Penjelasan Kemenkes Penyebab Kasus Rabies Meningkat di NTT
Merdeka.com - Kementerian Kesehatan RI menilai pandemi COVID-19 menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kasus rabies di Indonesia meningkat. Pandemi membuat kegiatan vaksinasi pada hewan juga terhenti.
"Puncaknya tahun 2022. Jadi pada tahun 2020, 2021 itu kan zaman COVID-19 semua kegiatan berhenti termasuk vaksinasi terhadap hewan peliharaan. Kemudian efektivitas vaksin yang disuntikkan kepada hewan juga sudah mulai menurun maka terjadi lonjakan yang luar biasa pada tahun 2022," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (2/6). Demikian dikutip dari Antara.
Data Kemenkes, kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) pada 2020 sebanyak 82.634, dengan 40 kematian. Pada 2021 sempat menurun menjadi sebanyak 57.257, dengan 72 kematian. Kemudian pada 2022 kembali meningkat sebanyak 104.229 kasus dengan 102 kematian.
-
Siapa yang paling sering menyebabkan kematian akibat rabies? Meskipun kematian akibat serangan hewan peliharaan jarang terjadi, WHO melaporkan bahwa sekitar 99% kasus kematian akibat rabies pada manusia disebabkan oleh anjing.
-
Apa yang dimaksud dengan rabies? Rabies adalah infeksi virus yang menyebar melalui gigitan hewan yang telah terifeksi sebelumnya. Virus rabies ini dapat masuk dalam kelompok rhabdovirus.
-
Apa penyebab rabies? Rabies disebabkan oleh virus yang masuk ke tubuh manusia melalui cakaran atau gigitan hewan yang terinfeksi virus rabies. Jilatan hewan yang terinfeksi ke mulut, mata, atau luka terbuka, juga bisa menjadi cara virus rabies menular dari hewan ke manusia.
-
Siapa yang rentan terkena rabies? Menurut data yang dilansir dari World Health Organization (WHO), sebanyak 59.000 penduduk di seluruh dunia meninggal akibat rabies, dan 99% di antaranya terkena gigitan anjing yang telah terinfeksi virus rabies.
-
Kenapa kasus Covid-19 naik? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan kasus Covid-19 meningkat? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
"Dan 2023 sampai saat ini sudah ada lebih dari 31.000 kasus gigitan yang dilaporkan, dan ada 11 kematian," paparnya.
Imran menambahkan, hingga Mei 2023 terdapat 25 provinsi yang menjadi endemis rabies dan hanya delapan provinsi yang bebas penyakit rabies.
Dalam kesempatan itu Imran menjelaskan gejala rabies pada manusia yakni pada tahap awalnya adalah timbul demam, lemas, lesu, tidak nafsu makan atau anorexia, insomnia, sakit kepala hebat, sakit tenggorokan dan sering ditemukan nyeri.
Setelah itu, terjadi rasa kesemutan atau rasa panas (parestesi) di lokasi gigitan, cemas dan mulai timbul fobia yaitu hidrofobia, aerofobia, fotofobia sebelum meninggal dunia.
"Jadi tata laksana pada orang yang sudah masuk ke gejala rabies yang berat itu mereka harus dilakukan isolasi di rumah sakit di ruang yang gelap, karena mereka takut dengan cahaya," paparnya.
Sementara gejala pada hewan, menjadi ganas dan tidak menurut pada pemiliknya.
"Jadi hati-hati kalau biasanya punya anjing yang penurut dan suatu saat tidak nurut bahkan menggigit, itu hati-hati," tuturnya.
Gejala lainnya, lanjutnya, yakni hewan tidak mampu menelan, lumpuh, mulut terbuka, dan air liur keluar secara berlebihan. Kemudian, bersembunyi di tempat gelap dan sejuk, ekor dilengkungkan ke bawah perut di antara kedua paha, kejang-kejang dan diikuti oleh kematian.
"Pada rabies asymptomatic hewan tidak memperlihatkan gejala sakit dan tiba-tiba mati," katanya.
Dalam rangka menanggulangi rabies di Indonesia, Imran menyampaikan yakni dengan terus melakukan koordinasi secara berkala dengan Lintas Kementerian/Lembaga melalui pendekatan One Health.
Kemudian, menyediakan Pedoman Penanggulangan Rabies untuk seluruh Faskes tingkat pertama dan lanjutan. Melatih pengelola program zoonosis baik dari sektor kesehatan manusia, hewan, maupun satwa liar. Menyediakan kebutuhan logistik berupa Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR).
Selain itu, menyediakan Media KIE untuk seluruh Faskes tingkat pertama dan lanjutan. Melakukan penyelidikan epidemiologi terpadu (sektor kesehatan manusia, hewan, dan satwa liar) jika terjadi peningkatan kasus/KLB. Melakukan surveilans pada manusia melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon. Dan membentuk Rabies Center.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bila sudah muncul gejala karena terlambat penanganannya, maka risiko yang terjadi adalah 100 persen meninggal.
Baca SelengkapnyaVirus rabies kembali merebak dan menelan korban jiwa.
Baca SelengkapnyaTarget ini disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letjen TNI Suharyanto.
Baca SelengkapnyaKasus penularan virus rabies ke manusia di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) belakangan semakin mewabah.
Baca SelengkapnyaSepanjang tahun 2023 ini, ada hampir 4.000 kasus gigitan hewan rabies di Sumut.
Baca SelengkapnyaChikungunya adalah infeksi virus yang ditandai dengan demam dan nyeri sendi secara mendadak.
Baca SelengkapnyaMenurut Yohanes Sadipun, awalnya korban yang merupakan siswa sekolah dasar itu dicakar anjing rabies bersama dua temannya.
Baca SelengkapnyaHingga minggu ke-12 di tahun 2024, ditemukan sebanyak 43.271 kasus DBD dengan total jumlah kematian sebanyak 343 jiwa.
Baca SelengkapnyaKementerian Kesehatan mencatat, hingga minggu ke-15 tahun 2024, terdapat 475 orang meninggal karena DBD.
Baca SelengkapnyaKegiatan fogging ini dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengunjung museum di tengah tingginya kasus DBD.
Baca SelengkapnyaKemenkes mengajak masyarakat mencegah DBD dengan membersihkan lingkungan.
Baca SelengkapnyaKemenkes juga melaporkan kasus Covid-19 terkonfirmasi per 12 Desember 2023 mencapai 6.815.576 kasus atau bertambah sekitar 298 pasien dalam sepekan terakhir.
Baca Selengkapnya