Membawa Jendela Dunia ke Pedalaman Riau
Merdeka.com - Suara perahu bermesin memecah keheningan hutan belantara, gelombangnya menembus aliran sungai nan syahdu. Anak-anak berlari menuju sumber suara yang memberi harapan itu.
Ternyata, perahu itu membawa sejumlah rombongan polisi. Terlihat pula sebuah lemari buku berwarna putih, membuat anak-anak pedalaman Suku Talang Mamak semakin penasaran.
Permukiman Talang Mamak memang jauh dari keramaian yakni di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh sudut Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Butuh waktu berjam-jam untuk menemukan hiruk pikuk jalan lintas timur perbatasan Riau dengan Jambi.
-
Bagaimana suara bawah laut itu tercatat? Suara dahsyat tersebut ditangkap oleh hidrofon yang ditempatkan di seberang Samudera Pasifik, beberapa di antaranya berjarak hingga 4.800 kilometer (3.000 mil) jauhnya.
-
Mengapa warga lebih suka menyeberangi sungai dengan perahu? 'Sebenarnya di sana sudah dibangun jembatan. Tapi tampaknya warga lebih suka menyeberangkan motor dengan perahu,' kata pemilik kanal YouTube Vista Holic.
-
Suara misterius apa yang ditemukan di palung terdalam? Suara aneh itu digambarkan sebagai suara 'biotwang', mirip seperti suara kapal luar angkasa dalam film fiksi ilmiah.
-
Bagaimana anak-anak Desa Gabus Serang seberangi sungai? Rakit ini hanya bisa menampung enam sampai tujuh orang, dengan resiko tinggi. Pasalnya rakit bambu hanya dibuat ala kadarnya, sebagai alat penyeberangan utama. Untuk menggerakannya, seorang operator menarik tali baja yang membentang dari masing-masing ujung Sungai Cidurian.
-
Kenapa pendaki mendengar suara gamelan? Para pendaki yang menjelajahi rute menuju puncak Gunung Salak sering kali melaporkan pengalaman mendengar suara gamelan yang misterius.
-
Kenapa para remaja menceburkan diri ke sungai? Karyoto menyampaikan, ketujuh orang sengaja menceburkan diri karena dihantui ketakutan saat ada petugas yang sedang berpatroli.'Menurut informasi sekilas adalah bahwa ini adalah sah satu yang menjadi kemarin malam itu yang sudah diambil keterangan, memang mereka menceburkan diri ke sungai, karena adanya ketakutan, adanya patroli yang lewat atau menegur,' ucap dia.
Keberadaan Suku Talang Mamak di sana jauh sebelum penetapan Taman Nasional tersebut. Mereka suku asli dan lebih dulu hidup di hutan belantara itu.
Akses dan fasilitas umum di daerah tempat suku asli Riau itu masih terbatas. Sejumlah pejabat setempat pun mulai melakukan terobosan, agar generasi penerus bangsa bisa menimba ilmu. Harapannya, supaya tak beda dengan anak-anak kota pada umumnya.
©2023 Merdeka.com
Kepolisian setempat memutar otak untuk keberlangsungan pendidikan mereka. Ya, lemari buku itu rupanya pustaka air keliling yang dibawa ke pedalaman suku Talang Mamak untuk menunjang pendidikan. Iya, menghadirkan jendela dunia bagi anak-anak pedalaman.
Pustaka terapung itu dipadukan dengan dua perahu yang biasanya menyusuri Sungai Batang Gangsal. Buku-buku bacaan disiapkan untuk membangkitkan gairah membaca bagi anak-anak Suku Talang Mamak.
Selama ini, anak-anak pedalaman harus menempuh waktu 1-3 jam untuk tiba ke sekolah. Mereka pun harus keluar masuk hutan taman nasional itu untuk bisa ke sekolah. Bukan hanya jalur darat, sungai nan dalam juga diarungi.
"Jauh sekali jarak permukiman dengan sekolah, sekitar 1 sampai 3 jam," kata Kapolres Indragiri Hulu AKBP Dody Wirawijaya kepada merdeka.com, Rabu (15/3).
©2023 Merdeka.com
Jiwa Dody merasa terpanggil begitu mengemban amanah menjadi Kapolres di sana. Dia mengerahkan anggotanya untuk melakukan survei suku asli Indragiri Hulu itu.
Akhirnya, muncul gagasan Dody untuk membuat pustaka air keliling. Awalnya, Dody meminta ada inovasi pustaka keliling di tiap Polsek. Namun karena kondisi geografik daerah tersebut banyak sungai, maka dibuatlah pustaka air yang berjalan di atas air.
"Wilayah Polsek Batang Gangsal banyak sungai. Kemudian dibuatlah pustaka air keliling," bebernya.
Keberadaan pustaka air diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasan anak-anak dan warga Suku Talang Mamak lainnya. Dody tidak ingin masyarakat di sana larut dalam kegelapan hutan.
Dody dan istrinya Lya membawa sekitar 200-an buku bacaan. Ratusan buku itu mulai dari buku dongeng, cerita rakyat dan ilmu pengetahuan umum.
Kemudian, Dody mengajak anak-anak setempat untuk menyisiri sungai Batang Gansal menggunakan sampan motor atau boat yang dijadikan pustaka air. Itu dilakukan agar anak-anak bisa merasakan manfaat pustaka air keliling tersebut.
Pustaka air berjalan itu akhirnya sampai di sekolah bernama Harapan Bangsa Dusun Bengayawan, Desa Rantau Langsat. Sekolah itu hanya memiliki satu kelas. Mirisnya, kelas itu tidak memiliki listrik dan buku bacaan. Namun, kelas tersebut tetap digunakan para siswa.
Akses bagi anak-anak susah untuk ke sekolah. Meski di sana ada sekolah jauh, namun guru tidak setiap hari bisa datang. Akibatnya, ilmu pengetahuan anak-anak pun menjadi terbatas.
"Saya melihat sebuah bangunan sekolah hanya ada satu lokal untuk semua anak yang berlainan kelas. Tak ada listrik, buku pelajaran juga tak terlihat, bagaimana mereka mendapatkan ilmu dan pengetahuan," ucap Dody.
©2023 Merdeka.com
Karena itulah, Dody membawa sekitar 200-an buku bacaan. Dody memberi perintah ke Bhabinkamtibmas Bripka Habibi untuk membawa pustaka air itu keliling mengarungi Sungai Batang Gangsal. Ratusan buku baca itu dipersembahkan untuk anak-anak khususnya Talang Mamak.
Dody juga memberikan bantuan inventaris ruang belajar, seperti peta Indonesia, foto-foto pahlawan nasional, foto Presiden RI berserta wakil, jam dinding, bantuan uang pada kepala sekolah dan guru. Bahkan, Dody memulai pengecatan bangunan sekolah yang berdinding papan itu.
Tidak hanya Dody, istrinya, Lya juga ikut menghibur anak-anak pedalaman. Lya membacakan dongeng di hadapan anak-anak. Berbagai ekspresi terpancar dari raut wajah mereka ketika mendengar dongeng dari Lya.
Setelah dongeng, Lya juga mengajak mereka untuk memainkan sebuah permainan yang seru. Selanjutnya, Lya memberi bingkisan kepada seluruh pelajar dan guru serta kepala sekolah itu.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kejadian ini terjadi di Kelurahan Arab Melayu, Jambi Seberang, para pemuda setempat harus berkeliling membangunkan sahur dengan perahu.
Baca SelengkapnyaBahkan, para guru ini harus menggunakan perahu untuk menuju ke tempat sekolah tersebut.
Baca SelengkapnyaPada masa kolonial belanda, pacu jalur digelar untuk memperingati ulang tahun Ratu Wilhelmina dan dianggap sebagai sebuah festival.
Baca SelengkapnyaPerjalanan ke tempat bertugasnya itu harus ditempuh dengan penuh perjuangan.
Baca SelengkapnyaSetiap hari mereka menyeberang sungai itu tanpa didampingi orang tua
Baca SelengkapnyaDerasnya arus sungai serta tingginya debit air tak menghalangi anak-anak untuk tetap bermain di Kali Ciliwung.
Baca SelengkapnyaWisata ini diketahui memiliki dua keindahan, pertama adalah curugnya. Kedua adalah sungainya yang disebut mirip kolam renang.
Baca Selengkapnya