Mengintip Lagi Isi Disertasi Bahlil Lahadalia Usai Gelar Doktornya Ditangguhkan UI
Bahlil tercatat sebagai mahasiswa di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Program Studi Kajian Stratejik dan Global UI.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali disorot usai gelar Doktor-nya ditangguhkan Universitas Indonesia (UI). Keputusan itu disampaikan Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI).
Untuk diketahui, Bahlil tercatat sebagai mahasiswa di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Program Studi Kajian Stratejik dan Global UI. Bahlil tercatat sebagai mahasiswa doktor pada SKSG UI mulai pada tahun akademik 2022/2023 term 2 hingga 2024/2025 term 1.
Dia menjalani masa studi selama dua tahun atau empat semester. Bahlil menceritakan, dengan gelar Doktornya ini, berhasil mewujudkan keinginan almarhum ayahnya untuk berkuliah di UI. Dalam disertasinya, Bahlil mengangkat tema penelitian mengenai Kebijakan, Kelembagaan dan Tata Kelola Hilirsiasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.
Dalam ringkasan disertasinya, Bahlil menuturkan bahwa penelitian yang dilakukannya merekomendasikan empat kebijakan utama. Pertama, reformasi alokasi dana bagi hasil untuk daerah hilirisasi. Kedua, penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah. Ketiga, dukungan pendanaan untuk perusahaan nasional di sector hilirisasi. Keempat, kewajiban investor untukt melakukan diversifikasi pasca tambang.
Hilirisasi nikel Indonesia dimulai dengan UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba yang mengamatkan larangan ekspor bijih nikel tahun 2014. Akan tetapi, larangan ekspor tersebut baru efektif berlaku pada awal tahun 2020 dengan adanya komitmen yang lebih kuat dari Presiden Indonesia untuk menerapkan kebijakan tersebut.
“Walaupun larangan eskpor bijih nikel sudah diberlakukan, namun sasaran utama dari hilirisasi nikel di Indonesia yaitu baterai kendaraan listrik masih belum dicapai optimal. Pada tahun 2023, hampir 80 % dari ekspor produk turunan nikel Indonesia masih berupa stainless steel dan NPI dengan nilai tambah yang tidak sebesar baterai EV. Dengan demikian, hilirisasi nikel masih perlu didorong lebih lanjut. Pohon industri dan hilirisasi nikel masih yang mencakup sejauh mana hilirisasi nikel sudah bergulir,” tulis Bahlil dalam ringkasan disertasinya di halaman 21.
Bahlil menulis, dampak dari kebijakan hilirisasi di dua wilayah sentra hilirisasi yakni Morowali dan Halmahera Tengah pada tiga aspek utama yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Secara umum, dampak hilirisasi di sentra hilirisasi menunjukkan dampak positif namu terdapat dampak negative seperti terkait dengan dana transfer.
“Pada konteks Halmahera Tengah, dari Rp 12,4 triliun penerimaan Negara yang dikontribusikan IWIP, pemda hanya mendapat DBH sebesar 1/6 dari total penerimaan yakni sebesar Rp 2,28 triliun,” tulis Bahlil di halaman 26.
Sebagai indicator sosial menunjukkan dampak positif, namun terdapat juga dampak sosial megatif seperti kesehatan. Pada tahun 2023, presentase penderita kasus ISPA di Morowali mencapai 52,94 % yang merupakan peningkatan hampir tiga kali lipat sejak tahun 2020. Sementara di Halmahera Tengah presentase penderita ISPA di tahun 2023 berada di angka 9,52 % sedikir turun dibanding 2020.
“Peningkatan kasus ISPA lhususnya di Morowali menurut warga tidak terlepas dari memburuknya polusi udara akibat debu yang bertebaran di permukiman masyarakat seperti debu batu bara,” tulis Bahlil di halaman 28.
Sedangkan untuk dampak lingkungan, Bahli menuliskan dampak lingkungan hilirisasi cenderung negatif. Salah satunya berkenaan dengan karbon dioksisa (CO2). Bahlil menganalisis terkait dampat hilirsasi terdapat enam permasalahan utama yang perlu ditindaklanjuti.
“Pemerintah daerah belum mendapat pembagian hasil hilirisasi yang adil untuk mengatasi berbagai masalah sosial dan lingkungan. Pengusaha daerah belum terlibat secara optimal dalam ekosistem hilirisasi. Hilirisasi masih didominasi investor asing dengan partisipasi pengusaha nasional yang terbatas pada sector bernilai tambah tinggi. Pertumbuhan ekonomi di daerah berpotensi tidak terjadi secara berkelanjutan pasca habisnya cadangan nikel di masa depan. Hilirisasi masih belum berkelanjutan dari aspek lingkungan seperti terkait peningkatan emosi CO2 dan pencemaran air," tulis Bahlil di halaman 32.
Reaksi Kopromotor Bahlil
Kopromotor 1 Bahlil Lahadalia, Teguh Dartanto memberikan tanggapan mengenai keputusan MWA UI soal penangguhan gelar Dokter UI.
"Saya menghormati surat MWA ke Rektor. Saya akan mengikuti rekomendasi/proses berikutnya. Untuk lebih dalam dan jelasnya sebaiknya menanyakan langsung ke Promotor Prof. Chandra Wijaya," katanya saat dikonfirmasi.
Teguh heran promosi Doktor Bahlil Lahadalia menimbulkan kehebohan luar biasa di kalangan dunia pendidikan di Indonesia. Dia menduga itu karena kebencian dan ketidaksukaan terhadap sosok Bahlil, sehingga dengan gampang menghakimi dan menjatuhkan hukuman kepada Universitas Indonesia dan orang-orang yang terlibat di dalam proses doktor BL.
“Saya sebagai salah seorang yang terlibat langsung (co-promotor), di hari H+1 saya cenderung diam karena perdebatan terkait dengan kualitas disertasi dan kewajaran waktu tempuh studi, karena hal ini memang sangat debatable. Campuran sumpah serapah, caci maki, fitnah, framing, imaginasi, dan hoaks begitu dipercaya baik kaum awam maupun terpelajar, membuat suasana semakin liar tidak ada ujungnya. Para cendekia yang seharusnya memiliki daya kritis terhadap sebuah fenomena, selalu melakukan cek & ricek terhadap sebuah fakta, menggali informasi dari sumber aslinya, mendadak amnesia sehingga semakin membuat gaduh suasana. Saya (TD-Teguh Dartanto) tidak bermaksud membela diri, tetapi mencoba memberikan informasi data, fakta dan juga cerita dibalik kejadian yang sebenarnya. Bersihkan hati, singkirkan benci dan silahkan nilai sendiri,” kata Teguh.
Teguh menuturkan, Bahlil pernah bertanya terkait sekolah S3 di UI. Teguh menyarankan untuk tidak mengambil S3 di FEB UI karena S3 FEB UI di semester pertama terdapat kuliah terstruktur di hari kerja. S3 jalur riset di SKSG UI merupakan opsi yang paling memungkinkan. BL memenuhi syarat untuk mendaftar sekolah S3 di SKSG UI karena telah lulus di Magister Ilmu Ekonomi dari UNCEN di tahun 2009.
Komposisi Tim Promotor adalah Prof. Chandra Wijaya (FIA), Teguh Dartanto (FEB) dan Athor Subroto (SKSG/FEB). Diakuinya, di antara tim promotor sering terjadi diskusi dan perdebatan terkait arah penelitian, metodologi dan cakupan penelitian. Tetapi dia selalu menyerahkan seluruh keputusan terakhir terkait disertasi BL di Prof. Chandra sebagai Promotor dan penanggung jawab utama.
Dikatakannya, Program S3 SKSG relatif baru sedang mencari bentuk yang tepat dan pas. SKSG (Sekolah Kajian Strategik dan Global) bersifat interdisiplin/trandisiplin dan Applied PhD. Program Doktor ini fokus pada solusi praktis untuk masalah di industri/pemerintahan atau profesi tertentu (seperti Doctor of Business Administration), dibandingkan dengan program doktor tradisional/konvensional yang lebih menekankan pada penelitian teoritis atau akademis menggali teori.
Kedua sifat interdisciplinary & applied kadang mengakibatkan kegagapan Tim Promotor untuk menetapkan standar pendekatan/metodologi serta kualitas disertasi karena masing-masing tim promotor berasal dari bidang yang berbeda.
“Tahun pertama (Semester 1 & 2), BL mengambil MK Seminar 1, 2, 3 serta proposal riset. Semester pertama sangat krusial karena terjadi perdebatan antar mahasiswa, promotor dan co-promotor terkait pendekatan yang dipakai untuk membedah isu hiliriasi yang berkeadilan dan berkelanjutan apakah ilmu administrasi, ekonomi ataukah manajemen sesuai dengan bidang tim promotor. Diskusi berikutnya adalah model disertasi apakah monograf ataukah model essays. TD sendiri mendorong model three essays tetapi SKSG belum mengenal, sehingga diputuskan model disertasi adalah monograf. Orang awam atau akademisi khususnya di ilmu sosial akan menghakimi disertasi model essay karena tidak mengikuti pola konvensional (old school) terdapat bab pendahuluan, literatur review, metodologi, pembahasan dan kesimpulan,” ungkap Teguh.
Tahun Kedua (Semester 3), mahasiswa mengumpulkan data sekunder, turun lapangan, FGD, seminar hasil, seminar hasil. Kala itu Teguh mengaku meminta BL untuk turun lapangan untuk melihat dan berinteraksi langsung masyarakat di Morowali dan Weda Bay (Halmahera Tengah), serta melakukan diskusi dengan para pemangku kepentingan.
Bahkan dia juga turun ke lapangan untuk memastikan BL menjalankan prosedur dan panduan wawancara. Tujuannya, untuk melihat perspektif global terjait kebijakan industrialisasi/hilirisari.