Melihat Cuaca Ekstrem di Bali, Suhu Dingin Merusak Tanaman, Suhu Panas Memicu Kekeringan Parah
Petani pun harus merogok kocek lebih banyak untuk menyelamatkan tanaman padinya.
Para petani merugi
Melihat Cuaca Ekstrem di Bali, Suhu Dingin Merusak Tanaman, Suhu Panas Memicu Kekeringan Parah
Provinsi Bali dilanda cuaca ekstrem. Beberapa hari terakhir, wilayah Kabupaten Bangli dilanda cuaca dingin ekstrem hingga menyebabkan rusaknya tanaman. Sementara itu, Kabupaten Jembrana dilanda cuaca panas ekstrem.
Kekeringan Parah
Puluhan hektare sawah di Kabupaten Jembrana mengalami kekeringan parah akibat musim kering. Seperti dialami warga di Desa Subak, Kabupaten Jembrana.
Kekeringan terutama melanda sawah tadah hujan. Akibatnya, puluhan hektare tanaman padi terancam gagal panen. Petani pun harus merogok kocek lebih banyak untuk menyelamatkan tanaman padinya.
Mereka menggunakan pompa untuk menyedot air dari salah satu sumur bor. Pasalnya, air dari sungai sangat minim sehingga tidak cukup untuk mengairi sawah.
"Baru satu minggu airnya enggak ada. Kalau sudah dibendung di utara, bagian sini habis airnya," ungkap Dendiem, petani di Desa Subak, dikutip dari YouTube Liputan6, Selasa (30/7/2024).
Cuaca Ekstrem di BaliBiaya Membengkak
Musim kemarau membuat modal petani merawat tanaman padi membengkak. Seorang petani di Desa Subak, Dendiem menuturkan, ia membutuhkan 12 liter bahan bakar per hari untuk menyedot air dari sumur dan dialirkan ke sawah.
Ancaman Gagal Panen
Para petani di Kabupaten Jembrana khawatir jika musim kemarau maish berlangsung hingga beberapa bulan ke depan, dipastikan tanaman padi akan mati dan menyebabkan gagal panen.
Suhu Dingin
Suhu dingin pada malam hingga pagi hari terasa di sejumlah wilayah di Indonesia beberapa hari terakhir. Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu dingin menerjang wilayah selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Peneliti Pusat Studi Lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Alif Noor Anna, mengungkapkan saat musim kemarau, minimnya tutupan awan menyebabkan sinar matahari langsung mencapai permukaan bumi. Kondisi ini menyebabkan peningkatan suhu, sehingga pada siang hari matahari terasa lebih terik.
“Sementara, tanpa tutupan awan pada malam hari memungkinkan radiasi panas dari permukaan bumi terlepas ke atmosfer tanpa halangan. Akibatnya ada penurunan suhu yang signifikan,” ungkapnya, dikutip dari laman UMS.
Peneliti Pusat Studi Lingkungan UMS itu menambahkan, angin yang tenang pada malam hari menghambat pencampuran udara, membuat udara dingin terperangkap di permukaan bumi.