Hakim MK: Endorsment Jokowi ke 02 Tidak Langgar Hukum, Tapi Tak Etis
Endors Jokowi dinilai Majelis sebagai masalah etik karena dilakukan seorang presiden yang menjadi citra negara.
Endors Jokowi dinilai Majelis sebagai masalah etik karena dilakukan seorang presiden yang menjadi citra negara.
Hakim MK: Endorsment Jokowi ke 02 Tidak Langgar Hukum, Tapi Tak Etis
Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024.
Hakim MK Ridwan membacakan dalil pemohon terkait endorsement Presiden Joko Widodo ke Palson 02.
Ridwan menyebut endors Jokowi buka merupakan tindakan melanggar hukum.
“Dari sisi hukum positif mengenai pemilu, saat ini, pola komunikasi pemasaran juru kampanye yang melekatkan citra dirinya kepada kandidat/paslon tertentu, bukanlah tindakan yang melanggar hukum,” tutur Ridwan.
Meski demikian, endors Jokowi dinilai Majelis sebagai masalah etik karena dilakukan seorang presiden yang menjadi citra negara.
“Namun, endorsement atau pelekatan citra diri demikian, sebagai bagian dari teknik komunikasi persuasif, potensial menjadi masalah etika manakala dilakukan oleh seorang presiden yang notabene dirinya mewakili entitas negara, di mana seharusnya presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral, dalam ajang kontestasi,” bebernya.
Ridwan menyebutkan, bahwa presiden harus mampu menahan diri dari endors salah satu paslon, sebab hal akan membuat masyarakat menilai Jokowi sebagai juru kampanye 02.
“Bahwa menurut mahkamah, mutlak diperlukan kerelaan presiden petahana untuk menahan/membatasi diri dari penampilan di muka umum yang dapat diasosiasikan / dipersepsikan oleh masyarakat sebagai dukungan bagi salah satu kandidat atau paslon dalam pemilu,” tuturnya.
Meski melanggar etis ataupun moral, Ridwan menyebut mahkamah tidak berwenang memberi sanksi hukum pada Presiden.
“Namun kerelaan adalah wilayah moralitas, etis, ataupun fatsun, sehingga posisi yang berlawanan dengannya, yaitu ketidakrelaan, tentunya tidak dapat dikenakan sanksi hukumc kecuali apabila wilayah kerelaan demikian telah terlebih dahulu dikonstruksikan sebagai norma hukum larangan oleh pembentuk undang-undang,” pungkasnya.