Sakralnya Kirab 7 Pusaka Keraton Surakarta, Dipimpin 5 Kerbau Bule
Selama kirab, peserta tidak boleh mengenakan alas kaki dan dilarang berbicara
Kelima kerbau yang datang dari kandang di Alun-alun Selatan kemudian memakan ubi yang disebar.
Sakralnya Kirab 7 Pusaka Keraton Surakarta, Dipimpin 5 Kerbau Bule
Kirab malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat berlangsung sakral dan khidmat, Rabu (19/7). Raja Paku Buwono XIII Hangabehi, mengeluarkan 7 pusaka untuk dikirab mengelilingi rute sekitar keraton. 5 kerbau keturunan Kiai Slamet didapuk menjadi cucuk lampah (pemimpin barisan).
Sebelum pusaka dikeluarkan, seorang abdi dalem wanita keluar di depan Kori Kamandungan. Ia terlihat membakar dupa di atas tungku dan kemudian berdoa. Sementara di jalan depan Kamandungan sejumlah abdi dalem pria menyebarkan ubi untuk makan kerbau yang akan memimpin kirab. Sesaat kemudian kelima kerbau bule tiba di lokasi.
Kelima kerbau yang datang dari kandang di Alun-alun Selatan kemudian memakan ubi yang disebar. Tepat pukul 24.00 WIB petugas membunyikan lonceng sebanyak 12 kali. Dan kirab 7 pusaka keraton pun dimulai dipimpin 5 kerbau bule. Putra Mahkota Keraton, Kanjeng Gusti Adipati Anom (KGPAA) Sudibyo Raja Putra Narendra Ing Mataram atau yang akrab disapa Pangeran Purboyo bersama dengan kerabat keraton dan ribuan abdi dalem lainnya juga mengikuti kirab. Purboyo nampak mengenakan beskap dan blangkon warna hitam serta kain jarit motif parang yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga raja. Sambil membawa sebilah keris pusaka yang dipayungi oleh abdi dalem.
Selama kirab, peserta tidak boleh mengenakan alas kaki dan dilarang berbicara.
Di belakang rombongan putra mahkota dan kerabat, terlihat satu per satu pusaka mulai dikeluarkan. Setiap pusaka dikawal oleh prajurit dan sejumlah abdi dalem yang membawa obor bambu serta payung keraton.
Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Pangeran Dani Nur Adiningrat mengatakan prosesi peringatan Tahun Baru Jawa 1 Suro Jinawal 1957 dimulai dengan tradisi wilujengan pada pukul 19.00 WIB. Selanjutnya ada peringatan haul Paku Buwono X yang meninggal pada malam 1 Sura. "Jam 22.30 WIB mulai dilakukan persiapan. Abdi dalem dan sentono dalem yang dapat tugas ngampil dan bongkar berjajar, dibagikan sangsang atau kalung bunga melati. Setelah itu gajah nguling atau hiasan telinga yang menandakan dia utusan raja untuk bawa pusaka," ujarnya.Selanjutnya, kata dia, pusaka yang disimpan di gedong pusaka dikeluarkan satu per satu. Sesampainya di pelataran, pembawa pusaka didampingi oleh abdi dalem yang membawa tombak dan obor bambu. "Setelah itu kita buat grup-grup untuk kemudian dikirabkan," terangnya. Sebelum iring-iringan kirab berangkat, lanjut dia, ada ritual doa di kawasan sakral keraton yang disebut Bandengan. Selain itu, juga dilakukan salat hajat dan shalat malam di masjid dalam keraton. "Jadi, ada yang berdoa lewat kirab, meditasi," imbuh dia.
Dani menambahkan, kegiatan ini merupakan cerminan instropeksi diri agar masa depan jadi lebih baik. "Peserta kirab berjalan sepertiga malam untuk mengheningkan diri. Mengoreksi kesalahan di masa lalu, berjanji tidak mengulangi kesalahan, dan berharap tahun depan lebih baik," katanya. Ketua Lembaga Dewan Adat Keraton Kasunanan Surakarta, GKR Wandansari atau yang akrab disapa Gusti Moeng mengaku telah mempersiapkan pergantian tahun Jawa ke Jimawal sejak Rabu pagi. "Kebetulan bareng dengan Selasa Kliwon kemarin, tugas yang saya lakukan ngisis wayang, ngisis Bedoyo Ketawang. Pagi di keraton, cek dan kasih arahan pada abdi dalem, kebun darat dan Sewoko agar keraton terlihat bersih dan tertata," ucapnya.
Pusaka yang dikirab melibatkan yang ngampil (pinjam), mbuntar (pegang pucuk belakang tombak). Kemudian ada yang nyongsong payung, membawa lampu petromaks, oncor (obor bambu), ting (lampu minyak tanah), ada yang mendampingi. "Kalau yang ngamping-ngampingi mbuntar dan ngampil itu ada 390, belum yang ting dan oncor. Oncor kita siap ada 500 dan pangombyong," ungkapnya. Kirab pusaka malam 1 Suro menempuh jarak sekitar 3 kilometer. Dengan rute yang sama seperti kirab sebelumnya. Yakni dari depan bangunan utama Kori Kamandungan, Supit Urang, Jalan Paku Buwana, Gapura Gladag, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, Jalan Slamet Riyadi dan kembali ke Keraton Surakarta.
Berebut kotoran kerbau Bule Satu yang dinantikan warga saat kirab Malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta adalah kotoran kerbau bule yang sering disebut 'lethong'. Masyarakat yang masih percaya tak segan-segan mengambil kotoran kerbau yang keluar saat kirab dengan tangan dan membawanya pulang. Mereka percaya kotoran kerbau kesayangan raja tersebut akan membawa tuah. "Percaya mas, kalau dapat saya tanam di kebun atau sawah biar subur," ujar Yunianto, warga Lamongan. Namun sayang Yunianto yang menonton kirab di sekitar perempatan Batutono tidak melihat kelima kerbau membuang kotorannya. "Nggak ada yang nlethong (buang kotoran) satupun. Jadi nggak dapat ini. Tahun lalu saya dapat pas di sekitar ketaton," keluhnya.