Pembentukan dan Pembaruan Hukum Acara 'Mediasi' Melalui PERMA
Merdeka.com - PERMA merupakan singkatan dari Peraturan Mahkamah Agung yang dibentuk untuk mengisi kekosongan hukum acara dan hasil akhirnya berupa kelancaran penyelenggaraan peradilan yang dilaksanakan oleh hakim dan aparatur peradilan. Hal ini sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung “Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini”.
Pengakuan kewenangan Mahkamah Agung menyusun peraturan dipertegas dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yakni “Salah satu jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung". Berdasarkan ketentuan tersebut, Perma tidak hanya mengatur perihal kekosongan hukum acara, melainkan dapat melakukan pembaruan peradilan dalam penataan ulang hukum acara sepanjang berlandaskan prinsip peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.
Mediasi di Pengadilan menjadi salah contoh konkret terjadinya kekosongan hukum yang tidak diatur dalam undang-undang, hal ini karena di dalam hukum acara perdata terdapat kewajiban hakim memperdamaikan pada pihak yang telah hadir dipersidangan sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 130 HIR/154 RBg namun tidak terdapat pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara memperdamaikan yang meliputi : pihak yang menjadi mediator, jenis perkara yang dapat dimediasi, akibat hukum ketidakhadiran para pihak dalam proses mediasi sampai pada bentuk dokumen yang dibutuhkan setelah terjadinya perdamaian sehingga Mahkamah Agung menerbitkan PERMA 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
-
Bagaimana Mahkamah Agung ingin ciptakan hakim muda yang kompeten? Harapannya, bisa mendukung proses regenerasi hakim dan menghadirkan hakim muda yang kompeten dan berkualitas.
-
Bagaimana Ganjar-Mahfud ingin wujudkan kemudahan hukum? Ganjar menjelaskan, keinginan dan harapan tersebut bisa diwujudkan dengan adanya izin yang dibuat pemerintah. Dia pun mengaku siap melakukan hal itu dengan prinsip 'Tuanku ya Rakyat' demi kemajuan bisnis pelaku UMKM.'Seluruh perizinan itu kalau ada hukumnya pasti mudah, penegakannya jalan, mereka akan senang, karena mereka akan menjalankan usahanya dengan nyaman,' ucap Ganjar.
-
Aplikasi apa yang Mahkamah Agung luncurkan untuk meningkatkan integritas? Kehadiran 5 aplikasi tersebut bertujuan buat semakin memudahkan masyarakat dalam mendapatkan informasi dan pelayanan serta meningkatkan integritas aparatur peradilan.
-
Apa yang ingin diputuskan secara adil? Apabila permohonan perceraian ini diterima, Ryan juga berhak untuk meminta hak asuh anak. Hak asuh anak seharusnya diberikan secara adil karena keduanya memiliki hak yang sama,
-
Kenapa Mahkamah Agung membuat 'Pesan Bermakna Jilid III'? Film ini hadir sebagai upaya Mahkamah Agung semakin dekat dengan masyarakat. Selain itu, aspek nilai kejujuran dan integritas menjadi poin utama yang ditekankan dalam membangun peradilan modern dengan SDM yang berkualitas.
-
Apa yang dilakukan Kejagung setelah menang praperadilan? Usai memenangkan praperadilan melawan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, Kejaksaan Agung RI (Kejagung) akan memeriksa lima mantan Menteri Perdagangan (Mendag) lainnya jika terdapat cukup bukti.'Nah ini yang awal tolong kami kasih kesempatan untuk membuktikan ini, akan berjalan tahapan itu (pemeriksaan lima mantan Mendag), percaya itu, akan kita lakukan seperti itu tentunya nantinya semuanya akan berdasarkan alat bukti yang ada karena memang aturannya harus seperti itu,' kata Dirtut Jampidsus Kejagung Sutikno kepada wartawan usai sidang putusan di PN Jaksel, Selasa (26/11).
Keberhasilan mediasi pada tahun 2020 sebanyak 5.177 perkara atau sebesar 5,41% sedangkan pada tahun 2021 mengalami peningkatan sehingga perkara berhasil selesai melalui mediasi sebanyak 10.151 (9,92%). Walaupun secara persentasi jumlahnya tidak lebih dari 10% namun apabila dikalikan minimal ada 2 pihak setiap perkara, itu artinya terdapat 20.302 subjek hukum yang bisa hidup rukun, bersosial, berbisnis dan lain sebagainya.
Secara administratif, PERMA dapat pula ditindaklanjuti melalui kebijakan lainnya berupa surat keputusan. Hal ini karena “Organisasi, administrasi, dan finansial Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung” sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Misalnya tindak lanjut terhadap PERMA 1 Tahun 2016 diterbitkan SK KMA 108/KMA/SK/VI/2016 tentang Tata Kelola Mediasi di Pengadilan yang menetapkan formulir administrasi proses maupun hasil mediasi, kurikulum pendidikan dan pelatihan sertifikasi mediator, pedoman perilaku mediator dan lain sebagainya.
Pembaruan PERMA sejatinya diperlukan dalam rangka optimalisasi peran pengadilan dengan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat (accees to justice) sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yakni “Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.” Pada saat Covid 19 melanda dunia termasuk Indonesia, proses mediasi di pengadilan menjadi terhambat karena penerapan protokol kesehatan berupa “jaga jarak antar anggota masyarakat” sehingga perkantoran tutup/buka dengan pembatasan yang ketat sehingga tidak dapat dilakukan pertemuan mediasi antara mediator dengan para pihak berperkara.
PERMA 1 Tahun 2016 secara prinsip telah memberikan ruang dilaksanakannya mediasi jarak jauh sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 5 ayat (3) “pertemuan Mediasi dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan” dengan 3 (tiga) indikator yang mesti terpenuhi yaitu melihat, mendengar dan berbicara secara langsung diantara para pihak serta mediator.
Namun penerapan pasal ini belum dapat dilakukan secara optimal karena hal-hal yang bersifat administratif seperti panggilan, penyerahan resume, pelaporan masih dilakukan secara manual. PERMA 1 Tahun 2016 juga belum mengatur mekanisme penentuan aplikasi yang digunakan dalam mediasi secara virtual, mekanisme validasi pihak-pihak yang hadir termasuk jaminan data-data yang dikirim.
Di beberapa negara, mediasi secara elektronik sudah dikenal secara umum penggunaannya sebagaimana hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agung pada tahun 2020, misalnya mediasi online di Michigan merupakan bagian dari E-Court. Untuk keperluan mediasi secara elektronik, tersedia fasilitas ruang sidang virtual, dan memungkinkan proses pengadilan secara elektronik dan pengajuan dokumen secara elektronik. Australian’s E-Court: di Australia, mediasi online merupakan bagian dari E-Court. Ruang sidang Pengadilan : sebuah ruang sidang maya yang memungkinkan pengiriman dan pertukaran data dua arah.
Dalam mewujudkan peradilan modern berbasis teknologi sebagaimana amanah dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, maka Mahkamah Agung menerbitkan PERMA 3 Tahun 2022 tentang Mediasi Di Pengadilan Secara Elektronik. Hal yang bersifat administratif yang diatur dalam PERMA 3 Tahun 2022 meliputi proses penerimaan, pemberitahuan, resume dan/atau pengelolaan penyampaian panggilan/perkara dari Para Pihak, dokumen mediasi dengan menggunakan sistem elektronik yang berlaku di masingmasing lingkungan peradilan. Ada 5 (lima) prinsip yang mesti dapat diwujudkan dalam PERMA 3 Tahun 2022 ini yakni :
1. Prinsip sukarela mengamanatkan bahwa menempuh Mediasi Elektronik wajib berdasarkan kehendak Bersama Para Pihak secara sukarela. Para pihak akan diberikan kesempatan untuk memilih media elektronik dengan berbagai kemudahannya atau mediasi secara manual yang mengharuskan para pihak melakukan mediasi secara langsung dengan pertemuan fisik.
2. Prinsip rahasia mewajibkan Parak Pihak, Mediator, dan pihak lain yang terkait dengan proses mediasi untuk merahasiakan segala sesuatu yang terjadi dalam pertemuan dan pengiriman serta penyimpanan dokumen elektronik yang terkait dengan Mediasi Elektronik. Para pihak dilarang untuk merekam jalannya proses mediasi elektronik, termasuk larangan keras menyebarkan proses media elektronik dalam bentuk apapun.
3. Prinsip efektif mengutamakan optimalisasi pemanfaatan sumber daya pendukung Mediasi Elektronik yang berhasil guna sesuai dengan kebutuhan. Penyesuaian sistem data yang terintegrasi di pengadilan menjadi hal yang tidak dapat dielakkan agar administrasi elektronik di pengadilan berjalan secara optimal, namun untuk itu diperlukan pedoman lainnya dalam bentuk petunjuk teknis.
4. Prinsip aman dimaksudkan untuk menjamin keutuhan, ketersediaan, (nonrepudiation) keaslian dan kenirsangkalan terhadap sumber daya teknologi informasi yang mendukung penyelenggaraan Mediasi Elektronik. Pengecekan identitas dan foto untuk memastikan para pihak yang hadir benar merupakan para pihak sesungguhnya dalam perkara yang diwajibkan menempuh proses mediasi.
5. Prinsip akses terjangkau dimaksudkan untuk menjamin kemudahan Para Pihak dalam mendapatkan dan menggunakan aplikasi yang mempertimbangkan akses jaringan internet beserta pembiayaannya penyelenggaraan Mediasi Elektronik. Para pihak diberikan kesempatan untuk memilih jenis aplikasi yang akan digunakan dalam melakukan mediasi elektronik, misalnya zoom, skype, videocall dan lain sebagainya. (mdk/has)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
MA mengungkapkan usulan untuk mengubah gaji dan tunjangan hakim telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan.
Baca SelengkapnyaMahkamah Agung (MA) sudah memutus 26.903 perkara sepanjang tahun 2023.
Baca SelengkapnyaDirektorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri menggelar Rakornas Produk Hukum Daerah di Pekanbaru, Provinsi Riau, Kamis (14/9).
Baca SelengkapnyaMK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket
Baca SelengkapnyaMA mengusulkan penambahan anggaran sebesar Rp3 triliun lebih untuk tahun anggaran 2025.
Baca SelengkapnyaBeberapa Pasal dikabarkan tumpang tindih hingga membatasi kewenangan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Baca Selengkapnya