Aturan Tumpang Tindih, Industri Rokok di Indonesia Perlu Regulasi Khusus
Merdeka.com - Regulasi industri rokok di Indonesia dinilai tumpang tindih. Kondisi ini menghambat industri ini dari hulu hingga hilir.
Pakar Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie, mengatakan, aturan-aturan yang ada di Indonesia mengenai industri rokok mengalami tumpang tindih.
"Banyak aturan baik level produk legislasi parlemen sampai peraturan pelaksana, juga peraturan otonom di tingkat daerah saling berbenturan dalam mengatur industri kretek (rokok) ini," ungkap Gugun dalam seminar "Konspirasi Global Penghancuran Kretek Indonesia" di Kampus UIN Yogyakarta, Senin (31/5).
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Apa saja gangguan paru-paru akibat rokok? Berikut ini adalah informasi mengenai apa saja gangguan paru-paru akibat rokok yang patut diwaspadai, dilansir dari berbagai sumber.
Gugun membeberkan, belum ada UU sektoral yang memayungi industri kretek ini. Industri ini masih diatur dengan banyak regulasi.
Dia mencontohkan regulasi regulasi yang mengatur industri rokok di antaranya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang mengatur sisi budidaya tanaman tembakau. Ada pula Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Menurut Gugun, industri kretek (rokok) yang sifatnya unik dan strategis dalam bingkai ekonomi kerakyatan harus memiliki undang-undang tersendiri yang bersifat lex specialis.
"Justru yang tidak tepat adalah muncul regulasi di tingkat Kementerian Keuangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Regulasi itu mengatur dana bagi hasil cukai tembakau (DBH CHT). Tidak tepat karena UU Cukai yang mengatur DBH CHT, tidak diatur melalui Peraturan Pemerintah yang melibatkan banyak lembaga atau kementerian," beber Gugun.
Sementara itu, peneliti pada Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya Malang, Imanina Eka Dalilah, mengatakan, Industri Hasil Tembakau (IHT) berkontribusi besar dalam perekonomian nasional. IHT punya peran signifikan dari penyediaan input produksi, pengolahan, hingga proses distribusinya, termasuk kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja.
"IHT merupakan satu-satunya industri nasional yang saat ini terintegrasi dari hulu sampai hilir. IHT memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan nasional," papar Imanina.
"Total penyerapan tenaga kerja tersebut, sebanyak 2,9 juta merupakan pedagang eceran, 150 ribu merupakan buruh pabrikan rokok, 60 ribu karyawan pabrik, 1,6 juta petani cengkih, dan 2,3 juta petani tembakau," imbuh Imanina.
Imanina menguraikan, sejumlah daerah di Indonesia memiliki ketergantungan yang cukup besar pada industri tembakau. Ketergantungan ini utamanya adalah mengenai serapan tenaga kerja.
"Mayoritas buruh pabrik rokok adalah perempuan sebesar 66 persen. Persentase tersebut merupakan proporsi tertinggi di sektor industri manufaktur," ungkapnya.
Imanina menambahkan salah satu keuntungan dari IHT adalah pemerintah bisa mengekspor tembakau ke luar negeri dan mendapatkan devisa dari penjualan tersebut.
"Pemerintah bisa memberikan insentif untuk mendorong ekspor IHT. Ini bisa memberikan sumbangan devisa juga dan itu akan menguntungkan bagi penerimaan negara kita juga," tutup Imanina.
(mdk/yan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
RPP Kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah terdiri dari 1.166 pasal. Dari 26 pasal yang ada, cenderung melarang terhadap IHT.
Baca SelengkapnyaTembakau sebagai ekosistem yang memiliki jutaan nasib.
Baca SelengkapnyaRPP UU Kesehatan dinilai melarang total kegiatan penjualan dan promosi produk tembakau.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca SelengkapnyaRencana kenaikan tarif cukai rokok bakal menjadi beban tambahan Industri Hasil Tembakau.
Baca SelengkapnyaPemerintah diingatkan untuk tidak mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan apabila masih terdapat pasal-pasal yang merugikan para pedagang.
Baca SelengkapnyaGAPPRI mengusulkan agar pasal-pasal terkait produk tembakau yang bernuansa pelarangan diubah menjadi pengendalian.
Baca SelengkapnyaPenerapan pasal tembakau pada RPP Kesehatan akan menyebabkan penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun.
Baca SelengkapnyaAturan ini membuat selisih harga rokok antar golongan semakin jauh
Baca SelengkapnyaMenurut Menkes, perbincangannya dengan kelompok pelaku usaha sejauh ini positif.
Baca SelengkapnyaIni juga dinilai akan berdampak negatif terhadap para pekerja lintas sektor dan industri, termasuk industri periklanan.
Baca SelengkapnyaAturan yang menjadi sorotan di antaranya wacana standardisasi berupa kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektronik.
Baca Selengkapnya