Istana: Tidak Benar Anggaran BMKG Terkena Efisiensi 50 Persen
Efisiensi yang sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto adalah menghilangkan lemak-lemak dalam belanja APBN.

Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi membantah anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen. Menurutnya, mitigasi bencana merupakan layanan untuk publik yang dipastikan tetap optimal.
"Tidak benar anggaran BMKG terkena efisiensi sebesar 50 persen. Silahkan cek lagi ke BMKG untuk data terbaru," kata Hasan kepada wartawan, Selasa (11/2).
Hasan menjelaskan, efisiensi yang sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto adalah menghilangkan lemak-lemak dalam belanja APBN. Namun, tetap tidak mengurangi otot.
"Tenaga pemerintah dan kemampuan pemerintah tidak akan berkurang karena pengurangan lemak ini," jelasnya.
Empat Kriteria Tidak Terkena Efisiensi
Hasan menerangkan, ada 4 kriteria yang tidak terkena efisiensi yaitu Gaji Pegawai, Layanan Dasar Prioritas Pegawai, Layanan Publik, dan Bantuan Sosial.
"Jadi mitigasi bencana merupakan layanan publik yang dipastikan optimal," ucapnya.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus mendorong efisiensi anggaran di sejumlah kementerian dan lembaga demi dalih agar belanja negara lebih berdampak langsung bagi masyarakat.
Salah satu lembaga yang terkena efisiensi anggaran adalah Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), di mana efisiensi anggaran ini sudah disepakati di Komisi V DPR RI.
Efisiensi Anggaran di Kementerian dan Lembaga
Dalam rapat pada Kamis 6 Februari 2025 itu,mengumumkan bahwa pagu indikatif APBN 2025 hasil efisiensi yang disahkan untuk BMKG adalah senilai Rp1,403 triliun dari sebelumnya senilai Rp2,826 triliun, kemudian untuk Basarnas Rp1,011 triliun dari sebelumnya Rp1,497 triliun.
Selain itu, Komisi V DPR RI juga menyepakati besaran APBN 2025 setelah dilakukan efisiensi untuk Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (DPDT), dan Kementerian Transmigrasi.
Ketua Komisi V DPR RI yang juga Politikus PDIP Lasarus berdalih, pagu indikatif ini harus dilakukan karena sudah diatur dalam tata tertib dan juga sudah ditetapkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 dan diperkuat Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
"Pagu indikatif itu kewenangan penuh pemerintah, ya, itu sudah pakem, makanya ada Inpresnya dan turun surat dari Menteri Keuangan. Setelah disahkan pagu indikatifnya kita akan rapat khusus dengan kementerian dan lembaga terkait, yang kemudian diperdalam lagi programnya dengan eselon 1-3," jelas dia.
Sementara, Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin mengatakan, pihaknya secara prinsip mendukung dan mengikuti arahan efisiensi anggaran sebagaimana Instruksi Presiden Prabowo.
Namun, kata dia, pemotongan anggaran tersebut berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk terhadap pemeliharaan yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2025.
Dia menjelaskan bahwa terdapat batas minimum anggaran yang perlu dipenuhi untuk memastikan layanan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Geofisika, serta modifikasi cuaca yang andal bagi masyarakat serta mendukung kebijakan nasional di sektor kebencanaan dan ketahanan iklim.
BMKG menilai efisiensi anggaran ini berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati karena kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71 persen, sehingga observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami juga terganggu.