Elegi Petani Padi Jakarta
Area persawahan di Jakarta tersebut terdampak kekeringan panjang
Area persawahan di Jakarta terdampak kekeringan panjang
Elegi Petani Padi Jakarta
Terik matahari pada hari Selasa (10/10) menyinari area persawahan di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Tidak seperti dulu, kini tidak ada aktivitas petani yang biasanya menyemai padi. Padi kembali menemui titik krisisnya, sebab efek kekeringan yang melanda Tanah Air.
Segala cara telah dilakukan para petani di Rorotan, memberi pengairan sawah secara gotong royong antarmasyarakat, hingga membuat sodetan sederhana dari aliran selokan rumah warga.
Namun, cara itu tidak bertahan lama. Sekarang, petani-petani sangat mendambakan hujan turun mengairi persawahan mereka.
"Dek, Ya Allah saya mah berdoa aja biar hujan cepat turun sekarang, ya cuma itu yang kita bisa. Ibaratnya semua cara udah dilakuin, kan cuman sementara bener enggak. Cuma hujan yang bisa bantu kita ini," kata Junaedi, petani di sawah Rorotan, yang sambil menghela napas, Jakarta (10/10).
Junaedi (65), sekaligus Ketua RT 2 RW 4, Marunda, Kecamatan Cilincing menyebut kekeringan melanda sawah sejak bulan Maret 2023, dampak kekeringan berefek terhadap ketahanan pangan, di mana pendapatan beras saat masa kering ini tidak sampai dua ton per hektare. Menurut Junaedi, sebelum terjadi kekeringan, sawah di Rorotan ini bisa menghasilkan enam ton beras per hektare.
Berdiri di tanah 300 hektare, persawahan di Rorotan Cilincing adalah satu-satunya sawah yang masih tegak berdiri di Ibu Kota hingga saat ini.
Tisan, salah satu petani di Rorotan, menjelaskan kesedihannya saat masa kekeringan, menurutnya selama tiga bulan lamanya dia mesti beralih mencari pekerjaan lain, kini untungnya Tisan tengah menggarap benih kangkung di areal sawah Rorotan.
"Kemarin sempat nganggur ya itu karena kekeringan, padi kan gagal panen. Jadi saya harus mutar otak lagi kerja, untung nih saya lagi garap kangkung sama petani-petani lain. Biasanya mah lontang-lantung enggak ada kerjaan kalau kering begini," kata Tisan dengan raut wajah ekspresif (10/10).
Dia menyebut, musim hujan juga mengundang pekerjaan rumah bagi para petani, menurutnya saat masa hujan tiba, hama keong mas akan bertebaran di padi-padi dan itu berefek pada kualitas beras yang dihasilkan.
"Kalau hujan ya Alhamdulillah, artinya kita masih ada PR buat basmi ini keong mas, ini hama bahaya benar buat padi, was-was kita jadinya," ujar Tisan.
Tisan memperkirakan masa hujan akan tiba di awal tahun 2024, pastinya antara di bulan Januari-Februari. Meskipun begitu, ia tetap mendambakan hujan turun hari ini juga.
"Januari-Februari lah, hujan di 2024. Ya jangan kelamaan juga ini kekeringan, makan apa kita kalau kekeringan terus-terusan," ujarnya sambil terkekeh.
Junaedi ikut membenarkan hal itu, di sisi lain dia mengutarakan kalau kekeringan sawah di Rorotan sudah lama terjadi, bertahun-tahun, dia tak menjelaskan pastinya sejak tahun berapa.
"Iya dek, kekeringan mah udah lama juga sih, saya lupa pastinya di tahun berapa, pokoknya di bawah tahun 2010 tuh kekeringan masih bisa kita hadapin, sekarang beda kita enggak bisa lagi," ungkap Junaedi.
Meski demikian, menurut Junaedi tidak ada mitigasi atau perencanaan dari pemerintah setempat atau kementerian pertanian tentang kekeringan yang melanda saat ini, ia mengaku para petani dipaksa mencari solusinya sendiri.
"Beginilah kita para petani, kekeringan aja kita yang nyari solusinya sendiri, enggak ada tuh Pemda ngobrol ke sini nanya ini gimana kekeringan kita harus apa. Itu enggak ada dua kilometer kan ada pusat pengembangan pembenihan, enggak ada ngasih benih atau pembasmi hama ke kita," papar Junaedi.
Reporter magang: Fandra Hardiyon