Ketar-Ketir Terancam Gulung Tikar, Pengusaha Rokok Curhat Begini
Jumlah produksi rokok saat ini secara nasional sebesar 364 miliar batang per tahun.
Saat ini jumlah IHT di Jawa Timur mencapai 538 industri dengan jumlah buruh sebanyak 186 ribu atau 60 persen terhadap nasional yang mencapai 360 ribu tenaga kerja.
Ketar-Ketir Terancam Gulung Tikar, Pengusaha Rokok Curhat Begini
Ketar-Ketir Terancam Gulung Tikar, Pengusaha Rokok Curhat Begini
Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya meminta pemerintah berhati-hati dalam membahas rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait pengamanan zat adiktif produk tembakau.
Pemerintah juga diminta untuk melibatkan pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT) nasional sebagai mitra pemerintah dalam memberikan masukan dalam pembahasan yang transparan dan akuntabel.
"Selain itu, dapat mempertimbangkan kearifan lokal, besaran ekonomi, dan penerimaan negara, serta serapan tenaga kerja dari IHT nasional beserta industri terkait lainnya," katanya dikutip Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (7/10).
Sulami menegaskan apabila pemerintah memaksakan dan tetap mengimplementasikan RPP Pengamanan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau, maka bisa dipastikan akan ada banyak IHT nasional yang bakal mengalami gulung tikar.
Dikatakannya, saat ini jumlah IHT di Jawa Timur mencapai 538 industri dengan jumlah buruh sebanyak 186 ribu atau 60 persen terhadap nasional yang mencapai 360 ribu tenaga kerja.
Adapun jumlah produksi rokok saat ini secara nasional sebesar 364 miliar batang per tahun.
"Dengan perjalanan waktu jumlah tersebut turun terus, pasti akan terjadi gulung tikar," katanya.
Merdeka.com
Di lain sisi, kata Sulami, keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan sudah sangat tepat dalam hal pengendalian.
Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan dalam RPP terkait pengaturan produk tembakau, sinergi antarkementerian dan lembaga adalah hal yang utama.
Menurut Nirwala, dalam pembahasan aturan pengendalian, ada 2 instrumen yang digunakan yaitu instrumen non-fiskal, dan fiskal. Untuk menghasilkan peraturan yang tepat, diperlukan kolaborasi antar kementerian terkait.
"Dalam hal RPP ini, sangat dibutuhkan sinkronisasi antara apa yang diatur dalam RPP dengan UU cukai yang sudah ada, agar tidak terjadi tumpang tindih," katanya.
Nirwala juga mengatakan sebelum menciptakan peraturan baru, seperti RPP terkait pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau ini, sebaiknya dipertanyakan mengenai aturan yang sudah ada sebelumnya, yaitu PP 109 Tahun 2012.