Polisi Kirim Surat Penetapan Tersangka Firli Bahuri ke Istana
Pihaknya akan mengirimkan surat penetapan tersebut ke Sekretariat Negara.
Firli bahuri ditetapkan tersangka kasus pemerasan Syahrul Yasin Limpo
Polisi Kirim Surat Penetapan Tersangka Firli Bahuri ke Istana
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri telah resmi ditetapkan sebagai tersangka, terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Penetapan tersangka ini dilakukan pada Rabu (23/11) malam.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadir Tipidkor) Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa mengatakan, saat ini pihaknya tengah merampungkan proses administrasi penyidikan kasus tersebut.
"Hari ini merampungkan administrasi penyidikan," kata Arief saat dihubungi, Kamis (23/11).
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan pembahasan terkait jadwal pemeriksaan Ketua lembaga antirasuah tersebut sebagai tersangka.
"Untuk rencana selanjutnya baru akan dibahas siang ini. Termasuk (menjadwalkan pemeriksaan FB sebagai tersangka),"
kata Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadir Tipidkor) Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa.
merdeka.com
Kirim Surat Penetapan Tersangka ke Sekretariat Negara
Kemudian, terkait dengan penetapan tersangka terhadap Firli ini. Pihaknya akan mengirimkan surat penetapan tersebut ke Sekretariat Negara.
"Ya, surat pemberitahuan (penetapan tersangka)," pungkasnya.
Dalam kasus ini, Firli dipersangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kemudian membeberkan, sanksi pidana maupun denda sebagaimana yang diterangkan di dalam pasal tersebut.
Pasal 12 huruf e tentang Undang Undang tentang pemberantasan tindak korupsi pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Kemudian, Pasal 12 huruf B ayat 1 berbunyi setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dan kewajibannya ataupun tugasnya dan terkait dengan Pasal 12 huruf B ayat 1.