Ma'ruf Amin Hadiri Harlah 1 Abad Al Falah Ploso, Sebut Pabriknya Para Kiai
Ma'ruf Amin menuturkan, Pesantren Al Falah merupakan pabriknya para kiai. Dari sini lahir banyak kiai yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri menggelar acara puncak peringatan harlah 100 tahun, Rabu (1/1) malam. Sejumlah tokoh penting hadir dalam acara tersebut, termasuk Wakil Presiden RI ke-13 KH Ma'ruf Amin.
Ma'ruf Amin menuturkan, Pesantren Al Falah merupakan pabriknya para kiai. Dari sini lahir banyak kiai yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Pondok ini adalah salah satu bukti nyata bahwa perjuangan ulama tidak pernah sia-sia. Pesantren Al Falah adalah pabriknya kiai sejak 100 tahun lalu. Dan produk kiai itu telah membuat pabrik-pabrik lagi. Semoga Al Falah terus menjadi mercusuar ilmu dan dakwah," kata Ma'ruf Amin di Kediri.
Acara ini menjadi puncak dari serangkaian kegiatan besar yang dilaksanakan untuk memperingati perjalanan 1 abad pondok pesantren, yang telah berkontribusi signifikan bagi pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia.
Kegiatan ini mengajak seluruh hadirin untuk merefleksikan perjuangan para pendiri pesantren, khususnya KH Ahmad Djazuli Utsman dan Nyai Hj Rodliyah, dalam mendirikan dan mengembangkan Al Falah Ploso selama satu abad terakhir.
Pra-acara pada pukul 19.15 WIB menyuguhkan pengajian Kitab Hikam yang disampaikan KH Nurul Huda Djazuli sebagai pengingat, kitab-kitab yang diajarkan di Al Falah memiliki sanad langsung dari ulama besar seperti Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari.
Acara resmi dimulai pukul 20.15 WIB, dibuka dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh Tajuddin Faqih dan Ma'sum. Sambutan disampaikan oleh Gus H M Ma'mun atas nama keluarga besar pesantren dan panitia harlah 1 abad.
"Perjuangan Mbah Yai Djazuli dan Nyai Rodliyah menjadi inspirasi bagi kita semua. Seratus tahun bukan waktu yang singkat, namun ini baru awal dari perjalanan panjang khidmah pesantren untuk bangsa. Peringatan 1 abad ini adalah refleksi perjalanan bagi kami generasi penerus agar tetap istiqomah," ujar Gus Ma'mun selaku Ketua Umum 1 Abad Al Falah.
Dalam puncak acara 1 abad ini, Ponpes Al Falah Ploso juga memberikan apresiasi yang dikemas dalam Al Falah Award yang diberikan dalam beberapa kategori.
1. Tokoh Inspiratif: Penghargaan diberikan kepada Kyai Ma'ruf Kedunglo dan Kyai Mu'in Durenan, yang diserahkan langsung oleh Gus Umar Faruq dan Nyai Hj. Lailatul Badriyah.
2. Sanad Keilmuan: Pondok-pondok pesantren yang memiliki hubungan erat dengan Al Falah, seperti PP Gondanglegi, PP Sono Sidoarjo, dan PP Tebuireng, menerima penghargaan ini.
3. Pesantren Sahabat: PP Lirboyo Kediri mendapatkan penghargaan ini atas hubungan historis dan eratnya kerja sama antarpondok.
4. Alumni Generasi Terpanjang: Diberikan kepada Kiai Jajuli Wonosobo dan Kiai Mahalli Blitar sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi mereka.
5. Khodimul Ma'had Berdedikasi Tinggi diberikan kepada tiga tokoh penting yang telah menunjukkan dedikasi luar biasa dalam pengabdian mereka kepada pesantren. Penerima penghargaan ini adalah KH. Ashfar Bushoir, KH. Arsyad Bushoir, dan KH Ardani Ahmad.
Sementara itu Ketua PBNU KH Yahya Kholil Staquf yang datang lebih awal menyampaikan, atas nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menghanturkan selamat 100 tahun pondok pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri.
"Telah 100 tahun pondok pesantren yang didirikan oleh Kiai Ahmad Djazuli Utsman mempersembahkan khidmah paripurna menjadi sandaran barokah ilmu bagi santri-santrinya. Meninggalkan jejak jejak berskala peradaban yang luar biasa.Masyarakat ahlusunnah wal jamaah dan jamiah Nahdlatul Ulama berhutang besar pada jasa jasa ponpes Al Falah Ploso Mojo Kediri ini dan para masayikhnya. Semoga keberkahan Al Falah dilanggengkan oleh Allah SWT," kata Gus Yahya.
Pondok Pesantren Al Falah Ploso berdiri kokoh sejak 1 Januari 1925. Pesantren ini merupakan buah perjuangan luar biasa dari pasangan suami istri KH Djazuli Utsman dan Nyai Hj Rodliyah.
Keduanya dikenal sebagai sosok visioner yang mendedikasikan hidup untuk pendidikan Islam dan pengembangan pesantren.
Perjalanan Hidup KH Djazuli Utsman
KH Djazuli Utsman lahir pada 16 Mei 1900 di Kediri. Ia berasal dari keluarga religius, putra Raden Mas Muhammad Utsman, seorang penghulu di Ploso, dan Mas Ajeng Muntaqinah, keturunan mubaligh. Sejak kecil, Djazuli dikenal cerdas dan disiplin, terbukti dari pendidikannya yang meliputi Sekolah Rakjat, MULO, HIS, hingga Sekolah Kedokteran Pribumi (STOVIA) di Batavia.
Namun, nasihat dari KH Muhammad Ma'ruf, seorang ulama dari Kedunglo, Kediri, mengubah arah hidupnya. Dia disarankan untuk meninggalkan pendidikan formal dan mendalami ilmu agama di pesantren.
Sebagai anak yang berbakti, Djazuli mengikuti saran tersebut dan memulai perjalanan panjang menuntut ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain, termasuk di Gondanglegi (Nganjuk), Pesantren Sono (Sidoarjo), Sekarputih (Nganjuk), hingga Tebuireng (Jombang) di bawah asuhan Hadratus Syekh KH Hasyim Asya’ri.
Perjalanan intelektual Djazuli tidak hanya di Tanah Air. Pada 1922, ia menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama di Masjidil Haram, Makkah. Namun, situasi politik yang memanas akibat kudeta Wahabi memaksanya kembali ke Indonesia. Sepulangnya, Djazuli melanjutkan pengabdian dengan mendirikan Pondok Pesantren Al Falah di Ploso pada 1 Januari 1925.
Dengan tekad yang kuat, sebelumnya pada pertengahan 1924 Kiai Djazuli mengajukan surat permohonan pemantauan kepada pemerintah kolonial Belanda. Dan pada 1 Januari 1925 surat tersebut turun.
Proses itu sebagai cara formal untuk mendirikan bangunan madrasah baru demi memperluas kapasitas pesantren.
Pesantren ini dimulai dengan hanya 12 santri. Dengan tekad yang kuat, Djazuli mengembangkan pesantren ini meskipun awalnya masih menggunakan serambi masjid sebagai tempat belajar.
Berkat kegigihannya, pesantren berkembang pesat, baik dari segi jumlah santri maupun fasilitas. Ia bahkan berkeliling ke berbagai daerah seperti Kediri, Tulungagung, dan Blitar untuk menggalang dana guna membangun asrama dan madrasah.
Peran Nyai Hj Rodliyah: Srikandi di Balik Kesuksesan Pesantren
Nyai Hj Rodliyah, istri KH Djazuli Utsman, lahir di Durenan, Trenggalek, pada tahun 1912. Terlahir dalam lingkungan pesantren, ia mendapatkan pendidikan agama langsung dari ayahnya, KH Mahyin. Setelah menikah dengan KH Djazuli pada 15 Agustus 1930, Nyai Rodliyah menjadi pendamping setia yang tidak hanya mendukung, tetapi juga memimpin roda ekonomi pesantren.
Salah satu ungkapannya yang terkenal adalah, "Pun, sampean ngaji mawon, kulo sing ngurusi sangu" (Sudah, Anda fokus mengaji, Saya yang mengurus kebutuhan keluarga). Dia berdagang kain keliling dan berjualan sayur untuk mencukupi kebutuhan pesantren, sementara KH Djazuli fokus pada pendidikan santri.
Nyai Rodliyah juga dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin dalam ibadah. Ia rutin menjalankan shalat tahajud, puasa sunnah, dan membaca Al-Qur’an hingga khatam setiap tiga hingga lima hari sekali. Keteguhan hati dan dedikasinya menjadikan beliau sebagai teladan ummul ma’had, ibunda pesantren.
Perkembangan Pesantren Al Falah
Pesantren Al Falah tumbuh menjadi lembaga pendidikan Islam yang besar. Pada 1928, dibangun asrama pertama bernama Pondok Darussalam, disusul Pondok Cahaya sebagai tempat mujahadah. Pada 1939, dibangun Kompleks Andayani yang dilengkapi dengan mushola dan gedung asrama dua lantai.
Hingga kini, pesantren ini terus berkembang dan menjadi pusat pendidikan berbasis salaf yang tidak hanya mendidik ribuan santri, tetapi juga melahirkan banyak ulama dan tokoh masyarakat. Di bawah kepemimpinan putra-putri mereka, seperti KH Ahmad Zainuddin Djazuli (wafat 2021), KH Nurul Huda Djazuli, KH Chamim Tohari Djazuli /Gus Miek (wafat 1993), KH Fuad Mun'im Djazuli (wafat 2020), KH Munif Djazuli (wafat 2012) dan Nyai Hj Lailatul Badriyah Djazuli, Al Falah terus melestarikan tradisi keilmuan Islam.