Ramai-Ramai Tolak PP Kesehatan & RPMK Tembakau dan Rokok Elektronik
Menkes Budi Gunadi Sadikin tengah membuat Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik.
Menkes Budi Gunadi Sadikin tengah membuat Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik.
Permenkes itu sebagai aturan turunan dari Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.Ternyata, rancangan beleid tersebut menuai berbagai pro dan kontra.
Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia dan Periklanan bahkan terang-terangan menolak.Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Media Luar-Griya Indonesia (AMLI), Fabianus Bernadi menyatakan komitmen untuk mematuhi Peraturan Pemerintah dan Etika Pariwara Indonesia.
AMLI percaya bahwa edukasi kreatif mengenai bahaya rokok jauh lebih efektif daripada kebijakan pelarangan yang sulit diimplementasikan.
Selain itu, AMLI pun mendukung upaya Pemerintah untuk menurunkan prevalensi perokok anak dan berkomitmen pada tanggung jawab sosial dalam penyebaran informasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Namun, Fabianus mengungkapkan keberatan terkait pasal 449 ayat 1 (d) dalam PP 28/2024, yang melarang penempatan iklan produk tembakau dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak pada Media Luar-Griya, dan batasan waktu penayangan iklan pukul 22.00 – 05.00 waktu setempat di Media Luargriya, sekaligus adanya aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam draft RPMK.
AMLI menilai bahwa ketentuan ini akan sulit diimplementasikan karena kurangnya kejelasan definisi mengenai satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta potensi timbulnya pemahaman yang berbeda di masyarakat, penegak hukum, dan pelaku usaha.
Adapun kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek akan memperparah kondisi akibat ancaman penurunan permintaan iklan brand produk tembakau pada Media Luar-Griya.
"Implementasi zonasi radius 500 meter mustahil untuk diimplementasikan, terlebih tidak ada kejelasan terkait definisi dan metode pengukuran. Untuk itu kami tidak dapat mematuhi dan melaksanakan," ujar Fabi.
Beri Dampak Berat
Acara juga dihadiri oleh sejumlah pelaku usaha media luar griya dari luar Jakarta seperti Bandung dan Tangerang. Sementara pelaku usaha dari luar Jawa seperti Bali, Medan dan Manado juga turut bergabung melalui daring.
Dia mengungkapkan hasil survei yang melibatkan 57 perusahaan dari 29 kota dan daerah di Indonesia terkait dampak kebijakan inisiatif Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tersebut.
Survei menunjukkan bahwa 86% perusahaan media luar-griya diperkirakan akan terdampak oleh PP No. 28/2024, terutama karena pengiklan rokok merupakan sponsor utama dalam industri ini akan dibatasi secara ketat.
Dampak dari peraturan baru ini diperkirakan akan sangat berat, dengan 44% perusahaan Media Luar-Griya terancam gulung tikar akibat penurunan pendapatan signifikan dari iklan sponsor rokok.
Rinciannya, 21% perusahaan akan kehilangan 50-75% dari pendapatan mereka, sementara 23% lainnya akan kehilangan 75-100% dari pendapatan.
Selain itu, 59% lebih dari tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung, berisiko terkena pemutusan hubungan kerja.Fabi khawatir, dampak dari aturan ini akan menyebabkan PHK massal dan potensi kebangkrutan yang dapat memperburuk kondisi ekonomi di sektor ini.
Pendapatan mereka diperkirakan akan menurun, dan ancaman PHK mencapai 59 persen.
“Mirisnya, mayoritas dari persentase tersebut merupakan pengusaha kecil dengan skala bisnis menengah ke bawah,” ungkapnya.
Pemerintah Didorong Merevisi Aturan
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI) sekaligus Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto menyoroti pemberlakuan pasal 449 ayat 2 dalam PP 28/2024 mengenai larangan tayang iklan produk tembakau pada Media Luar-Griya videotron dari pukul 22.00 hingga 05.00 waktu setempat.
Apalagi, berdasarkan beberapa peraturan daerah (perda), terutama videotron di luar Jabodetabek telah berhenti beroperasi pada waktu tersebut, sehingga ketentuan ini pada praktiknya sama dengan larangan total iklan produk tembakau.
DPI juga mengusulkan agar pasal-pasal terkait standardisasi kemasan, tulisan, dan desain kemasan produk tembakau dan rokok elektronik yang mengatur kemasan polos dalam RPMK dihapus.
Kemasaan rokok polos tanpa merek akan menghilangkan identitas brand dan mengurangi efektivitas promosi produk, karena semua produk akan terlihat serupa tanpa ada perbedaan yang jelas.
Sebagai pemangku kepentingan yang terdampak, DPI bersama Industri Kreatif dan Periklanan menegaskan bahwa iklan produk tembakau berkontribusi signifikan terhadap keberlangsungan usaha dan pendapatan daerah.
"Kami meminta Kebijaksanaan Pemerintah dalam menyusun Peraturan yang adil dan sesuai dengan kondisi lapangan," tutur Janoe.
Lebih lanjut, dia meminta kepada Pemerintah untuk melakukan adanya dialog berlanjut dan mendesak agar pemangku kepentingan Industri Media Luar-Griya, Periklanan dan Industri Kreatif dilibatkan dalam proses revisi untuk memastikan regulasi yang lebih adil dan sesuai dengan kondisi industri.
"Kami pun mengusulkan agar Pemerintah membuat Peraturan Baru mengenai reklame yang memberikan ruang untuk sektor tersebut melakukan diversifikasi sehingga tidak hanya bergantung pada produk tembakau," imbuhnya.
Terakhir, Janoe meminta dukungan Pemerintah untuk mendukung keberlangsungan Industri Media Luar-Griya dan memastikan regulasi yang lebih seimbang.
"Kami meminta dan berharap agar pemerintah mendukung sikap yang disepakati oleh AMLI agar ada kepastian usaha," tutup dia.