Profil
Nuku Muhammad Amiruddin Kaicil Paparangan
Sultan Nuku adalah putra kedua Sultan Tidore, Sultan Jamaludin. Dia dilahirkan pada 1738. Nama kecilnya adalah Kaicil Syaifuddin. Dia merupakan sultan dari Kesultanan Tidore yang dinobatkan pada tanggal 13 April 1779, dengan gelar “Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan”.
Sebagai seorang sultan, sejak 1781 Nuku secara aktif melakukan perlawanan terhadap Belanda. Hal ini dilakukannya karena tidak senang dengan intervensi VOC dalam pengangkatan calon penerus Kerajaan Tidore. Karena keduanya cenderung menentang kehadiran Belanda maka mereka dianggap ancaman oleh Belanda.
Untuk melancarkan serangannya terhadap Belanda, ia memilih Seram Timur, Maluku sebagai markas besarnya. Meskipun begitu, ia sering berpindah-pindah tempat guna mengatur strategi dan taktik serta terjun ke medan perang.
Pada tahun 1781, ia dinobatkan menjadi Sultan Irian dan Seram dengan gelar Maha Tuan Sultan Amiruddin Syaifuddin Syah Kaicil Paparangan. Dengan gelar ini, ia secara langsung dinobatkan sebagai panglima tertinggi seluruh pasukan yang ada di Maluku dan Irian.
Serangan Sultan Nuku yang terhebat terjadi pada 1783. Kala itu, armada kora-kora yang kuat di bawah komando Hukum Doy bersiap menyerang Belanda di Halmahera. Delapan tahun kemudian, dengan persiapan yang matang, Sultan Nuku kembali melancarkan serangan terhadap Belanda di Benteng Ternate. Serangan ini membuat Pasukan Belanda kalang kabut dan akhirnya menyerah.
Setelah serangan itu, Kesultanan Tidore berada dalam masa damai. Nuku memerintah sampai tanggal 14 November 1805. Ia meninggal dunia setelah berjuang selama 40 tahun dan berhasil membebaskan Tidore dari kekuasaan Belanda.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Nuku Muhammad Amiruddin Kaicil Paparangan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 71/TK/Tahun 1995, pada tanggal 7 Agustus 1995.