MK kabulkan gugatan terpidana kasus bioremediasi PT Chevron
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 59 ayat (4) dan Pasal 95 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Permohonan ini diajukan oleh terpidana kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Arief Hidayat membacakan amar putusan dalam sidang di gedung MK, Jakarta, Rabu (21/1).
MK menyatakan Pasal 59 ayat (4) yang berbunyi 'Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya' inkonstitusional. Hal ini karena norma pasal tersebut tidak memberi kesempatan bagi pengelola limbah beracun yang sedang mengajukan perpanjangan izin.
-
Siapa yang meminta semua pihak hormati putusan MK? 'Wapres mengimbau kepada masyarakat dan seluruh pihak terkait khususnya yang bersengketa dan para pendukungnya, untuk menghormati dan menerima apapun hasil yang diputuskan MK nanti,' kata Juru Bicara Wapres, Masduki Baidlowi dalam keterangan tertulis, Minggu (21/4).
-
Siapa yang mengajukan gugatan ke MK? Diketahui, ada 11 pihak yang menggugat aturan batas usia capres dan cawapres ke MK. Dengan sejumlah petitum.
-
Siapa yang diminta legowo menerima hasil putusan MK? Para penggugat hasil Pemilu 2024 diharapkan bisa menerima apapun putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
-
Apa yang diputuskan MKMK terkait Arief Hidayat? Hakim Konstitusi, Arief Hidayat dinyatakan tidak melanggar etik terkait jabatannya sebagai ketua umum Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI).
-
Siapa saja yang bersaksi di sidang MK? Sebagai informasi, empat menteri tersebut adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani, Menteri Sosial Republik Indonesia Tri Rismaharini, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto.
MK kemudian menambahkan norma dalam pasal tersebut, sehingga dengan putusan ini pasal perizinan tersebut menjadi 'Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dan bagi pengelolaan limbah B3 yang permohonan perpanjangan izinnya masih dalam proses harus dianggap telah memperoleh izin'.
"Adapun untuk subjek hukum yang telah memperoleh izin akan tetapi izinnya tersebut telah berakhir maka ketika yang bersangkutan mengajukan permohonan perpanjangan izin dan pengurusan izinnya sedang dalam proses, hal tersebut secara formal memang belum mendapat izin, tetapi secara materiil sesungguhnya harus dianggap telah memperoleh izin," kata Hakim Konstitusi Patrialis Akbar membacakan pertimbangan.
Sementara untuk Pasal 95 ayat (1), MK menghapus frasa 'dapat' yang berakibat proses hukum terkait tindak pidana lingkungan hidup bersifat terpadu dan tidak boleh hanya dilakukan oleh satu lembaga saja seperti Kejaksaan. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan tindak pidana lingkungan hidup tidak bersifat tunggal, melainkan terdapat pelanggaran hukum yang bersifat administratif, perdata, maupun pidana sehingga harus di bawah koordinasi menteri.
"Menggeneralisasi pelanggaran hukum lingkungan yang tidak tunggal sebagai kejahatan juga sebagai suatu ketidakadilan," ungkap Hakim Konstitusi Muhammad Alim membacakan pertimbangan.
Sebagai catatan, kasus bioremediasi ini bermula saat Chevron mengajukan perpanjangan karena izin kegiatan bioremediasi tersebut telah berakhir. Chevron kemudian mengajukan uang pengganti kepada BP Migas yang saat ini menjadi SKK Migas sambil menunggu keluarnya izin.
Di tengah jalan, kejaksaan menyatakan tindakan bioremediasi tersebut sebagai pidana lantaran tidak berizin. Hal itu membuat Chevron terjerat kasus pidana.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hakim MK, Suhartoyo membacakan putusan bahwa majelis menolak seluruh permohonan pemohon secara keseluruhan.
Baca SelengkapnyaKetua harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian, terkait gugatan capres cawapres
Baca SelengkapnyaHakim menilai status tersangka SYL dinyatakan sah dan tetap berlaku hingga sekarang.
Baca SelengkapnyaDengan sudah adanya keputusan dari MK. Pihaknya pun akan menindaklanjuti putusan tersebut.
Baca SelengkapnyaTak tanggung-tanggung, Hakim meminta Pertamina untuk membayar ganti rugi total Rp23,1 miliar.
Baca SelengkapnyaSurat balasan tersebut berisi penjelasan bahwa pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang ada.
Baca Selengkapnya