Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Sejumlah pasal tersebut berpotensi dapat membatasi kinerja wartawan dalam pemberitaan hingga terjadinya pasal karet.
Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Revisi Rancangan Undang-Undang Penyiaran menuai banyak kontroversi khususnya di kalangan insan media. Badan Legislatif (Baleg) DPR RI saat ini tengah merevisi UU Penyiaran No 32 tahun 2002.
Sejumlah pasal tersebut berpotensi dapat membatasi kinerja wartawan dalam pemberitaan hingga terjadinya pasal karet.Salah satu pasal yang paling kontroversial yakni pada revisi UU Penyiaran Pasal 42 ayat mengatur tentang muatan jurnalistik penyiaran.
Pada ayat 1 mengatur tentang 'muatan isi jurnalistik dalam isi siaran lembaga penyiaran harus seusia dengan P3, SIS, dan ketentuan peraturan perundang-undangan'.
Sementara di ayat 2 untuk sengeketa kegiatan jurnalistik sudah tidak lagi melalui Dewan Pers, melainkan diambil alih oleh KPI.
"Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan Jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan peraturan perundang-undangan," tulis pasal 42 Ayat 2 RUU Penyiaran.
merdeka.com
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, yang saat ini sedang bergulir di DPR RI.
Menurut Pengurus Nasional AJI Indonesia Bayu Wardhana pada pasal tersebut peluang tumpang tindih kewenangan dalam penyelesaian sengketa jurnalistik antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dewan Pers.
Hal itu ada dalam pasal 25 ayat q yakni menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran dan pasal 127 ayat 2, di mana penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Padahal selama ini kasus sengketa jurnalistik di penyiaran selalu ditangani oleh Dewan Pers. Draf RUU Penyiaran mempunyai tujuan mengambil alih wewenang Dewan Pers dan akan membuat rumit sengketa jurnalistik," tegas dia.
Bayu meminta pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers, harus dihapus dari draf RUU itu.
Menurut dia, jika hendak mengatur karya jurnalistik di penyiaran, sebaiknya merujuk pada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.