Tak Kuat dengan Tekanan Hidup di Jakarta, Pria Cilacap Ini Pilih Pulang Kampung dan Buka Usaha Mesin Penetas Telur
Hidup dengan banyak uang di Jakarta rupanya tak membuat Widodo merasa bahagia karena hari-harinya dipenuhi dengan tekanan pekerjaan
Hidup dengan banyak uang di Jakarta rupanya tak membuat Widodo merasa bahagia karena hari-harinya dipenuhi dengan tekanan pekerjaan
Foto: YouTube Pecah Telur
Tak Kuat dengan Tekanan Hidup di Jakarta, Pria Cilacap Ini Pilih Pulang Kampung dan Buka Usaha Mesin Penetas Telur
Setelah berkeluarga, Widodo Ari Kurniawan baru merasakan bagaimana sulitnya mencari uang. Selama tinggal di Jakarta, ia mendapat banyak proyek dan pundi-pundi rupiah mengalir deras ke kantongnya.
“Kadang satu proyek harganya bisa Rp200-300 juta. Pernah juga ada yang sampai Rp2 miliar,” kata Widodo dikutip dari kanal YouTube Pecah Telur.
-
Kenapa telur penjual martabak pecah? Telur milik penjual martabak di Indramayu pecah gara-gara suara sound system yang terlalu keras.
-
Mengapa pemuda itu bekerja di pedesaan? Menurut pemberitahuan perekrutan yang diterbitkan pada Januari, dua orang akan direkrut untuk bekerja di kota-kota di wilayah Lingbi.
-
Bagaimana pria ini mencapai kesuksesannya? Hidup dalam keterbatasan sejak kecil Dikutip dari akun Instagram @kvrasetyoo, Kukuh membagikan kisah hidupnya yang berliku. Sejak kecil dia kurang mendapat kasih sayang orang tua karena ayahnya bekerja seharian sebagai sopir, dan ibunya juga bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Belum lagi kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan, sehingga menuntutnya agar hidup lebih mandiri. Sebagai anak sulung, Kukuh mulai menaruh perhatian dan bertekad ingin membantu keluarganya.
-
Bagaimana cara Ian memulai usaha pecel lele? Tahun 2018, Ian membangun warung tenda di Slipi, Jakarta Barat dengan modal hasil patungan dengan kakak dan temannya.
-
Apa yang terjadi pada pria di Garut? Dirinya mengaku tak bisa tidur selama empat tahun terakhir dan selalu terjaga. Solihin (51) menjelaskan jika kondisinya ini dimulai sejak 2020 lalu. Setiap malam ia selalu terjaga, sehingga tubuhnya tidak bisa diistirahatkan.
-
Kenapa Bapak Joko memilih bekerja di pabrik? Lahan milik Joko di belakang rumahnya kini sudah tidak dimanfaatkan untuk bertani karena berbagai alasan yang cukup merugikan. Maka dari itu, ia memilih untuk bekerja di pabrik agar keluarga dan anak-anaknya bisa hidup dengan nyaman dan menempuh pendidikan yang layak.
Namun rupanya hidup dengan banyak uang tak membuat Widodo merasa bahagia. Hari-harinya selalu diisi dengan tekanan pekerjaan yang berat. Ia pun jadi tak punya waktu untuk keluarga.
Hingga pada satu titik, Widodo sadar bahwa hidupnya sudah tidak sehat dan ia memutuskan untuk pulang kampung ke Cilacap untuk memulai hidup baru.
“Waktu itu ada kejadian anak saya yang pertama sempat sekolah TK di Jakarta, saya lihat dia dimarahin sama gurunya. Saya kan kasihan, di situ saya mantap memutuskan,’sudah pulang saja,’” tuturnya.
Semua aset yang ia miliki dijual untuk membangun usaha di kampung halaman. Di Cilacap, ia mengembangkan usaha milik ayahnya yang bergerak di bidang pertanian. Widodo memperluas usaha milik ayahnya itu di bidang peternakan.
“Kita mulai dari awal. Bikin kandang, bikin penetasan, bikin komunitas yang berbadan hukum, kita bikin mitra-mitra juga,” kata Widodo.
Pada tahun 2017, Widodo mengembangkan usaha peternakan ayam KUB yang bibitnya diambil dari Kementerian Pertanian. Setahun kemudian ia memutuskan untuk membuat mesin penetas sendiri.
Bersama Mas Yoga, seorang peternak muda asal Cilacap, Widodo mematangkan konsep untuk mesin penetas itu.
Tak disangka, mesin penetas telur itu diminati banyak orang. Dari tahun 2018 hingga sekarang, Widodo sudah memproduksi sebanyak 200 unit mesin penetas yang dijual kepada para peternak di seluruh Indonesia.
“Untuk pelanggan kita adalah para pelaku UMKM peternak kecil dan rata-rata menengah ke bawah. Waktu pertama kali mengeluarkan produk ini, harga mesin penetas kita subsidi,” kata Widodo.
Kini, berbagai sertifikat telah dikantongi Widodo untuk mesin penetas telur yang ia buat. Ia pun makin mendapat banyak pesanan dari berbagai daerah.
Walaupun begitu, Widodo merasa hidupnya cukup santai. Paling tidak untuk pekerjaannya saat ini, ia masih punya waktu untuk bersilaturahmi dengan sesama peternak lain.