Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Nasib Metromini seperti 'telur di ujung tanduk'

Nasib Metromini seperti 'telur di ujung tanduk' demo metromini. ©2013 Merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - Matahari baru saja beranjak tepat di atas kepala saat jarum jam menunjuk pukul 12.33 WIB, Rabu siang kemarin. Mansur, 45 tahun, menginjak pedal gas mobilnya seraya menggantung pijakan kopling. Mobilnya berjejer dengan Metromini lain di ujung pintu keluar Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Metromini-Metromini itu menunggu penumpang yang mau naik menuju ke arah Blok M.

Sudah beberapa bulan ini, saban siang sopir-sopir Metromini 75 jurusan Pasar Minggu-Blok M mengoperasikan mobilnya tanpa ditemani kernet. "Kalau siang begini pakai kernet malah rugi," kata Mansur membuka perbincangan dengan merdeka.com kemarin. Dari sekitar 20 puluhan Metromini terparkir di Terminal Pasar Minggu hampir semuanya tidak ada yang menggunakan kernet.

Sekitar 16 mobil terparkir di dalam terminal tanpa sopir dan kernet. Sedangkan sekitar lima Metromini mengantre menunggu penumpang di ujung pintu keluar Terminal Pasar Minggu. Masing-masing sopir sendiri. Mereka mengandalkan para timer pintu keluar untuk mencari penumpang. "Lebih irit pakai timer, bayar Rp 3000 atau Rp 2000 setoran enggak kurang," ujar Mansur. "Kalau pakai kernet, sewa sepi begini bisa tekor"

Sejak sepinya sewa penumpang, para sopir Metromini 75 memang terpaksa tak menggunakan kernet. Alasannya, para sopir tak lagi mampu untuk membagi pendapatannya buat kernet lantaran sepi penumpang. Saban siang, para sopir Metromini 75 terpaksa jalan sendiri mengoperasikan mobilnya buat menutupi setoran. "Sekarang susah sewanya, kalau sepi begini bisa nombok terus," kata Mansur.

Pemandangan ini memang menjadi santapan penumpang saban hari bagi yang hendak menuju ke arah Blok M jika naik Metromini 75. Penumpang Metromini kini tak lagi ditagih ongkos oleh kernet. Saat membayar, penumpang harus mendatangi sopir yang berada di depan kemudi. Tentu hal ini menjadi keluhan penumpang. Mereka terpaksa membayar ongkos kepada sopir ketika hendak turun saat sampai tujuan.

Seperti Nita, 22 tahun, mahasiswi perguruan tinggi swasta di Jakarta Selatan mengaku sudah beberapa bulan ini setiap naik Metromini 75 saat siang hari, harus membayar ongkos sendiri kepada sopir. Hilangnya kernet di Metromini 75 memang membuat permasalahan baru bagi penumpang.

Mereka harus membayar sendiri ongkos kepada sopir seperti naik angkot. "Ribet ya, dulu kalau mau turun tinggal bilang kernet, sekarang harus bayar dulu baru turun," kata Nita.

Sepinya sewa penumpang sebetulnya juga dipengaruhi oleh volume kendaraan dimana Metromini itu melintas. Seperti Trayek Metromini 75 yang melintasi Jalan Raya Warung Buncit, Jalan Kapten Piere Tendean dan Jalan Wolter Monginsidi hingga menuju terminal Blok M, jalan-jalan ini selalu dipadati kendaraan bermotor. Apalagi banyaknya persimpangan membuat ketiga jalan itu juga kerap dilanda kemacetan pada jam sibuk.

Jadi bukan hal mengagetkan jika sepinya penumpang juga dipengaruhi oleh macetnya jalan karena terus bertambahnya jumlah kendaraan. "Paling parah macetnya di Mampang Prapatan," ujar Nita.

Jika Mansur tak menggunakan kernet untuk mencari penumpang, berbeda dengan Rizal alias Cungkring, sopir Metromini 74 Jurusan Blok M-Rempoa. Kebanyakan sopir Metromini 74 masih menggunakan kernet meski sewa penumpang jarang. Cungkring mengaku jika sewa penumpang sekitar tiga tahun ini mulai susah bagi para sopir Metromini. Sewa penumpang sampai penuh dalam mobilnya, para sopir Metromini 74 harus menunggu lama.

"Ya kalau penumpang sabar, kita berangkat menunggu penuh," kata Cungkring di pintu keluar terminal Blok M. Sepinya penumpang Metromini 74 diyakini Cungkring lantaran saat ini banyak penumpang memiliki sepeda motor.

Salah seorang penumpang Metromini 74, Elvira 30 tahun mengakui jika angkutan yang saban hari dia tumpangi memang jarang terlihat. Selain jarangnya Metromini 74, mobil ini juga kerap mengetem lama ketika mencari penumpang. Jadi bukan hal mengagetkan jika metromini 74 kerap penuh. "Kalau macet itu biasa, masalahnya Metromini ini ngetemnya lama," kata Elvira yang berdomisili di Kebayoran Lama ini.

Hal ini juga dialami Rio Afianda, seorang karyawan swasta di Bilangan Sudirman. Saban mau naik Metro Mini 74, Rio harus menunggu. Sekali dapat, mobilnya bisa ngetem lumayan lama lantaran menunggu penumpang. "Habis mau gimana, Metromini ongkosnya lebih murah," kata Rio.

Untuk sekali bayar sampai di sekitar daerah rumahnya, Rio hanya membayar Rp 4000. "Kadang saya juga bawa motor, tapi parkiran di daerah Sudirman mahal," ujarnya.

Sepinya penumpang angkutan Metromini bisa jadi disebabkan oleh membludaknya kendaraan bermotor di Jakarta. Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat jika jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya terus meningkat. Tercatat sekitar 5.500 hingga 6000 unit kendaraan bermotor membanjiri Jakarta saban hari. Tentu hal ini menjadi salah satu faktor, banyaknya penumpang Metromini yang hilang dan penyebab kemacetan di Jakarta. Kemacetan yang justru berimbas pada moda transportasi di Jakarta seperti Metromini.

Akhir 2014 Polda Metro Jaya mencatat sebanyak 17.523.967 jumlah kendaraan di Jakarta. Jumlah itu didominasi oleh sepeda motor sebanyak 13.084.372 unit. Kemudian diikuti dengan mobil pribadi sebanyak 3.226.009 unit, mobil barang 673.661 unit, bus 362.066 unit, dan kendaraan khusus 137.859 unit.

"Ya sepinya penumpang mungkin karena orang sekarang banyak yang bawa kendaraan," tutur Rio. (mdk/mtf)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Perjalanan Metromini, Diinisiasi Soekarno Tahun 1962 Hingga Hilang Ditelan Zaman
Perjalanan Metromini, Diinisiasi Soekarno Tahun 1962 Hingga Hilang Ditelan Zaman

Mentromini sempat mengangkut peserta Pesta Olahraga Negara Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO).

Baca Selengkapnya