Mengenal Upacara Obong-Obong, Tradisi Orang Kalang di Kendal Warisan Para Leluhur
Mereka masih mempertahankan tradisi ini karena banyak pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Mereka masih mempertahankan tradisi ini karena banyak pesan moral yang terkandung di dalamnya.
Mengenal Upacara Obong-Obong, Tradisi Orang Kalang di Kendal Warisan Para Leluhur
Upacara Obong-Obong merupakan tradisi upacara kematian yang masih dipertahankan oleh masyarakat Kalang yang ada di Kendal. Mengutip Kemdikbud.go.id, Kalang merupakan sebutan dari segolongan orang atau suku bangsa yang tersebar di Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Tengah.
-
Apa keahlian Suku Kalang? Tak hanya itu, mereka juga mahir membuat perabotan interior dan gerabah dari kayu jati.
-
Kenapa tradisi Ngobeng di Palembang dilakukan? Tradisi ini sangat tinggi maknanya karena bagian dari adab dalam melayani tamu ketika ada acara sedekahan atau kendurian dan pernikahan yang dilakukan secara lesehan kemudian membagi makanan.
-
Bagaimana ritual Tedhak Siten di Kendal? Mengutip dari jurnal Makna Tradisi Tedhak Siten pada Masyarakat Kendal : Sebuah Analisis Fenomenologis Alfred Schutz yang ditulis oleh Tika Ristia Djaya, terdapat 2 acara yang dilakukan oleh masyarakat Kendal dalam melaksanakan tradisi Tedhak Siten, yaitu :- Mengundang dukun bayi dan anak dipijat agar bisa cepat jalan- Mengundang kyai untuk memberikan doa agar kelak anak dapat tumbuh dengan sehat dan dijauhkan dari rintangan hidup
-
Bagaimana cara masyarakat Bangka Belitung menjaga lingkungan melalui Kelekak? Kelekak dilakukan dengan sengaja agar lahan yang sudah tidak ditanami oleh suatu tumbuhan akan digantikan dengan tanaman buah seperti durian, cempedak, duku, dan jenis tanaman lainnya. Seluruh tanaman tersebut ditinggal dan dibiarkan tumbuh hingga menjadi hutan tanaman buah di kemudian hari.
-
Apa itu kolang-kaling? Kolang-kaling merupakan biji dari pohon aren yang telah melalui proses fermentasi.
-
Apa itu Tradisi Cikibung? Dahulu, tradisi Cikibung lazim dilakukan oleh ayah di Kabupaten Subang, Jawa Barat, untuk melindungi anaknya. Tradisi ini biasanya digelar di kawasan leuwi atau sejenis sungai yang cukup dalam pada sore hari. Warga setempat juga menyebutnya sebagai kasidah air, lantaran pemainnya yang merupakan ayah dan anak laki-laki menepuk-nepuk air hingga menghasilkan nada tertentu mirip kasidahan.
Kata “Kalang” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “batas”. Dengan kata lain, Kalang adalah kelompok yang diasingkan dari masyarakat karena dahulu ada anggapan bahwa mereka orang-orang yang berbahaya.
(Foto: YouTube Hidden Team)
Orang Kalang terbagi menjadi dua, yang pertama adalah Kalang Obong, yaitu orang Kalang laki-laki yang berhak mengadakan upacara Obong. Lalu yang kedua adalah Kalang perempuan yang tidak berhak mengadakan upacara Obong karena dianggap tidak murni lagi karena suaminya berasal dari luar Kalang.
Salah satu kelompok masyarakat Kalang yang masih mengadakan Upacara Obong ada di Desa Montongsari, Kecamatan Weleri, Kendal. Mereka masih melestarikan budaya itu dari dulu hingga saat ini.
Tujuan mereka masih mempertahankan tradisi itu untuk melaksanakan amanat leluhur masyarakat Kalang agar anak cucu mereka menyempurnakan arwah nenek moyang.
Masyarakat Kalang yang melakukan Upacara Obong juga mendapatkan kepuasan emosi religius karena telah menjalankan amanat dari leluhurnya. Upacara itu juga menjadi sarana berkumpulnya warga untuk saling berinteraksi satu sama lain.
Saat berjalannya upacara Obong, yang sangat mempunyai peran adalah seorang dukun (Nyi Sonteng) yang mempunyai keturunan Kalang. Dengan memisahkan identitas adat dan agama dalam kehidupan masyarakat, warga Kalang dapat mempertahankan Tradisi Upacara Obong hingga sekarang.
Mengutip Kemdikbud.go.id, Desa Montongsari merupakan desa dengan jumlah penduduk sebanyak 2.865 jiwa yang 65 persen masyarakatnya keturunan Kalang. Tradisi obong itu dilakukan setahun setelah kematian almarhum.
Dalam upacara itu, berbagai barang milik almarhum seperti baju, kasur, aksesoris, serta barang-barang lainnya dibakar. Begitu pula dengan boneka yang disimbolkan sebagai almarhum juga dibakar dalam upacara itu.
Seiring zaman, upacara itu mengalami perubahan. Tetapi dasar dan tujuan dari upacara tersebut masih dipegang teguh. Mereka tetap melaksanakan upacara itu karena ada kandungan moral di dalamnya, seperti berbakti pada orang tua sampai mereka meninggal dunia.