Membedah Kasus Amaq Sinta, Korban Begal Jadi Tersangka Hingga Dibebaskan
Merdeka.com - Murtede (34) alias Amaq Sinta melawan empat begal yang hendak merampas motornya. Dua pelaku tewas. Petani tembakau di Lombok Tengah itu menjadi tersangka karena membela diri. Polisi akhirnya menghentikan kasusnya.
Sudah lepas tengah malam saat Amaq Sinta berangkat ke Rumah Sakit Lombok Timur. Dia membawa makanan sahur untuk kerabatnya yang sedang menunggui ibunya yang sedang dirawat. Memacu motor matic berwarna merah miliknya, Amaq Sinta tidak curiga saat empat orang berboncengan mengendarai dua motor menguntit.
Saat melintas di Jalan Raya Dusun Babila, Desa Ganti, Lombok Tengah, sekitar pukul 00.30 Wita, Minggu (10/4), satu motor memepetnya dari sebelah kanan. Satu lagi berada di belakangnya. Seorang pelaku yang memegang senjata tajam meminta Amaq Sinta turun dari motor dan bertanya hendak ke mana.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
-
Siapa yang melakukan pemalakan? Dijelaskan bahwa oknum di PPDS Anestesi Undip ini meminta uang senilai Rp20-40 juta. Permintaan uang ini bahkan berlangsung sejak dokter Risma masuk PPDS Anestesi sekitar bulan Juli hingga November 2022 lalu. 'Dalam proses investigasi, kami menemukan adanya dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut kepada almarhumah Risma. Permintaan uang ini berkisar antara Rp20-Rp40 juta per bulan,' ungkap Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril pada Minggu (1/9).
-
Bagaimana pelaku ditangkap? Pelaku ditangkap di tempat dan waktu berbeda. Pelaku LL warga Kelurahan Kefamenanu Selatan ditangkap di Weain, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka pada Selasa (18/10) kemarin.
-
Apa yang dilakukan pelaku? Mereka juga meminta Y agar menyerahkan diri agar dapat diperiksa. 'Saya imbau kepada yang diduga pelaku berinisial Y yang sesuai dengan video yang beredar agar menyerahkan diri,' kata Rahman saat dikonfirmasi, Minggu (28/4).
"Mau antar makanan ke rumah sakit," jawab Amaq Sinta.
Belum selesai Amaq Sinta menjawab, pelaku langsung mengayunkan sabit. Refleks, Amaq Sinta menghindar. Pada sabetan kedua, dia menepis dengan tangan kanan sambil melompat dari motornya. Terus berkelit, Amaq Sinta dikejar. Terjadi pergumulan.
Terdesak, Amaq Sinta akhirnya mengeluarkan pisau kecil dari balik pinggangnya untuk melakukan perlawanan. Pisau itu dihujamkan ke dada. Pelaku yang belakangan diketahui bernama Oki (21) itu rubuh.
Rusdin Mardhatillah, salah anggota tim penasihat hukum Amaq Sinta menuturkan, pelaku lainnya yang bernama Pendi (30) berupaya membawa motor Amaq Sinta saat pertarungan terjadi. Dia mengira, Oki mampu melumpuhkan Amaq Sinta.
Melihat motornya hendak dibawa, Amaq Sinta yang telah melumpuhkan Oki, berlari memburu Pendi. Ayunan parang menyambutnya. Saat terjadi pergumulan, Wahid, rekan Pendi yang menunggu di motor ikut membantu dengan menyabetkan pedang ke tubuh Amaq Sinta. Tapi ternyata tidak mempan.
Pertarungan itu berakhir saat Amaq Sinta melumpuhkan Pendi dengan sebuah tusukan di punggung. Pemuda asal Desa Beleka, Lombok Timur itu ambruk. Melihat dua rekannya tumbang, pelaku Wahid kabur bersama satu pelaku lainnya bernama Holidi.
Saat kejadian, Rusdin menjelaskan, Amaq Sinta sempat berteriak meminta tolong ke warga. Tapi tidak ada yang berani keluar rumah. "Akhirnya dia pulang. Pulangnya itu enggak langsung ke rumah tapi memberitahu kepada kepala dusun bahwa dia baru selesai berkelahi dengan empat begal. Kemudian dia pulang dengan kelelahan," ujarnya.
Rusdin juga mengungkapkan, Amaq Sinta hanya mengalami luka gores walaupun bajunya sobek-sobek disabet senjata tajam. Termasuk di bagian punggung yang beberapa kali dibacok.
"Kalau di Lombok Tengah itu sebenarnya ada kebiasaan orang pakai minyak khusus. Ini sudah menjadi pengetahuan umum kalau minyak itu diobatin ke luka itu cepat rapat lagi kayak enggak ada apa-apa," tuturnya.
Tak berselang lama, Polsek Praya Timur menerima laporan dari warga yang menemukan dua mayat sekitar pukul 01.30 Wita. Polisi juga menemukan satu unit sepeda motor Honda Scoopy, satu buah sabit dan pisau dengan panjang sekitar 35 cm. Kedua jenazah dibawa ke RS Bhayangkara NTB untuk diautopsi.
Hasil autopsi terhadap jenazah Oki ditemukan luka tusuk pada bagian dada sebelah kanan tembus ke paru-paru. Sementara Pendi mengalami luka tusuk di bagian punggung sebelah kanan yang menembus ke paru-paru.
Jadi Tersangka dan Ditahan
Setelah mengumpulkan bukti dan keterangan, penyidik Polres Lombok Tengah pada Senin (11/4) menjemput Amaq Sinta dari rumahnya. Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan.
"Korban begal dikenakan pasal 338 KUHP, menghilangkan nyawa seseorang melanggar hukum maupun pasal 351 KUHP ayat (3) melakukan penganiayaan mengakibatkan hilang nyawa seseorang," kata Wakapolres Lombok Tengah Kompol I Ketut Tamiana dalam konferensi pers di Lombok Tengah, Selasa (12/4).
Tak cuma Amaq Sinta, dua pelaku begal lainnya Wahid dan Holidi turut menjadi tersangka. Keduanya dijerat dengan pasal tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Ketiganya ditahan di Polres Lombok Tengah.
Keputusan Polres Lombok Tengah menjadikan Amaq Sinta tersangka pembunuhan mendapat reaksi penolakan. Sehari setelah penetapan tersangka Amaq Sinta, warga berbondong-bondong mendatangi mapolres dan mendesak pembebasan.
"Amaq Sinta harus dibebaskan, jangan sampai alibi warga takut melawan kejahatan. Penjahat itu wajib dilawan," kata Tajir Syahroni dalam orasi di halaman Polres Lombok Tengah di Praya, Rabu (13/4).
Kasus ini pun viral dan mendapat perhatian luas publik. Polisi dinilai telah salah menjadikan korban begal yang melawan, sebagai tersangka. Desakan warga itu membuahkan hasil. Malam harinya, penahanan Amaq Sinta ditangguhkan oleh penyidik.
"Iya dibebaskan setelah ada surat (permintaan) penangguhan dari keluarga dengan mengetahui pemerintah desa," kata Kapolsek Praya Timur Iptu Sayum.
Kasus ini kemudian diambil alih Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Kapolda Irjen Djoko Purwanto mengatakan penyidik polda akan menyelidiki unsur pembelaan diri karena terpaksa yang dilakukan Amaq Sinta. Saat itu Kapolda mengatakan hakim di persidangan yang akan memutuskan.
"Oleh karena itu pembuktiannya haruslah dilakukan di muka persidangan," ujar dia, Kamis (14/4).
Sikap berbeda disampaikan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Dia meminta perkara Amaq Sinta dihentikan. Agus menilai, langkah Polda NTB melanjutkan kasus berpotensi membuat masyarakat takut untuk melawan kejahatan.
"Hentikanlah menurut saya. Nanti masyarakat jadi apatis, takut melawan kejahatan. Kejahatan harus kita lawan bersama," ujar Agus, Kamis (14/4).
Agus juga mengingatkan, jangan sampai penyidikan yang dilakukan polisi dalam mengusut kasus merusak keadilan di tengah-tengah masyarakat. Agus memberikan saran kepada Kapolda NTB untuk melakukan gelar perkara dengan mengundang tokoh masyarakat dan agama setempat.
"Saran saya kepada Kapolda NTB untuk mengundang gelar perkara yang terjadi dengan pihak Kejaksaan, tokoh masyarakat dan agama di sana untuk minta saran, masukan, layak tidakkah perkara ini dilakukan proses hukum. Legitimasi masyarakat akan menjadi dasar langkah Polda NTB selanjutnya," ucapnya.
Mendapat tekanan dari berbagai pihak, Polda NTB akhirnya berubah sikap. Dua hari setelah mengambil alih kasus, penyidik memutuskan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Hari Sabtu (16/4), Kapolda NTB Irjen Djoko Poerwanto mengumumkan secara resmi penghentian proses hukum terhadap Amaq Sinta setelah proses gelar perkara yang dihadiri oleh jajaran Polda NTB dan pakar hukum. Status tersangka Amaq Sinta pun gugur.
"Hasil gelar perkara disimpulkan peristiwa tersebut merupakan perbuatan pembelaan terpaksa sehingga tidak ditemukan unsur perbuatan melawan hukum baik secara formil dan materiil," kata Djoko dalam konferensi pers daring, Sabtu (16/4).
Dalam penjelasannya, Djoko menerangkan, SP3 diterbitkan berdasarkan peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Pasal 30 tentang penyidikan tindak pidana bahwa penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
"Peristiwa yang dilakukan oleh Amaq Sinta merupakan upaya untuk membela diri sebagaimana Pasal 49 Ayat (1) KUHP soal pembelaan terpaksa," ujar Djoko.
Meski begitu, Kapolda NTB menegaskan, penghentian kasus bukan karena adanya desakan publik. "Bukan karena desakan publik, tapi kasusnya jadi perhatian publik ya," ungkapnya.
Sementara Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menambahkan, penghentian perkara tersebut dilakukan demi mengedepankan asas keadilan, kepastian dan terutama kemanfaatan hukum bagi masyarakat.
"Dalam kasus ini, Polri mengedepankan asas proporsional, legalitas, akuntabilitas dan nesesitas," kata Dedi.
Pembelaan Terpaksa Harus Dibuktikan Pengadilan
Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tindakan 'pembelaan terpaksa' yang tidak dapat dipidana.
Ayat 1 berbunyi: Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.
Sedangkan ayat 2 berbunyi: Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak boleh dipidana.
Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, dalam kasus Amaq Sinta, ada tindak pidana yang terjadi. Ada orang yang mati dalam hal ini pelaku begal, dan matinya karena dibunuh.
"Kalau matinya tertimpa benda keras dan besar pasti tidak ada tersangkanya. Tapi karena ada orang mati, maka hukum acara pidana dengan terpaksa menetapkan orang yang melakukan (pembunuhan) sebagai tersangka," ujarnya ketika dihubungi merdeka.com, Jumat 22 April lalu.
Dia melanjutkan, dalam berita acara pemeriksaan (BAP) polisi harus memasukan argumen dan keterangan saksi yang menyatakan bahwa tindakan membunuh yang dilakukan korban dalam konteks pembelaan diri karena akan dirampok. Polisi menyerahkan ke pengadilan untuk memutuskan peristiwa pidana pembunuhan itu sebagai pembelaan diri atau tidak.
"Pasal 49 KUHP itu diminta polisi untuk digunakan oleh hakim mengadili tersangka, dengan penggambaran peristiwa melalui keterangan saksi-saksi, ahli dan alat bukti lainnya. Kita menunggu apakah hakim akan menerapkan pasal 49 KUHP atau pasal lainnya," jelasnya.
Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), tegas Fickar, hanya bisa dilakukan polisi jika dari hasil penyidikan, peristiwa yang terjadi bukan pidana dan alat bukti yang kurang. Namun, penggunaan pasal 49 KUHP sebagai dasar Polda NTB menghentikan kasus Amaq Sinta, menurutnya sebagai sikap polisi yang polisi masih memperhatikan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
"Hukum kan jelas. Kalau mau menghentikan kasus itu perkaranya perdata dan buktinya kurang. Dan sekarang kalau menghentikan, artinya dia mau bergantung pada apa? Itu ada orang mati tetap artinya pidana. Sekarang dia bilang buktinya kurang untuk menetapkan orang itu sebagai tersangka makanya dihentikan," kata Fickar.
Soal desakan publik, Fickar mengatakan, dalam hukum acara pidana tidak dikenal penghentian sebuah kasus karena desakan publik. "Enggak ada, di dalam hukum enggak ada itu," tukasnya.
Terkait pembelaan diri, Rusdin Mardhatillah, salah satu anggota kuasa hukum Amaq Sinta bisa membuktikan tindakan kliennya adalah pembelaan terpaksa seperti yang diatur dalam pasal 49 KUHP. Rusdin mengacu pada keterangan dokter forensik yang mengautopsi dua jenazah begal.
"Jadi di masing-masing korban itu (ditemukan) satu tusukan. Terlihat sekali Amaq Sinta niatnya hanya ingin melumpuhkan dan tidak untuk membunuh," ujarnya.
Rusdin juga menyoroti proses pemeriksaan Amaq Sinta yang sejak awal tidak didampingi kuasa hukum. Polisi dinilai terburu-buru menetapkan status tersangka tanpa meminta pendapat ahli hukum pidana. Apalagi polisi juga mengakui Amaq Sinta merupakan korban pembegalan.
"Seharusnya dia gelar perkara, minta keterangan ahli. Ini patut atau tidak ditetapkan sebagai tersangka, ini korban begal nih. Nah seharusnya sudah sangat rasional lah karena pertama begalnya empat orang kemudian sangat rasional lagi yang menyerang duluan pelaku begal," pungkasnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Baku tembak antara pelaku dan polisi terus terjadi saat kejar-kejaran.
Baca SelengkapnyaPolisi mengungkap kasus pembegalan yang menimpa calon siswa (casis) Bintara Polri, Satrio Mukti Raharjo.
Baca SelengkapnyaTersangka ditembak karena melawan ketika diminta menunjukkan lokasi pelaku lain.
Baca SelengkapnyaAG tercatat sudah sembilan kali melakukan perampasan sepeda motor dan melukai korbannya.
Baca SelengkapnyaPria paruh baya ini berhasil melawan tiga begal yang hendak merebut motornya. Meski motornya berhasil dipertahankan, korban dilarikan ke IGD rumah sakit.
Baca SelengkapnyaKorban mengalami luka-luka di tangan akibat diserang kawanan begal.
Baca SelengkapnyaAkibat bacokan tersebut, korban terluka di bagian pipi, lengan dan punggung.
Baca SelengkapnyaAde Ary menerangkan pada saat melancarkan aksinya, ada empat orang pelaku.
Baca SelengkapnyaTabrak Mobil Boks, Begal di Gunungputri Bogor Tewas
Baca SelengkapnyaFiki akhirnya dibebaskan setelah dalam serangkaian penyidikan diketahui perbuatan yang dilakukannya untuk melindungi diri.
Baca SelengkapnyaVideo aksi begal di jalan sepi itu viral di media sosial
Baca Selengkapnya"Dari hasil keterangan pelaku mereka sudah melakukan tiga kali," kata Rovan
Baca Selengkapnya