keberadaannya yang sangat penting, warga sekitar pun memiliki mimpi agar jembatan permanen bisa dibangun. Apalagi keberadaannya sangat dibutuhkan untuk mobilitas antar dua desa.
Hadirnya jembatan permanen juga bisa mempermudah anak-anak di Cikeusal menjangkau tempat bersekolahnya. Sehingga tidak ada cerita ketika air sungai meluap ketika hujan, mereka terpaksa kembali ke rumah karena takut hanyut.
“Nggak jarang anak-anak sekolah pulang lagi, atau ada warga yang karena ngeliat posisi jembatannya kaya gini dan takut akhirnya balik lagi,” kata ketua RW setempat, Rojik.