Mahfud MD Sentil Keras Vonis 6,5 Tahun Harvey Moeis: Tak Logis!
Putusan itu lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 12 tahun penjara.
Ramai kritik vonis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor terhadap Harvey Moeis yang hanya diganjar 6,5 tahun penjara. Padahal, fakta persidangan menyebut Harvey terbukti melakukan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) secara berjemaah sebesar Rp300 triliun.
Putusan itu lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 12 tahun penjara. Salah satu kritikan datang dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
"Tak logis, menyentak rasa keadilan. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU Rp300 T. Oleh jaksa hanya dituntut 12 tahun penjara dengan denda 1 M dan uang pengganti hanya dengan Rp210 M. Vonis hakim hanya 6,5 tahun plus denda dan pengganti dengan total Rp212 M. Duh Gusti, bagaimana ini?" tulis Mahfud MD dalam akun X miliknya seperti dikutip merdeka.com, Kamis (26/12).
Alasan Hakim
Akibat perbuatan Harvey Moeis dkk, negara mengalami kerugian mencapai Rp300.003.263.938.131,14 atau Rp300 triliun. Atas hal itu disimpulkan bahwa unsur yang dapat merugikan negara telah terpenuhi dalam perbuatan Harvey Moeis.
Majelis hakim menilai Harvey Moeis telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.
"Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan, dan pidana denda sejumlah Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, di ruang sidang, Senin, 23 Desember 2024.
Majelis hakim juga memerintahkan Harvey Moeis untuk membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut Harvey Moeis tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Namun, jika tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Harvey Moeis dipidana penjara selama 2 tahun.
Putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang menuntut Harvey Moeis dipenjara selama 12 tahun.
Hakim beralasan tuntutan jaksa terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah.
"Menimbang bahwa tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap Harvey Moeis, majelis hakim mempertimbangkan tuntutan pidana penjara tersebut terlalu berat jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologi perkara itu," kata Eko.
Eko menjelaskan, kasus yang menimpa Harvey Moeis berawal dari kondisi PT Timah Tbk selaku pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) penambangan timah di wilayah Bangka Belitung sedang berusaha untuk meningkatkan produksi timah dan meningkatkan penjualan ekspor timah.
Di lain pihak, kata Eko, ada perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung yang juga sedang berusaha meningkatkan produksinya. Salah satu smelter tersebut PT Refined Bangka Tin (RBT).
"Bahwa terdakwa bila dikaitkan PT RBT jika ada pertemuan dengan PT Timah Tbk terdakwa tampil mewakili, dan atas nama PT RBT namun terdakwa tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT. Selain itu, terdakwa juga tidak masuk komisaris, tidak masuk direksi serta bukan pemegang saham," ujar Eko.
Eko mengatakan, terdakwa beralasan hanya bermaksud membantu temannya yaitu Direktur Utama PT RBT Suparta karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan.
Selain itu, kata Eko, Harvey Moeis bukan pengurus PT RBT sehingga terdakwa bukan pembuat keputusan kerja sama antara PT Timah Tbk dan PT RBT. Begitu pula terdakwa tidak mengetahui administrasi dan keuangan baik dari PT RBT maupun PT Timah Tbk.
"Bahwa dengan keadaan tersebut terdakwa tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama PT Timah Tbk dan PT RBT maupun dengan pengusaha smelter perusahaan timah lainnya," ujar Eko.
Menurut Eko, PT Timah Tbk dan PT RBT bukan penambang ilegal. Kedua perusahaan itu memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan lzin Usaha Jasa Pertambangan atau IUJP.
"Pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya ribuan orang," ujar dia.
Karena itu, majelis hakim berpendapat tuntutan pidana yang diajukan JPU terhadap terdakwa Harvey Moeis, Suparta dan Reza Andriyansyah terlalu tinggi. "Dan harus dikurangi," ucap hakim Eko.