SMA Ini Jadi Tempat Pengibaran Bendera Merah Putih Pertama di Surabaya, Dulu Muridnya Banyak yang Tidak Lulus
Pengibaran Bendera Merah Putih pertama di Surabaya ternyata baru terjadi beberapa hari usai kemerdekaan Indonesia
Gedung SMAK St Louis 1 Surabaya memiliki kaitan erat dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bangunan sekolah yang dulunya markas Polisi Istimewa ini merupakan tempat pertama kalinya Bendera Merah Putih berkibar di Surabaya.
Mengutip Instagram @lovesuroboyo, pada masa pendudukan jepang, informasi tentang proklamasi sangat dibatasi oleh pasukan kolonial itu. Jepang melakukan sensor radio agar warga Kota Surabaya tidak mengetahui informasi proklamasi kemerdekaan RI yang disampaikan Soekarno dan Hatta.
Sehari setelah teks proklamasi kemerdekaan RI dibacakan, Komandan Polisi Istimewa M Jasin baru mengetahui informasi tersebut dari anak buahnya yang bernama Nainggolan.
Usai mendengar kabar tersebut, Nainggolan dan rekannya yang Sugito mengibarkan Bendera Merah Putih pada 19 Agustus 1945.
Pengibaran Bendera
Pengibaran Bendera Merah Putih oleh Nainggolan dan Sugito akhirnya diketahui pihak Jepang. Pemimpin pasukan Jepang pun marah besar, ia menampar Nainggolan dan Sugito serta memaki-maki keduanya.
Bendera itu pun akhirnya diturunkan. Beruntung, bendera yang berkibar itu sempat diketahui warga sekitar, khususnya warga Dinoyo.
Anak-anak muda kampung di Dinoyo lantas membentuk Laskar Perjuangan. Mereka mendukung tindakan Polisi Istimewa mengibarkan Bendera Merah Putih.
Laskar pemuda Dinoyo pun nekat menurunkan bendera Jepang dan menaikkan lagi Sang Saka Merah Putih. Mereka juga menjaga sekitar tiang bendera.
Banyaknya pemuda Dinoyo yang berjaga di sekitar tiang bendera membuat pihak Jepang tak berkutik.
Sejarah Sekolah
SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya mempunyai keterkaitan dengan awal perkembangan gereja di Surabaya. Tanggal 7 Juli 1862, Kongregasi Bruder Santo Aloysius (CSA: Congregatio Sanctii Aloysii) mendirikan Sekolah Dasar Bijzondere Europeesche Schools (ELS) di daerah Krembangan, yang diawali dengan 20 siswa laki-laki.
Pada tahun 1923, sekolah ini dipindahkan dari pusat Kota Surabaya Lama ke Coen Boelevard 7 (sekarang Jalan M Jasin Polisi Istimewa). Sekolah yang awalnya merupakan SD kemudian diubah menjadi jenjang SMP. Pada tahun 1950 berubah lagi menjadi Herstel Hogere Broeder School atau HBS (SMA).
Mengutip laman smaksmakstlouis1sby.sch.id, pada 1 Agustus 1951 HBS diganti menjadi SMAK St. Louis. Pada masa pergantian, sekolah ini membuka dua kelas, namun belum memiliki kepala sekolah. Pasalnya, hanya sedikit Bruder CSA yang menguasai Bahasa Indonesia. Melalui berbagai pertimbangan, akhirnya Romo Engelbertus diangkat sebagai kepala sekolah hingga tahun 1953.
Banyak yang Tidak Lulus
Pada awal berdirinya SMAK St. Louis, hanya 45% siswa yang lulus. Meski demikian, SMA ini menempati peringkat tertinggi di Surabaya. Padahal guru-guru yang mengajar pada saat itu bersifat seadanya, hanya mempertimbangkan siapa yang mau menjadi guru. Hal ini disebabkan minimnya tenaga pengajar yang tersedia.
Pada tahun 1975-1979, kepala sekolah di jabat oleh Romo Michael Utama Purnama. Pada masa kepemimpinan Romo Michaesl, SMAK St. Louis 1 mulai menerima siswa perempuan.
Pada tahun 1985, SMAK St. Louis 1 mendapat status disamakan. Semula status sekolah swasta yang ada hanya sekolah bersubsidi atau tak bersubsidi.