Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Melihat Kehidupan Pasien RSJ Sehari-hari

Melihat Kehidupan Pasien RSJ Sehari-hari Pasien RSJ. ©istimewa

Merdeka.com - Rumah Sakit Jiwa (RSJ) merupakan rumah sakit yang dihuni atau merawat para pasien yang mempunyai gangguan kejiwaan. Salah satunya yakni RSJ Dr Soeharto Heerdjan, Grogol, Jakarta Barat. Di sana, sejumlah orang yang mengalami gangguan jiwa mendapatkan perawatan yang baik.

Di tempat itu, mereka bukan hanya dirawat dan diberi obat saja oleh para perawat atau suster penjaga. Karena, mereka juga diberikan suatu kegiatan selama pasien masih harus mengikuti rehabilitasi.

Susi, salah seorang petugas rehabilitasi RSJ ini menjelaskan untuk yang beragama muslim, biasanya mereka bangun lebih awal untuk melakukan kegiatan Salat Subuh berjemaah.

"Setelah (salat berjemaah) mereka boleh olahraga, boleh tidur lagi sih biasanya, atau ngantre mandi. Abis mandi biasanya mereka lanjut makan bareng, habis makan setengah 8 kumpul untuk ice breaking dan mengikuti program daycare sampai setengah 3," ujar Susi, Jumat (13/12).

Usai mengikuti kegiatan, mereka pun kembali untuk beristirahat atau melakukan aktivitas lainnya seperti merendam baju, menyetrika baju hingga mengangkat jemuran.

"Nanti sampai jam 4 mereka makan camilan, habis itu mereka Salat Ashar berjemaah, istirahat lagi, ada juga yang olahraga atau mandi sore, nanti Magrib Habis Salat Magrib mereka makan malam, setelah itu minum obat, dan selanjutnya tidur," katanya.

Meeting Kegiatan

Sebelum mereka melakukan kegiatan, para pasien ini lebih dulu melakukan meeting di ruang rehabilitasi. Nantinya di ruang tersebut, akan dijelaskan kepada para pasien atau biasa mereka sebut klien kegiatan yang mereka akan lakukan hari itu.

"Ini adalah ruang rehabilitasi, jadi program kami di sini adalah mengarahkan klien-klien (pasien) dengan masalah gangguan kejiwaan mereka untuk diajarkan kerja profesional. Program kami adalah mengembalikan mereka ke masyarakat lebih produktif, meningkatkan kualitas hidup mereka. Makanya program-program kami adalah program kerja," ujarnya.

"Nanti mereka harus ada meeting, yang mana mereka menuliskan kegiatan-kegiatan yang mereka ikuti di buku kegiatan atau di buku harian mereka. Ini adalah komitmen-komitmen mereka untuk tahu jam berapa sampai jam berapa mereka ada dimana, kegiatannya apa, jadi mereka teratur dan terarah," sambungnya.

Setelah mereka memilih salah satu kegiatan, seperti pada hari Jumat (13/12) ini. Yakni kelas tata boga atau membuat risol, cleaning service, gym dan decoupage. Mereka langsung masuk ke kelas masing-masing yang mereka sudah pilih dan mengikuti kegiatan tersebut kurang lebih selama tiga jam.

Diajarkan Buat Prakarya

Diajeng Widya yang merupakan pelatih decoupage ini menjelaskan, cara dirinya mengajarkan para klien untuk membuat suatu karya seperti kipas, tempat pensil, tas keranjang dan kerajinan tangan lainnya.

"Ini kita lagi membuat decoupage, decoupage itu bahannya dari anyaman dan tisu impor atau tisu decoupage, terus kita potong sesuai bentuk atau tergantung berapa besarnya, lalu ditambalkan. Jadi kita ada alat tambahannya dari tisunya terus anyamannya, gunting, lem, pernisnya," jelas Diajeng.

Untuk membuat salah satu barang tersebut, mereka harus menghabiskan waktu selama 15 menit untuk yang sudah mahir dan 30 menit mereka yang masih pemula. Untuk hari ini, mereka telah membuat keranjang sebanyak empat buah.

"Kalau hari ini, karena kita barangnya ada empat. Jadi kita hanya empat saja yang kita buat, tetapi kita setiap hari produksi terus. Kalau emang kira-kira barang tinggal dua lagi, terus kita produksi lagi jangan sampai habis," ucapnya.

Lalu, barang-barang tersebut nantinya akan dijual yang mana para peminatnya itu merupakan ibu-ibu PKK. "Kalau kipas itu Rp 20 ribu, kalau tempat pensil kita bisa Rp 25 ribu, kalau tas handbag gini kita Rp 50 ribu. Terus kalau tas toples ini kita jual biasanya Rp 50 ribu harganya," sebutnya.

Untuk jumlah orang yang mengikuti kelas decoupage ini sebanyak empat orang yang terdiri dari tiga perempuan yakni Susan, Anamy, Nurul dan satu laki-laki yakni Raynald.

Dijual di Kafe

Untuk barang-barang yang sudah mereka buat, nantinya akan di taruh di Mentari kafe agar bisa dibeli. Yang mana Mentari Kafe itu memiliki arti yakni menuju fajar yang baru. Mini kafe itu sendiri dijaga oleh para pasien yang memang mereka masih meminum obat.

"Ini salah satu produk dari Mentari Kafe, yang mana ini adalah mini kafe, simulasi kerja. Makanya di sini ada beberapa rehabilitan yang memang sudah dilatih, dipilih, tentunya yang memiliki skill-skill yang memang untuk kasir, untuk melayani, untuk membuat minuman, mengantar dan intinya sudah bagus segala sisi bentuk kinerja. Yang kami jual di mentari kafe produk yang sederhana, jadi kaya misalkan pop mie yang siap saji, kayak minuman, kopi, es kopi," jelas Susi.

"Jadi yang emang benar-benar masih simpel tetapi masih diminati juga oleh pembeli, harganya juga tidak terlalu mahal. Jadi memang di sini sebenarnya etalase dari rehabilitasi dan juga sebagai model, mereka juga sebagai model bagi pelanggan atau orang tua yang memiliki keluarganya yang sakit, jadi setidaknya memberikan motivasi juga kepada keluarga, ternyata bisa loh bekerja, bikin seperti ini yang sederhana. Jadi, meningkatkan rasa kembali untuk mandiri seperti itu," sambungnya.

Di Mentari Kafe tersebut, mereka yang bertugas atau bekerja ditemani oleh satu orang perawat atau penjaga. Mereka (pasien) juga sangat terlihat seperti bukan orang yang memiliki gangguan kejiwaan, karena mereka yang bekerja itu juga pulang ke rumah dengan fasilitas umum seperti transjakarta.

"Iya mereka masih minum (obat), Alhamdulillah terlihat normal. Mereka minum obat juga, naik transjakarta juga, bawa motor juga. Mereka benar-benar seperti kita," ucapnya.

Cerita Pasien

John (43) salah seorang pasien mengaku, sudah empat bulan bekerja di Mentari Kafe. Di sana, ia bersama dengan pasien lainnya menjual berbagai macam minuman dan makanan. Meski ia bekerja, bukan berarti ia tidak minum obat yang wajib ia minum.

"Masih minum obat. Sehari minum obat 2 kali, pagi dengan malam setiap hari. Hanya ada dua jenis obat saja," ujar John.

John sendiri tinggal bersama dengan adiknya di kawasan Joglo, Jakarta Barat. Setiap harinya, John menggunakan transportasi transjakarta. "Pulang ke rumah, naik transjakarta. Rumah di joglo, tinggal sama adik berdua saja. Orangtua sudah enggak ada, adik kerja juga. Untuk gaji per bulan sekitar Rp200.000. (Kalau buat makan) iya ada (sehari)," jelasnya.

(mdk/eko)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Penuh Haru, 300 Jemaah Safari Wukuf Kembali Bergabung dengan Kloter di Hotel Mekkah
Penuh Haru, 300 Jemaah Safari Wukuf Kembali Bergabung dengan Kloter di Hotel Mekkah

Sebanyak 300 jemaah haji yang mengikuti safari wukuf lansia dan disabilitas nonmandiri telah kembali bergabung dengan kloternya di Mekkah.

Baca Selengkapnya
Viral Suasana Lansia Berkumpul di Panti Jompo Malang, Bikin Haru Warganet
Viral Suasana Lansia Berkumpul di Panti Jompo Malang, Bikin Haru Warganet

Potret Griya Lansia di Malang yang penuh dengan ratusan lansia ini viral, bikin warganet sedih.

Baca Selengkapnya
Suhu di Makkah 45 Derajat Celcius, Jemaah Haji Diminta Istirahat Cukup Selama Puncak Haji
Suhu di Makkah 45 Derajat Celcius, Jemaah Haji Diminta Istirahat Cukup Selama Puncak Haji

Jemaah diminta tidak banyak melakukan aktivitas yang tidak perlu selama pelaksanaan ibadah haji.

Baca Selengkapnya