Mantan Direktur Umum Pertamina jadi Tersangka Korupsi Kasus Pembelian Lahan, Rugikan Negara Rp348 Miliar
Berdasarkan perhitungan sementara pihak Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, korupsi ditelan Luhur mencapai ratusan miliar.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipidkor) Bareskrim Mabes Polri menetapkan mantan Dirut Pertamina, Luhur Budi Djatmiko sebagai tersangka kasus korupsi pembelian lahan PT Pertamina (Persero) periode 2013-2014.
"Menetapkan saudara LBD selaku Direktur Umum PT. Pertamina (Persero) tahun 2012 sampai dengan 2014 sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pembelian tanah oleh PT. Pertamina (Persero) yang berlokasi di Komplek Rasuna Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan milik PT. SP dan PT. BSU sebanyak empat lot yang terdiri dari 23 bidang tanah seluas 48.279 meter persegi yang terjadi pada tahun 2013 sampai dengan 2014," ungkap Wadirtipidkor Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Arief Adiharsa melalui keterangannya, Rabu (6/11).
Arief menjelaskan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), PT Pertamina telah mengalokasikan Rp2 triliun untuk pembelian tanah di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan. Lahan itu nantinya akan dibangun gedung Pertamina Energy Tower (PET) sebagai perkantoran PT. Pertamina (Persero) serta seluruh anak perusahaannya.
Lahan tersebut kemudian telah dilakukan pembelian tanah sebanyak empat lot, terdiri dari 23 bidang tanah dengan total luas sebesar 48.279 meter persegi dari PT SP dan PT BSU.
Untuk harga yang ditawarkan oleh kedua perusahaan tersebut untuk permeter perseginya ditaksir Rp35 juta dan belum termasuk pajak dan jasa Notaris PPAT. Namun dalam proses pembelian tersebut ada proses markup harga, alhasil harga lahan yang dibeli mencapai Rp1,6 triliun.
Berdasarkan perhitungan sementara pihak Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, korupsi ditelan Luhur mencapai ratusan miliar.
"Bahwa hasil perhitungan kerugian keuangan negara sebagaimana yang diterbitkan oleh BPK RI adalah berjumlah Rp348.691.016.976," beber Arief.
Atas perbuatannya, mantan Dirut Pertamina disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Melalui keterangan tertulis, VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menyampaikan, Pertamina menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Bareskrim Polri terkait penetapan status hukum mantan direksi Pertamina.
“Dapat kami sampaikan bahwa kasus tersebut terjadi pada tahun 2012-2014 yang lalu. Pertamina berharap proses hukum dapat berjalan sesuai aturan berlaku,” jelas Fadjar Djoko.
Dia menegaskan, dalam menjalankan operasional perusahaan, Pertamina senantiasa berkomitmen untuk mengelola bisnis dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. “Sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG),” tegasnya.