Kejagung Belum akan Periksa Brigjen Mukti Juharsa Sebagai Saksi Kasus Korupsi Timah, Ini Alasannya
Nama Brigjen Mukti Juharsa diduga terlibat kasus korupsi timah saat menjabat Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Bangka Belitung.
Kejakasaan Agung (Kejagung) buka suara perihal nama Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Mukti Juharsa yang disebut saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi komoditi timah untuk terdakwa Harvey Moeis.
Nama Mukti Juharsa diungkapkan Ahmad Syahmadi, mantan General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016—2020 dan 2022—2023, yang saat itu menjabat Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Bangka Belitung mengumumkan pembagian kuota bijih timah yang disepakati untuk PT Timah sebesar 5 persen diumumkan di grup WhatsApp yang bernama New Smelter.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan pemanggilan sejumlah nama dalam persidangan belum sebagai Saksi belum akan dilakukan. Saksi yang dipanggil dalam kasus tersebut merupakan yang ada dalam berkas perkara.
"Saksi yang dipanggil adalah saksi yang ada dalam berkas perkara. Yang bersangkutan tidak ada dalam berkas perkara," ucap Harli saat dihubungi merdeka.com, Jumat (23/8).
Kendati nama Mukti tidak ada dalam berkas perkara kasus korupsi timah yang menjerat Harvey, menurut Harli, masih ada peluang menghadirkan jenderal polisi berpangkat bintang satu itu di muka sidang.
"Majelis Hakim dapat memerintahkan penuntut umum utk menghadirkan saksi tambahan dalam pembuktian. (Vide Pasal 152, 160 KUHAP)," ujar Harli.
Polri Limpahkan ke Kejaksaan
Dihubungi terpisah, Kadiv Propam Mabes Polri, Irjen Pol Abdul Karim juga turut merespons akan nama Mukti disebut-sebut dalam siding perkara korupsi timah. Pihak Propam Mabes Polri, Abdul Karim menyerahkan hal tersebut ke pihak Kejagung.
"Itu ranah peradilan, dan wewenang kejaksaan," ucap Abdul Karim.
Saksi Kasus Korupsi Timah Ungkap Peran Brigjen Mukti Juharsa
Diberitakan sebelumnya, saksi kasus dugaan korupsi timah, Ahmad Syahmadi, mengatakan PT Timah Tbk. sempat meminta jatah sebesar 50 persen bijih timah dari kuota ekspor lima smelter swasta yang melakukan pertambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Ahmad, mantan General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016—2020 dan 2022—2023, menyebutkan permintaan tersebut diajukan karena kelima smelter telah diberikan persetujuan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) agar bisa melakukan kegiatan penambangan.
"Namun, akhirnya kuota yang disepakati sebesar 5 persen dalam forum komunikasi di grup WhatsApp," ujar Ahmad dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (22/8).
Kelima smelter swasta dimaksud, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Ahmad menjelaskan bahwa pembicaraan mengenai pembagian kuota bijih timah dilakukan terakhir kali sebelum kesepakatan dalam pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta, yang dihadiri oleh perwakilan dari PT Timah dan kelima smelter.
Dalam pertemuan itu, kata dia, terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT turut hadir beserta 24 orang lainnya yang mewakili kelima smelter. Selain itu, hadir pula mantan Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman dan mantan Kapolda Bangka Belitung Saiful Zuhri.
Namun, karena kondisi pertemuan kurang kondusif, Ahmad mengaku meminta izin pulang terlebih dahulu. Selang sehari setelah pertemuan, barulah kuota bijih timah yang disepakati untuk PT Timah sebesar 5 persen diumumkan di grup WhatsApp yang bernama New Smelter.
"Pengumuman disampaikan oleh mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Bangka Belitung Mukti Juharsa yang merupakan admin grup itu," tutur Ahmad.
Ahmad bersaksi pada kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah pada tahun 2015—2022, yang menyeret Harvey sebagai salah satu terdakwa.