Pengusaha Minta Aturan Produk Tembakau Dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan, Ini Alasannya
RPP UU Kesehatan dinilai melarang total kegiatan penjualan dan promosi produk tembakau.
RPP UU Kesehatan dinilai melarang total kegiatan penjualan dan promosi produk tembakau.
Pengusaha Minta Aturan Produk Tembakau Dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan, Ini Alasannya
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta untuk mengeluarkan aturan pelaksana mengenai zat adiktif yang memuat soal produk tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) dan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai, aturan-aturan tersebut dinilai sebagai upaya baru untuk melarang total kegiatan penjualan dan promosi produk tembakau.
Ketua GAPRINDO, Benny Wachjudi mengatakan, Kemenkes seharusnya melihat secara komprehensif pemangku kepentingan yang terdampak dari aturan tersebut agar menghasilkan aturan yang adil dan berimbang.
"Aturan produk tembakau seharusnya dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan agar bisa dibicarkan dulu secara komprehensif," ujarnya.
Dia juga memohon kepada Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan seluruh aspirasi dari industri pertembakauan Indonesia demi menjaga keberlangsungan mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.
Industri pertembakauan Indonesia adalah industri legal yang menyerap banyak tenaga kerja, yakni sekitar 6 juta masyarakat Indonesia mulai dari pabrikan, pekerja, petani tembakau dan cengkeh, pedagang.
Di luar angka tersebut, industri ini juga berdampak pada pelaku industri kreatif. Oleh karena itu, GAPRINDO meminta pertimbangan Presiden Jokowi dan Kemenkes untuk meninjau ulang rencana penyusunan aturan pelaksana tersebut.
Senada dengan GAPRINDO, Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, menilai aturan pelaksana tentang produk tembakau sebagaimana dalam draft RPP yang digagas oleh Kemenkes ialah berupa larangan yang sangat restriktif.
"Hal itu dilihat dari banyaknya pasal pelarangan, bukan pengendalian," ucapnya.
Merujuk kajian GAPPRI, peraturan yang dibuat pemerintah saat ini sudah cukup memberatkan. Akibatnya, pabrik rokok jumlahnya turun dari 4.669 unit usaha pada 2007 menjadi 1.100 pada 2022.
"Produksi juga terus menurun, pada 2013 sebesar 346 miliar batang menjadi 324 miliar batang pada 2022," tuturnya.
