Fakta Baru, Dewan Kode Etik Temukan MoU DEMA UIN dengan Pinjol Senilai Rp160 Juta
Terkait dengan sanksi, pihaknya belum bisa menentukan. Namun ada dua kemungkinan, yakni sedang dan berat.
Mahasiswa tidak berhak untuk melakukan penandatanganan MoU apapun.
Fakta Baru, Dewan Kode Etik Temukan MoU DEMA UIN dengan Pinjol Senilai Rp160 Juta
Dewan Kode Etik Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said menemukan surat nota kesepahaman antara Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan pihak sponsorship pinjaman online (pinjol). Dalam surat tersebut, ditemukan nominal yang sangat fantastis. "Kami memperoleh data MoU antara mahasiswa dengan pihak sponsorship. Itu kompensasi Rp160 juta dari sponsor,” ujar Ketua Dewa Kode Etik UIN Raden Mas Said yang juga Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Prof Syamsul Bakri Wironagoro.Syamsul menandaskan, mahasiswa tidak berhak untuk melakukan penandatanganan MoU apapun. Terlebih perjanjian yang ada nominal di dalam nota kesepemahama yang dimaksud.
Dalam penyelenggaaraan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) sebenarnya juga telah dibiayai oleh universitas. "Untuk kegiatan PBAK semuanya ditanggung oleh universitas. Ada nominal yang besar sekali, ada fakultas yang nyari sponsorship sebesar itu. Itu kan rawan macam-macam, mengapa sponsorship bisa sebesar itu?" katanya.
Menurut Syamsul pihaknya juga memeperoleh informasi bahwa dari Fakultas Ilmu Teknik sudah ada sekitar 300 mahasiswa yang melakukan pendaftaran. Jumlah tersebut belum termasuk dari mahasiswa baru di fakultas yang lain. "Jumlah ini belum termasuk fakultas lain, tetapi pengakuannya kemarin 500-an, bisa lebih. Ya simpang siur, karena kita tidak memperoleh data yang pasti tentang itu, tetapi barusan laporan dari dekan FIT sudah 300-an. Kalau ada 500 ya ada 4 fakultas lagi, ya mungkin 1000-an lah lebih," jelas dia.Syamsul menyatakan apa yang dilakukan tersebut sudah melampaui batas wewenang. Apalagi mereka tidak menyampaikan adanya nota kesepakatan dengan pihak ketiga pada saat proses klarifikasi, maupun saat sebelum kerjasama dilakukan. "Kami dapatnya bukan dari DEMA lho ini, kami punya cara untuk meperoleh itu info MoU tadi, yang belum ketemmu proposalnya, belum dikasihkan," tandasnya.
Rapat Dewan Kode Etik, lanjut dia, dilakukan setelah badan tersebut dibentuk oleh Rektor UIN Raden Mas Said, Prof Mudhofir beberapa hari lalu. Terkait dengan sanksi, pihaknya belum bisa menentukan. Namun ada dua kemungkinan, yakni sedang dan berat. "Untuk ssnksi tidak semua panitia dikenakan. Sanksinya sedang atau berat, enggak mungkin ringan. Kalau cuma sanksi ringan itu enggak mungkin ada rapat kan," tegasnya.Ia mencontohkan untuk sanksi sedang dicutikan paksa, dan sanksi berat dilakukan DO (Drop off). Namun jika terkait organisasi bisa jadi seperti tututan mahasiswa, yakni dicopot sebagai ketua DEMA agar tidak ada langkah langkah lagi. Pada kasus tersebut, pihak kampus juga telah memanggil Presiden DEMA UIN Raden Mas Said untuk melakukan klarifikasi. Namun, terkait pemutusan sanksi yang akan dikenakan merupakan keputusan dari Dewan Kode Etik.
"Kita juga kasihan wong dia juga mahasiswa kita kan. Tapi di sisi lain banyak mahasiswa yang merasa dirugikan, protes lah macam-macam, termasuk yang demo kemarin. Menurut saya PBAK tetap harus lanjut, yang bersangkutan yang harus diberi sanksi," ucap dia.
merdeka.com
Protes keras dilakukan puluhan mahasiswa baru Universitas Islam Negeri (UIN) R Said Surakarta yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Independen ke kampus setempat Senin (7/8). Aksi ini didasari atas kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) yang diselenggarakan Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN RM Said Surakarta yang menggandeng aplikasi pinjaman online (pinjol). Para mahasiswa memprotes keras karena panitia penyelenggara mewajibkan mahasiswa baru sebagai peserta mendaftarkan akun pinjol.
Para mahasiswa memprotes keras karena panitia penyelenggara mewajibkan mahasiswa baru sebagai peserta mendaftarkan akun pinjol. Koordinator Aksi dari Aliansi Mahasiswa Independen, Kelvin Haryanto menilai tindakan DEMA tersebut menyalahi aturan. Karena mewajibkan mahasiswa baru mendaftar di aplikasi pinjol. "Ini salah, karena ke depannya akan menjadikan mahasiswa baru mempunyai pemikiran pragmatis akibat praktek pinjol ini. Nanti mahasiswa juga akan memiliki sifat konsumerisme secara cepat dan singkat," katanya.