Cerita PSK Gang Dolly dan Brasil jelang piala dunia

Merdeka.com - Juni baru memasuki awal, beberapa momen dalam bulan ini banyak dinantikan. Ulang tahun Jakarta, piala dunia, penutupan Gang Dolly, dan masih banyak lagi. Namun, sayangnya untuk Gang Dolly sebagian besar hidung belang mungkin tak mengharapkannya terjadi.

Tak ada yang tak mengenal Gang Dolly, sebuah tempat prostitusi di lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara yang berada di kota Surabaya memang dikenal sejak zamannya kolonial Belanda. Gang Dolly akhir-akhir ini menjadi pembicaraan. Sebab, tinggal beberapa hari lagi, tepatnya 18 Juni mendatang Gang Dolly resmi ditutup untuk selamanya.

Hal ini berdasarkan keputusan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau akrab disapa Risma yang disokong oleh Pemprov, ulama, dan elemen masyarakat Madura yang mengacu pada Perda Nomor 7 tahun 1999, tentang larangan bangunan dijadikan tempat asusila, ingin mengangkat martabat kaum wanita, dan menyelamatkan generasi muda dari lingkungan lokalisasi.

Niat baik wanita yang dijuluki singa betina ini banyak mendapat perlawanan dari masyarakat sekitar, seperti mucikari, PSK, dan beberapa elemen masyarakat. Bahkan Wakil Wali Kota Whisnu Sakti Buana pun ikut menentang penutupan lokalisasi yang melegenda tersebut.

Alasannya klasik, masalah perut. Jika Surabaya disterilkan dari lokalisasi yang memiliki lebih dari 800 wisma esek-esek, kafe dangdut, dan panti pijat plus, bagaimana nasib perekonomian mereka?

Sebab, hampir setiap malam sekitar 9.000 lebih penjaja cinta, pelacur di bawah umur, Germo, ahli pijat siap menawarkan layanan kenikmatan kepada para pengunjung. Bagaimana nasib mereka yang menggantungkan hidup dari geliat prostitusi dan usaha yang sudah dijalankan turun-temurun dari generasi ke generasi tersebut?

Tentu persoalan seperti itu sudah dipikirkan Risma saat memutuskan untuk menutup Gang Dolly. Wali kota perempuan pertama di Surabaya itu tetap memperhatikan ekonomi para penghuni lokalisasi dengan memberi pesangon hingga mereka benar-benar mandiri. Mereka juga dilatih keterampilan sesuai bakat mereka masing-masing. Gang Dolly akan dialihfungsikan sebagai taman dan tempat berwira usaha bagi mereka yang telah dibina.

Cerita ini kontras dengan negara Brasil. Jika menjelang Ramadan, Surabaya tak lagi ada yang namanya Gang Dolly sebagai tempat lokalisasi, berbeda dengan Brasil yang jelang Piala dunia justru memberi pelatihan kepada penjaja seks komersial tersebut bagaimana menarik pelanggan dari luar negeri.

Geliat piala Dunia di Brasil 12 Juni mendatang, tentu mengundang banyak turis dari belahan dunia manapun mengunjunginya. Hal itu membuat Pekerja Seks Komersial (PSK) di Belo Horizonte, Brasil, mendapat kursus bahasa Inggris guna mempersiapkan diri bagaimana menarik pelanggannya yang merupakan pengunjung piala dunia dari negara lain.

Kursus bahasa Inggris bagi PSK tersebut diharapkan dapat membantu saat berkomunikasi kepada turis dari negara lain. Tidak hanya kemampuan menguasai bahasa International tersebut, PSK juga diberi pengetahuan tentang etika kepada pelanggan asing.