Cerita Kampung yang Mulai Tenggelam di Jakarta Barat, Dulunya Asri dan Jadi Tempat Bermain Anak
Dulunya kampung ini indah banyak pohon buah dan bioskop. Namun sekarang hampir tenggelam.
Dulunya kampung ini indah banyak pohon buah dan bioskop. Namun sekarang hampir tenggelam.
Cerita Kampung yang Mulai Tenggelam di Jakarta Barat, Dulunya Asri dan Jadi Tempat Bermain
Anak
Genangan air terlihat memenuhi kawasan permukiman di Kampung Teko, Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Kota Jakarta Barat. Kampung ini disebut jadi salah satu daerah yang hampir tenggelam di wilayah Jakarta.
-
Dimana letak permukiman terbengkalai di Jakarta? Baru-baru ini sebuah kawasan di wilayah Jakarta Timur yang terbengkalai terungkap, dengan deretan rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya.
-
Dimana kota kuno itu tenggelam? Setelah bertahun-tahun melakukan penelitian, akhirnya mereka menemukan kota yang hilang itu, yang tenggelam enam kilometer dari pantai Mesir, tenggelam di bawah air sedalam 10 meter di Teluk Aboukir.
-
Kenapa permukiman di Jakarta Timur ditinggalkan? Dari penelusuran yang dilakukan, permukiman ini ditinggalkan penduduknya karena terlalu sering terkena banjir besar.
-
Kenapa Kampung Semonet tenggelam? Ancaman tenggelamnya desa-desa yang berada di pesisir utara Pulau Jawa bukan omong kosong belaka. Buktinya, sudah ada beberapa desa yang tenggelam karena sebab tersebut. Salah satunya terlihat di Kampung Semonet, Kabupaten Pekalongan.
-
Apa nama wilayah Jakarta di masa awal? Siapa sangka jika Ibu Kota Jakarta dulunya hanya sebuah wilayah pelabuhan kecil dengan luas wilayah sekitar 125 KM persegi.
-
Kenapa Kampung di Tasikmalaya ini disebut Kampung Seribu Gua? Dalam tayangan di kanal YouTube FHR 21 Entertainment, dikatakan bahwa wilayah ini merupakan kampung seribu gua.
Dulunya rumah-rumah warga berada di atas daratan, dengan kondisi lingkungan yang asri dan jadi tempat bermain bagi anak-anak.
Semenjak digenangi air, kampung ini berubah nama menjadi kampung apung di mana sebagian besar penduduknya mendiami bangunan di atas area perairan. Berikut kisah selengkapnya.
Ketinggian air dari daratan awal mencapai 3 meter
Mengutip YouTube Walking Daily, warga setempat menuturkan jika masyarakat di kampung apung ini kerap bersinggungan dengan banjir.
Tinggal di wilayah perairan membuat mereka harus siap siaga melawan banjir, terutama saat memasuki musim penghujan.
Air yang menggenang sendiri saat ini sudah mencapai tiga meter dari daratan asli, dan warga hanya mengandalkan mobilitas dari jembatan yang dibangun membentang di atas air tersebut.
Dulunya merupakan daerah permakaman
Sebelum digenangi air, sebagian wilayah Kampung Teko merupakan area pemakaman. Di sana terdapat banyak kuburan warga yang akhirnya terendam.
Seperti terlihat di lokasi, air tampak hijau dan dalam kondisi yang tenang. Ini menunjukkan kedalaman air yang tinggi.
“Ya ini kan dulunya perkampungan, sebelah sananya kuburan,” kata salah satu warga setempat, Ji’I di kanal YouTube tersebut.
Sempat jadi daerah yang indah
Di tahun 1980-an, kampung ini dikenal indah. Banyak pepohonan yang ditanam di sini mulai dari nangka, mangga sampai pohon rambutan. Di kampung itu juga dulunya terdapat empang untuk bermain anak-anak dan lapangan sepak bola.
Bahkan dahulu kampung ini terbilang maju karena pernah memiliki sebuah bioskop sebagai hiburan masyarakat.
Namun setelah tahun 1988 sampai 1990-an akhir, jika dilanda banjir kampung itu tidak langsung surut hingga berbulan-bulan.
Penyerobotan daerah resapan air
Ditambahkan Ji’I, jika salah satu pemicu daerah tersebut tergenang adalah masifnya pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan.
Diceritakan jika tahun 1988 sebuah kompleks pergudangan dibangun hingga mengorban resapan air. Akibatnya air saat hujan jatuh dan menggenangi kampung tersebut sehingga terkumpul.
“Di sini indah bener waktu keringnya dulu, di sebelah sana kan ada kuburan, dekat jembatan,” katanya lagi.
Tak ingin meninggalkan lokasi
Masyarakat di kampung apung disebut tak ingin meninggalkan daerah tersebut karena merupakan tanah kelahiran. Selain itu, alasan lainnya adalah daerah tersebut merupakan tempat mencari nafkah sehingga sulit jika harus pindah ke tempat baru.
Beberapa langkah yang sudah dilakukan di antaranya melakukan penyedotan air untuk dibuang ke sungai, lalu peninggian daratan menggunakan sistem uruk berangkal sampai membuat jembatan.
Ji’I berharap pemerintah menaruh perhatian akan kondisi masyarakat di sini, sehingga air yang menggenang tidak semakin dalam.