Profil
Johannes Soerjoko
Johannes Soerjoko, nama ini mungkin terdengar asing bagi telinga awam, namun tidak bagi industri musik Indonesia. Sosok pria kelahiran Jakarta ini dikenal sebagai pelopor pengesahan UU hak cipta untuk melindungi musik Barat dari pembajakan yang marak terjadi di Indonesia. Pria yang dalam kesehariannya lebih suka dipanggil Ook ini juga merupakan pendiri salah satu perusahaan label dan penjual rekaman musik paling terkenal, Aquarius, yang telah dirintis sejak 9 September 1969 silam. Perusahaan label ini telah banyak memproduksi rekaman musisi legendaris Indonesia dari berbagai masa seperti Koes Plus, God Bless hingga Dewa.
Menurut pria kelahiran 1949 ini, bisnis musiknya banyak dipengaruhi lingkungan tempatnya tumbuh, baik keluarga maupun teman dekatnya, yang terbiasa dengan ramainya melodi musik Barat dan Indonesia pada dekade 1960. Ook terinspirasi mendirikan Aquarius setelah membantu seorang tetangganya membajak rekaman lagu dari piringan hitam ke kaset.
Sejak saat itu, Soerjoko atau Ook memulai bisnisnya sendiri dengan memilih, merekam dan mencatat judul lagu sebelum mengirim kaset hasil rekaman tersebut ke berbagai toko. Tentu saja pada awal masa usahanya, Aquarius merekam banyak lagu Barat tanpa izin atau membajak. Namun, setelah Ook mengetahui bahwa hal tersebut tidak dibenarkan secara hukum, ia berhasil mendapatkan lisensi agar dapat merekam lagu-lagu Barat tersebut tanpa merugikan siapapun pada 1988.
Menurut Ook, kasus pembajakan di Indonesia diperkirakan sudah berlangsung lebih dari 20 tahun dan dilakukan oleh hampir semua perusahaan label dalam Asosiasi Perekam Nasional Indonesia (APNI) yang berdiri sejak 1975. Kondisi ini, lanjut Soerjoko, juga disebabkan sikap Pemerintah Indonesia yang cenderung 'abu-abu' mengenai kebijakan kegiatan merekam ulang (pembajakan) tersebut: tidak dilarang namun juga tidak dianjurkan.
Seiring dengan melonjaknya permintaan pasar terhadap lagu mancanegara, Ook mulai menyadari bahwa pembajakan yang dilakukan perusahaannya adalah perbuatan melanggar hukum. Oleh karena itu, pengusaha rekaman ini gigih memutuskan untuk menulis memoar tentang sejarah industri musik Indonesia yang mencatat proses kelahiran UU Hak Cipta, sekaligus sebagai penyampai pesan moral bahwa pembajakan tidak seharusnya dilakukan dan atau bahkan tidak perlu terjadi di Indonesia.
Riset dan analisis oleh Sony Anshar - Mochamad Nasrul Chotib