Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak setelah Bercerai Menurut Islam, Ini Penjelasan Lengkapnya
Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam yang wajib dipelajari.
Dosa ayah tidak menafkahi anak memiliki hukum tersendiri dalam Islam yang wajib dipelajari.
Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak setelah Bercerai Menurut Islam, Ini Penjelasan Lengkapnya
Dosa ayah tidak menafkahi anak setelah bercerai memiliki hukum tersendiri dalam Islam. Kehadiran anak dalam keluarga sudah seharusnya disyukuri sebagai nikmat yang luar biasa meski orang tua pada akhirnya bercerai. Karena, tidak semua orang tua bisa mendapatkan anugerah dan nikmat berupa anak dari Allah SWT tersebut.
Dalam hal memberi nafkah kepada anak setelah bercerai secara khusus dan pada keluarganya secara umum, sosok seorang ayah berperan penting. Dalam Islam pun, memberi nafkah menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang ayah. Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang ayah wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya. Hal ini berdasarkan salah satu firman Allah SWT, yang artinya,
"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf." (QS. Al-Baqarah : 233).
Namun, ada sosok ayah yang lalai dan tidak mau menafkahi anaknya pasca perceraian. Tentu hal ini akan memunculkan dosa. Dalam artikel kali ini, akan diulas lebih lanjut tentang dosa ayah tidak menafkahi anak setelah bercerai yang dilansir dari beberapa sumber.
-
Kenapa perceraian dalam Islam tidak dianjurkan? Perceraian dalam Islam dianggap makruh, artinya tidak dianjurkan, tetapi bukan larangan total. Allah SWT membenci perceraian karena memutus silaturahmi dan kerjasama antara suami dan istri.
-
Apa tanggung jawab orang tua terhadap anak menurut Islam? Anak adalah tanggung jawab orang tua, yang mana tanggung jawab ini didasarkan atas motivasi cinta kasih, secara sadar orang tua mengemban kewajiban untuk memelihara dan membina anaknya sampai dia mampu berdiri sendiri (dewasa) baik secara fisik sosial maupun moral.
-
Bagaimana cara orang tua bertanggung jawab terhadap anak menurut Islam? Cara merawat dan mendidik anak telah banyak disebutkan dalam surat Alquran maupun hadist.
-
Siapa yang cerai? Setelah 11 Tahun Bersama, Faby Marcelia dan Revand Narya Kini Diam-diam Cerai
-
Mengapa orang tua harus bertanggung jawab terhadap anak menurut Islam? Dalam Alquran, umat Islam diperintahkan untuk lebih mengutamakan kerabatnya dalam memberikan perhatian. Orang tua merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati, orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik (Zuhairini 2009).
-
Apa kewajiban ayah terhadap anak hasil zina? Kewajiban ayah terhadap anak hasil zina dapat dipahami dalam beberapa hukum. Anak di luar nikah masih menjadi salah satu permasalahan yang kompleks di masyarakat. Meskipun zaman telah berubah dan pandangan tentang hubungan dan keluarga telah berkembang, stigma terhadap anak-anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan masih ada. Bukan hanya stigma, masalah yang lebih serius dari anak di luar nikah adalah pemberian hak-hak secara hukum. Salah satunya adalah soal kewajiban ayah terhadap ank hasil zina. Di mana sebagian orang berpendapat, anak di luar nikah tidak mendapatkan hak atas nafkah dan hak waris dari ayah.
Kewajiban Seorang Ayah dalam Menafkahi Anak
Nafkah ialah sesuatu yang diberikan seseorang kepada istri, anak, kerabat dan hamba sahaya miliknya sebagai keperluan pokok bagi mereka. Keperluan pokok, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Nafkah secara lughawi (bahasa) berasal dari kata nafaqah yang artinya belanja, maksudnya menafkahkan rizki, belanja untuk makan dan hidup. Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian nafkah adalah:
a. Belanja untuk memelihara kehidupan,
b. Rizki, makanan sehari-hari,
c. Uang belanja yang diberikan kepada istri,
d. Uang pendapatan mencari rizki, belanja, dan sebagainya. Untuk
biaya hidup suami wajib memberi kepada istri uang belanja.
Selin pada istri, Islam mewajibkan seorang ayah memberi nafkah kepada anak-anak selama mereka masih lemah untuk bekerja dan berusaha. Baik ketika terikat pernikahan dengan ibu anak-anaknya atau pun sudah bercerai. Terutama setelah bercerai dan anak-anaknya tinggal dengan ibunya.
Dikutip dari Imam Mawardi dalam kitab al-Hawi ak-Kabir fi Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi’i menjelaskan terdapat dua poin penting tentang tanggungjawab menafkahi anak. Pertama, tanggung jawab menafkahi anak adalah kewajiban bapak bukan kewajiban ibu.
Imam Syafi’i menjelaskan bahwa seorang bapak wajib memenuhi kebutuhan anak sejak menyusui, memberi nafkah, pakaian dan keperluan-keperluannya ini berdasarkan firman Allah SWT;
"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada anak yang dilahirkan dengan cara ma’ruf". (QS. Al-Baqarah ; 233).
Kedua, larangan menelantarkan anak sebab enggan memberikan nafkah pada mereka lantaran takut menjadi miskin. Padahal Allah SWT Sang Maha Pemberi Rizki. Sebagai mana dijelaskan dalam QS. Al-Isra ayat 31;
“Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut akan kemiskinan. Sesungguhnya Kami yang akan memberi rizki kalian. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar".
Kemudian ada juga dalam surat An-Nisa ayat 34 yang artinya,
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. …"
Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukahri dan Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah berkata pada Hindun binti 'Utbah, yang artinya,
"Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik."
Dosa ayah tidak menafkahi anak juga Nabi shallallahu alaihi wasallam jelaskan dalam hadis riwayat Abu Daud yang artinya berbunyi,
"Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi."
Hadits ini merujuk pada anak istri yang hendak ditinggal pergi tanpa diberi nafkah.
Dosa Ayah Tidak Menafkahi Anak Setelah Bercerai
Berkaitan dengan dosa ayah tidak menafkahi anak baik saat masih menikah atau sudah bercerai dengan istri yang menjadi ibu anak-anaknya, aturan seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya sebenarnya sudah dijelaskan dalam Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang dikutip dari laman hukumonline.com.
Disebutkan bahwa sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: (1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; (2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan istri dan anak; dan (3) Biaya pendidikan bagi anak.
Ketentuan KHI tersebut berdasarkan surat dari Al Quran yang artinya berbunyi,
"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki), telah memberikan nafkah dari hartanya. …" (QS. An-Nisa : 34).
Tidak menafkahi anak tidak hanya akan mendapat ancaman pidana. Dalam Islam, karena memberikan nafkah sesuai kemampuan hukumnya adalah wajib seorang ayah, maka jika tidak dilaksanakan hukumnya yaitu dosa ayah tidak menafkahi anak.
Batas Memberi Nafkah pada Anak
Apabila pasangan suami-istri telah bercerai, sosok ayah tetap menerima tanggung jawab dan kewajiban untuk menafkahi. Nafkah yang dimaksud termasuk kebutuhan anak, secara umum, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal, serta kebutuhan lain yang bersifat pokok.
Namun, tidak selamanya ayah yang tidak menafkahi anaknya mendapat dosa ayah tidak menafkahi anak. Karena ada batasan bagi anak dalam menerima nafkah dari ayah atau orang tuanya. Kewajiban ayah menafkahi anaknya gugur jika sang anak telah mencapai usia dewasa, yang menurut ukuran negara dan KHI adalah usia 21 tahun.
Jika anak yang sudah dewasa itu miskin namun sehat secara fisik, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak wajib bagi seorang ayah menafkahi karena anak tersebut dianggap telah mampu bekerja sendiri. Tapi, sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa ayah tetap wajib menafkahi anaknya tersebut.
Namun, apabila anak tersebut kondisinya miskin dan memiliki fisik lemah atau cacar, maka Ibnu Taimiyah, kewajiban menafkahi tetap ada pada ayah.
Kewajiban ayah menafkahi anak juga bisa gugur jika sang anak menerima warisan atau memiliki harta atau usaha yang dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut,
"Kewajiban menafkahi anak ada empat syarat. Syarat pertama adalah mereka (anak-anak) harus dalam kondisi fakir, tidak punya harta maupun pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan mereka sehingga tidak membutuhkan nafkah dari orang lain. Jika mereka memiliki harta atau pekerjaan, maka mereka tidak perlu diberi nafkah karena nafkah wajib berdasarkan muwasah atau kasih sayang, sementara orang yang mampu tidak perlu dikasihani."
Konsekuensi Hukum bagi Ayah yang Tidak Menafkahi
Selain dilihat dari kacamata agama Islam, sebagai negara hukum Indonesia tentu memliki aturan dan sanksi yang berlakuk bagi kasus-kasus penelantaran anak seperti ini.
Dasar hukum yang menegaskan kewajiban ayah memberi nafkah kepada anak dan istri ada dalam undang–undang. Oleh karenanya istri ataupun anak yang sudah mencapai usia cukup berhak menuntut ayah yang lalai dan tidak menafkahi
Berdasarkan Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), Pasal 34 ayat (1) menyatakan, “Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.” Bahkan dalam Pasal 41 UU Perkawinan menegaskan bapak tetap bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak saat terjadi perceraian.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 76B Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa suami atau ayah yang lalai memberi nafkah pada anaknya juga akan dikenakan sanksi hukuman penjara selama 5 tahun dan atau denda sebanyak 100.000.000 rupiah.