Kongres AJI: Intimidasi Jurnalis Peliput Isu Lingkungan Masif
Pada Juli 2023 misalnya, seorang jurnalis media asing yang meliput penambangan nikel di Halmahera Tengah menjadi korban intimidasi petugas keamanan perusahaan.
Ketua Panitia Kongres XII AJI Mahdi Muhammad menyebut, tema 'menjaga kebebasan pers untuk keadilan iklim dan demokrasi'
Kongres AJI: Intimidasi Jurnalis Peliput Isu Lingkungan Masif
Konferensi Kebebasan Pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyoroti ancaman serius terhadap jurnalis peliput isu lingkungan yang berpotensi meningkat. Hal ini penting diangkat ke permukaan karena mengancam kebebasan pers.
Bertepatan dengan Hari Kebebasan Pers Dunia yang diperingati setiap 3 Mei, konferensi tersebut menjadi bagian dari Kongres XII AJI yang berlangsung di Palembang, pada 3-5 Mei 2024. Kegiatan ini dihadiri lebih dari 500 peserta dari jurnalis, pers mahasiswa, akademisi, pengelola media, NGO, dan kedutaan sejumlah negara.
AJI mempertemukan jaringan organisasi jurnalis di Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja, dan Timor Leste.
Pembahasan menyangkut hubungan antara krisis iklim, demokrasi dan kebebasan pers untuk mempererat solidaritas di tengah kesamaan ancaman internal dan eksternal di masing-masing negara, terlebih serangan terhadap pers semakin masif dalam bentuk regulasi yang represif, kekerasan, dan penyensoran.
Ketua Panitia Kongres XII AJI Mahdi Muhammad menyebut, tema 'menjaga kebebasan pers untuk keadilan iklim dan demokrasi' dipilih karena perubahan iklim menjadi isu yang menarik perhatian publik.
Banyak konferensi iklim yang belum menghasilkan tindakan signifikan dalam mengurangi atau bahkan menghentikan pemanasan global.
Menurut Mahdi, bumi semakin panas, permukaan air laut semakin tinggi, penggundulan hutan semakin parah, dan banjir di mana-mana. Persoalan tersebut berdampak pada kehidupan manusia.
Upaya mengurangi dampak perubahan iklim, misalnya dengan beralih ke kendaraan listrik tidak serta merta mengurangi permasalahan lingkungan. Masalahnya, penambangan besar-besaran terjadi dan berdampak pada lingkungan dan masyarakat.
"Saat masyarakat adat menuntut haknya supaya lingkungannya tidak terganggu, mereka akan berhadapan dengan politisi, pengambil kebijakan, dan pebisnis," ungkap Ketua Panitia Kongres XII AJI Mahdi Muhammad seperti dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Jumat (3/5).
Jurnalis kemudian terjun ke lapangan untuk meliput dan melaporkannya. Harapannya, pemerintah memperhatikan keseimbangan antara pembangunan dan menjaga kelestarian lingkungan, tidak hanya kepentingan generasi saat ini, melainkan generasi mendatang.
Namun, jurnalis justru mengalami pelecehan, intimidasi, dan ancaman karena pemberitaan mereka dianggap meresahkan. Ancaman tersebut tidak hanya sekadar ancaman verbal, tapi juga melalui berbagai peraturan dan ancaman pembunuhan.
Data reporter Without Borders atau RSF hingga tahun 2020 menunjukkan terdapat 53 pelanggaran dan ancaman terhadap jurnalis yang meliput isu lingkungan hidup. Dalam beberapa dekade terakhir, 20 jurnalis tewas saat meliput isu lingkungan dan 10 orang di antaranya meninggal dunia pada periode 2015-2020.
Di Indonesia serangan terjadi dalam bentuk pelecehan atau intimidasi. Pada Juli 2023 misalnya, seorang jurnalis media asing yang meliput penambangan nikel di Halmahera Tengah menjadi korban intimidasi petugas keamanan perusahaan tambang.
"Data AJI pada 2023 menggambarkan 15 jurnalis Indonesia mendapat intimidasi karena meliput isu lingkungan hidup. Kami yakin tren intimidasi berpotensi meningkat,” kata Mahdi.
Sehari sebelum Konferensi Kebebasan Pers, AJI menggelar Indonesia Fact Checking Summit (IFCS). Ini merupakan forum nasional yang membahas tren gangguan informasi, artificial intelligence, dan ekosistem media selama Pemilu 2024.
Berbagai rangkaian acara Konferensi Kebebasan Pers dapat diakses melalui website: www.kongres12aji.com. Kegiatan ini juga disiarkan secara daring melalui YouTube AJI Indonesia.