Sejarah Lie Detector, Alat Deteksi Kebohongan Dipakai Polisi buat Interogasi Pelaku Kriminal
Waktu berganti, zaman semakin modern, alat pendeteksi kebohongan alias lie detector pun diciptakan.
Kata bohong menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya alias dusta. Jika ditambah awalan ber-, maka berbohong mempunyai makna menyatakan sesuatu yang tidak benar kepada..
Umumnya, seseorang yang sudah berbohong akan menutupi kebohongan itu dengan kebohongan lain. Waktu berganti, zaman semakin modern, alat pendeteksi kebohongan alias lie detector pun diciptakan.
Tujuan dari pendeteksi kebohongan adalah untuk melihat apakah orang tersebut mengatakan yang sebenarnya atau berbohong saat menjawab pertanyaan tertentu.
Melansir dari laman bigthink, pada tahun 1921 seorang petugas polisi dan ahli fisiologi yang berbasis di California John A. Larson menciptakan lie detector yang secara bersamaan, bisa mengukur perubahan terus menerus dalam tekanan darah, detak jantung, dan laju pernapasan untuk membantu mendeteksi penipuan.
Tujuh tahun sebelumnya, pada tahun 1914, seorang psikolog Italia (Vittorio Benussi) menerbitkan temuan tentang 'gejala pernapasan dari kebohongan,' dan pada tahun 1915, seorang psikolog dan pengacara Amerika (William M. Marston) menemukan tes tekanan darah untuk deteksi penipuan.
Menurut American Polygraph Association (sebagian besar terdiri dari pemeriksa poligraf), perkiraan akurasi poligraf bisa mencapai 87 persen. Artinya, dalam 87 dari 100 kasus, poligraf akan dapat mendeteksi jika seseorang mengatakan yang sebenarnya.
Jika orang tersebut berbohong tetapi tidak memiliki gejala stres untuk berbohong, mereka akan lulus ujian.
Demikian pula, orang yang tidak bersalah dapat gagal dalam tes karena cemas untuk memulainya dan karena itu memancarkan peningkatan detak jantung, pernapasan, dan tekanan darah yang dapat dideteksi.
Cara Kerja Lie Detector
Lie detector juga dikenal sebagai tes poligraf, yang kerap digunakan untuk menyelidiki penipuan pada seseorang. Alat ini memang dirancang untuk menentukan apakah seseorang berbohong atau tidak.
Poligraf merupakan salah satu instrumen yang merekam respons fisiologis individu terhadap serangkaian pertanyaan terstruktur.
Biasanya tes poligraf ini digunakan untuk investigasi yang khusus untuk peristiwa tertentu (seperti dalam investigasi kejahatan), pemeriksaan karyawan, atau pemeriksaan pra-kerja.
Cara kerja lie detector alias tes poligraf ini, memiliki sensor yang dipasang pada individu yang sedang mengikuti tes. Adapun jumlah sensor berkisar dari empat hingga enam, tergantung pada jenis mesin. Sensor biasanya merekam laju pernapasan, denyut nadi (denyut jantung), tekanan darah, dan keringat seseorang.
Untuk pengukuran area ini disebut respons fisiologis, dan laju pernapasan biasanya diukur dengan pneumograf di mana terdapat kumparan yang melilit dada seseorang yang mengukur frekuensi dan intensitas pernapasan seseorang.
Cara kerja lie detector dimulai dengan data yang dikumpulkan selama tes poligraf, akan direkam menggunakan instrumen analog. Data akan dicetak pada selembar kertas yang bergerak dengan beberapa pena, yang kemudian gerakannya berfungsi untuk melaporkan data.
Karena proses ini, rekaman respons individu selama tes poligraf sebenarnya disebut bagan poligraf. Sebagian besar tes poligraf saat ini menggunakan sistem pencatatan terkomputerisasi untuk mengumpulkan data.
Pemeriksaan poligraf memiliki fase yang berbeda, yang terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya:
- Fase pretest di mana semua dokumen yang dibutuhkan untuk mengelola tes selesai. Pemeriksa juga menjelaskan proses tes poligraf dan menjawab setiap pertanyaan yang mungkin dimiliki individu yang mengikuti tes. Soal-soal yang akan digunakan untuk ujian sesungguhnya juga ditinjau selama fase ini untuk memastikan pemahaman tentang soal-soal sebenarnya.
- Fase pengumpulan grafik, di mana terdapat pengumpulan bagan dari penguji yang memberikan pertanyaan dan mengumpulkan sejumlah bagan poligraf. Jumlah pertanyaan yang diajukan dan bagan yang dikumpulkan bervariasi menurut kasus.
- Tahap terakhir adalah tahap analisis data, di mana informasi yang dikumpulkan melalui pertanyaan ditinjau dan dianalisis. Pemeriksa pada titik ini membuat keputusan, apakah ada penipuan atau tidak. Pada saat ini, penguji akan memberikan kesempatan kepada individu yang diuji untuk menjelaskan tanggapan mereka terhadap beberapa pertanyaan bila diperlukan.
Sejarah Lie Detector
Nama ilmiah alat pendeteksi kebohongan berasal dari dua akar bahasa Yunani. 'Graph' berarti 'tulisan' dan 'poly' berarti 'banyak'. Oleh karena itu, poligraf adalah ukuran dari berbagai fungsi fisiologis secara bersamaan menjadi satu catatan tertulis. Namun hari ini, kemungkinan besar catatan itu ada di komputer daripada di atas kertas.
Lie detector alias tes poligraf seperti yang dikenal saat ini sekarang sudah berusia hampir 100 tahun. Alat deteksi kebohongan ini didahului oleh perangkat lain, yang hanya mengukur satu indikator tubuh pada satu waktu. Contohnya termasuk perangkat Italia tahun 1904 untuk mengukur laju napas dan konsep Amerika yang ditinggalkan untuk mengukur tekanan darah seseorang.
Terdapat teori di balik mesin pendeteksi kebohongan, bahwa penipuan menyebabkan tekanan fisik pada tubuh. Ketika seseorang sedang stres, sistem saraf simpatik menghasilkan respons spesifik dan dapat diprediksi dalam tubuh.
Sumber: Liputan6.com