Misteri Pagar Sepanjang 30,16 km Lintasi 6 Kecamatan di Laut Tangerang, Siapa yang Buat?
Kementerian KKP menyebut pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar,
Wilayah perairan Kabupaten Tangerang tiba-tiba terpasang pagar misterius. Panjang pagar disinyalir mencapai 30,16 km.
Pagar yang terbuat dari bambu atau cerucuk dengan tinggi rata-rata 6 meter. Di atasnya dipasang anyaman bambu, paranet dan juga diberi pemberat berupa karung berisi pasir. Keberadaan pagar itu pertama kali dilaporkan warga.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengaku sudah mendengar kabar tersebut dan menerjunkan tim untuk melakukan investigasi.
"Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri," katanya. Demikian dikutip dari merdeka.com, Rabu (8/1).
Panjangnya pagar yang terpasang mencakup 16 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.
"Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa di antaranya, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya," ujarnya.
Kawasan terpasang pagar laut sepanjang 30,16 km itu merupakan area pemanfaatan umum yang berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2023 meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, zona perikanan budi daya, dan juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas.
Kronologi Ditemukannya Aktivitas Pemagaran
Eli mengungkapkan, pihaknya pertama kali mendapatkan informasi pada 14 Agustus 2024 dan langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024. Saat kunjungan ke lapangan, ditemukan ada aktivitas pemagaran laut yang saat itu masih di sepanjang kurang lebih 7 km.
"Kemudian setelah itu tanggal 4-5 September 2024, kami bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), kami kembali datang ke lokasi bertemu dan berdiskusi," lanjutnya.
Pada 5 September 2024, pihaknya membagi dua tim. Tim pertama langsung terjun ke lokasi, sedangkan satu tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di daerah itu.
Saat itu informasi yang didapatkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa terkait pemagaran laut di daerah itu. Saat itu pula belum ada keluhan dari masyarakat terkait pemagaran tersebut.
Pada 18 September 2024, pihaknya kembali melakukan patroli dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan.
"Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km," kata Eli.
Eli mengatakan akan terus melibatkan berbagai pihak untuk menangani permasalahan tersebut.
Pengelolaan Pesisir Harus Berizin
Ketua Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) Rasman Manafii ikut merespons keberadaan pagar laut itu. Dia menegaskan, apabila ada penggunaan ruang laut di atas 30 hari maka wajib membutuhkan sejumlah izin, seperti izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
"Aktivitas di ruang laut yang aturannya itu harus ada KKPRL kalau di atas kegiatan 30 hari," kata Rasman.
Oleh karena itu, dia mempertanyakan izin KKPRL dari pemagaran laut di wilayah tersebut, jika tidak mengantongi hal itu, maka dinilai maladministrasi.
KKP Minta Segera Dibereskan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta masalah pemagaran laut sepanjang 30,16 km segera diselesaikan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Kusdiantoro mengatakan, pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan salah satu prioritas kebijakan ekonomi biru KKP untuk menciptakan ruang laut yang sehat, aman, tangguh dan produktif bagi bangsa.
"Saya berikan dukungan, mendukung adanya diskusi hari ini, sehingga terkait masalah pemagaran laut semakin jelas, bagaimana menyikapi solusinya. Dan ini menjadi satu bentuk komitmen juga dari KKP," kata Kusdiantoro dalam Diskusi Publik Permasalahan Pemagaran Laut Tangerang Banten di Kantor KKP Jakarta.
Diskusi permasalahan pemagaran laut di Tangerang melibatkan berbagai pihak mulai jajaran KKP, Ombudsman RI, Kementerian ATR/BPN, Kantah Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, DKP Tangerang, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), camat hingga kepala desa setempat serta pihak-pihak terkait lainnya.
Menurut dia, pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar, yang akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut.
"Kami berharap diskusi ini melahirkan solusi, bisa menjawab masalah yang berkembang dan semakin mencerahkan kepada masyarakat agar bisa mengikuti aturan yang ada khususnya terkait dengan pengelolaan ruang laut," ujarnya.