Gonjang-ganjing RUU Penyiaran, Begini Aksi Jurnalis Jember dan Lumajang Tolak Aturan yang Mengancam Kebebasan Pers
Sebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers
Sebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers
Gonjang-ganjing RUU Penyiaran, Begini Aksi Jurnalis Jember dan Lumajang Tolak Aturan yang Mengancam Kebebasan Pers
RUU Penyiaran yang tengah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menuai kritik keras dari berbagai pihak karena dinilai mengancam kebebasan pers. Mengutip pernyataan Remotivisi, RUU ini mengancam keberagaman konten dan kreativitas di ruang digital di Indonesia.
Pasal Bermasalah
Pertama, pasal 56 ayat 2 RUU Penyiaran mengancam kebebasan pers karena melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Pasal ini dapat menghambat upaya jurnalis mengungkap kebenaran dan menyampaikan informasi yang independen bagi masyarakat.
Kedua, RUU Penyiaran memberi wewenang terlalu luas kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang selama ini mengawasi penyiaran seperti TV dan radio. RUU Penyiaran pasal 1 ayat 9 dan 17 menunjukkan KPI akan diberikan tanggung jawab mengawasi konten digital juga.
Ketiga, RUU ini memberlakukan larangan-larangan berlebihan terhadap konten digital. Seperti larangan menampilkan konten yang mengandung unsur kekerasan, mistis, dan konten yang berhubungan dengan rokok, narkotika, serta gaya hidup negatif.
Aturan ini berpotensi menyebabkan sensor berlebihan dan pembatasan terhadap keberagaman konten seperti produk film yang tayang di Netflix, Disney+, Vidio, dan lain sebagainya.
Salah satu pihak yang akan terdampak pasal karet ini adalah kreator konten. Kendati di dalam RUU Penyiaran tidak disebutkan secara eksplisit, namun Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis, dalam pembahasan ini mengatakan bahwa live streaming maupun rekaman, podcast dan sebagainya itu menjadi satu sama dengan isi siaran TV. RUU Penyiaran
Masa Gelap Pers
Mengutip Instagram @aji.indonesia, LBH Pers dan AJI Jakarta menilai revisi UU Penyiaran akan membawa masa depan jurnalisme di Indonesia menuju masa kegelapan. UU Penyiaran dianggap sebagai cara pemerintah melakukan kontrol berlebih terhadap ruang gerak warga.
Aksi Jurnalis Jawa Timur
Jurnalis di berbagai daerah menggelar aksi daring maupun luring untuk memprotes RUU Penyiaran, termasuk para jurnalis di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Puluhan jurnalis yang tergabung dalam organisasi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Wartawan Lumajang (IWL) dan komunitas wartawan lainnya menggelar aksi protes terhadap RUU Penyiaran. Mereka kompak menutup mulut dengan lakban hitam di alun-alun Kabupaten Lumajang, Jumat (17/5/2024).
"Menutup mulut dengan lakban sebagai gambaran upaya pembungkaman terhadap pers melalui RUU Penyiaran," jelas Ketua PWI Lumajang Mujibul Choir di kabupaten setempat, Jumat (17/5), dikutip dari ANTARA.
Ketua IJTI Lumajang Wawan Sugiarto menambahkan, revisi RUU Penyiaran juga bertentangan dengan UU Pers.
"Larangan penayangan hasil peliputan jurnalisme investigasi mengancam kebebasan pers, sehingga kami tegas menolak RUU Penyiaran," jelas Sekretaris IJTI Tapal Kuda, Mahfud Sunardji di Jember, dikutip dari ANTARA.
Revisi RUU Penyiaran juga menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa pers diselesaikan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Menurut para jurnalis Jember, hal ini tumpang tindih dengan kewenangan Dewan Pers.
"Hal itu akan memberangus peran Dewan Pers sebagai lembaga independen yang menyelesaikan sengketa pers. RUU Penyiaran akan tumpang tindih dengan UU Pers," imbuh Mahfud.