Duduk Perkara Heboh UIN Surakarta Wajibkan Mahasiswa Baru Daftar Pinjol
Duduk Perkara UIN Surakarta Wajibkan Mahasiswa Baru Daftar Pinjol
UIN Surakarta bekerjasama dengan tiga penyedia pinjol sebagai sponsor ospek mahasiswa
Duduk Perkara UIN Surakarta Wajibkan Mahasiswa Baru Daftar Pinjol
Protes keras dilakukan puluhan mahasiswa baru Universitas Islam Negeri (UIN) R Said Surakarta yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Independen ke kampus setempat Senin (7/8).
Aksi ini didasari atas kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) yang diselenggarakan Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN RM Said Surakarta yang menggandeng aplikasi pinjaman online (pinjol).
Para mahasiswa memprotes keras karena panitia penyelenggara mewajibkan mahasiswa baru sebagai peserta mendaftarkan akun pinjol.
Koordinator Aksi dari Aliansi Mahasiswa Independen, Kelvin Haryanto menilai tindakan DEMA tersebut menyalahi aturan. Karena mewajibkan mahasiswa baru mendaftar di aplikasi pinjol. ”Ini salah, karena ke depannya akan menjadikan mahasiswa baru mempunyai pemikiran pragmatis akibat praktek pinjol ini. Nanti mahasiswa juga akan memiliki sifat konsumerisme secara cepat dan singkat,” katanya.
Menurutnya, hal tersebut buruk karena pinjol memberikan uang pada nasabahnya secara singkat, bahkan hanya dalam waktu lima menit.
"Ini yang kami takutkan, menjadikan sesuatu yang buruk," tegas Kelvin.
Pihaknya menuntut rektorat agar membubarkan Dewan Mahasiswa. Apalagi dalam penyelenggaraan acara PBAK tidak berkoordinasi secara langsung dengan rektorat dan civitas akademika terkait kerja sama dengan pinjol tersebut. "UIN Surakarta ini seharusnya memahami apa arti riba. Bahkan bisa sampai 50 persen (bunganya). Ini riba sekali,” tegasnya.Presiden Mahasiswa (Presma) DEMA UIN RM Said Surakarta mengklarifikasi kegiatan tersebut hanya sebatas untuk memberikan edukasi pada mahasiswa. Presma UIN RM Said Ayuk Latifah membantah kegiatan tersebut merupakan komersialisasi dan penyalahgunaan data.
Kerja Sama dengan 3 Aplikasi
Menurut dia, kerjasama dengan aplikasi pinjol tersebut belum dikoordinasikan dengan pihak kampus. Ada tiga aplikasi yang dilibatkan sebagai sponsorship pendanaan kegiatan PBAK 2023 tersebut. "Biasanya kegiatan Festival Budaya mendapatkan pendanaan dari kampus yang bersumber dari Kementerian Agama. Tapi untuk Festival Budaya ini, kami harus mencari sendiri. Dan ini (kerja sama dengan tiga aplikasi), sifatnya tidak mengikat," jelasnya.
Terkait sistem kerja sama yang dilakukan, Ayuk menjelaskan besaran dana sponsorship yang diterima akan dihitung berdasarkan akun mahasiswa yang sudah aktif. Hanya saja, DEMA mengaku belum mendapat keuntungan dari kerja sama ini. "Ada 3.000 mahasiswa yang melakukan registrasi, tapi ada 500 mahasiswa yang tidak lolos. Dan akhirnya hanya 2.000 mahasiswa yang tercatat,” katanya lagi.Kerja Sama untuk Literasi?
Ayuk menjelaskan, kerja sama tersebut murni hanya sebagai literasi keuangan. Mahasiswa baru yang menjadi peserta PBAK tidak diwajibkan melakukan registrasi. ”Yang jelas kami hanya mengedukasi, bukan instruksi. Kami mengedukasi, bahwa lembaga ini resmi dan diakui oleh OJK dan undang-undang. Berkaca juga, saat ini banyak mahasiswa yang terjerat pinjol,” bebernya.
Apa Kata OJK?
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo Eko Yunianto menyoroti adanya kasus mahasiswa baru yang menjadi peserta dalam PBAK. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Rektorat UIN RM Said terkait hal ini. Eko mengatakan sebenarnya adanya pendidikan untuk literasi inklusi keuangan diperlukan. Termasuk literasi keuangan bagi para mahasiswa baru.
"Saya sebenarnya mendukung adanya kegiatan yang bertujuan mengedukasi mahasiswa baru tentang keuangan. Tapi siapapun yang mengunduh atau mendaftar pinjaman online, harus memperhatikan mengenai legalitas produknya. Termasuk mengenali produk hingga mengenali risiko,"
katanya.
"Pengunduh juga harus memperhatikan mengenai kebutuhannya. Sehingga pinjamannya harus bersifat produktif, dan jangan lupa membayar tepat waktu. Jangan sampai gali lubang tutup lubang,”
sambung Eko Yunianto
merdeka.com
Namun terkait adanya penggiringan yang mewajibkan mahasiswa baru untuk mendaftar pinjaman online, sejauh ini OJK tidak mengaturnya. Sebab OJK selama ini hanya meminta agar industri melakukan edukasi dengan baik terkait sosialisasi produk. OJK juga melarang industri keuangan memaksakan kepada nasabah terkait produknya. Sebab dalam penggunaan produk keuangan, nasabah harus paham mengenai produk dan risikonya.
"Kalau dari OJK sendiri hanya mengatur mengenai industri keuangan dari sisi edukasinya. Tidak boleh melakukan pemaksaan pada masyarakat untuk menggunakan produknya,"
pungkas Eko.
merdeka.com