Tiga Cara Mengenali Anak Mengalami Stunting
Dokter menekankan agar balita yang terdeteksi pendek segera dirujuk ke puskesmas atau RS terdekat
Balita stunting memiliki otak yang tidak dapat berkembang dengan sempurna.
Tiga Cara Mengenali Anak Mengalami Stunting
Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Damayanti Rusli Sjarif memaparkan tiga langkah mengenali balita stunting (gagal tumbuh) yang perlu diperhatikan oleh kader posyandu.
"Pertama, anak itu harus diukur dengan alat ukur dan cara yang benar, jangan diterawang saja, jangan juga dibandingkan dengan anak-anak tetangganya, enggak boleh itu," kata Damayanti, Kamis (28/3).
Damayanti menegaskan, alat ukur untuk balita sudah dibagikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di setiap posyandu.
"Ada yang namanya infantometer untuk usia 0-2 tahun dia harus diukur tidur, kalau di atas dua tahun dia harus diukur berdiri, namanya stadiometer," ujarnya.
Cara kedua untuk mengenali balita stunting, lanjutnya, mencatat atau plotting berat dan tinggi badannya dalam pengukuran grafik buku Kartu Ibu dan Anak (KIA).
"Ketiga, kalau sudah terbukti pendek atau sangat pendek, segera dilaporkan ke dokter atau puskesmas, kalau memang ternyata pendek, segera dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD),"
ucapnya, dikutip dari Antara.
merdeka.com
Dia menjelaskan, balita berisiko stunting memiliki tinggi badan di bawah standar 2,1 deviasi yang tertera pada buku KIA.
Apabila balita ketika diukur terbukti pendek, maka setelah dirujuk ke RSUD, hanya dokter spesialis anak yang boleh menyatakan balita tersebut terbukti stunting atau tidak.
"Di RSUD, dokter spesialis anak akan membedakan, pendeknya apakah karena kelainan bawaan atau genetik, atau memang karena stunting. Kalau stunting, kita harus perbaiki dengan makanannya," katanya.
"Tetapi kalau pendek karena keturunan, terus kita kasih makanan, hasilnya bisa lain, malah akan gendut atau obesitas, bisa muncul penyakit yang lain," imbuhnya.
Balita berperawakan pendek, lanjut dia, dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Baik memang terlahir pendek karena genetik atau disebabkan karena kekurangan gizi jangka panjang.
"Anak kurang gizi itu sering sakit, penyebabnya bisa jadi karena tidak punya jamban dan sumber air bersih, jadi bolak-balik diare. Atau sakit melulu, misalnya batuk sampai 100 hari, sebenarnya ini bisa dicegah dengan imunisasi," ujar dia.
Dokter spesialis anak ini juga mengingatkan, yang seringkali tidak terdeteksi yakni bayi lahir di bawah 2,5 kg, atau bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).
"Bayi lahir di bawah 2.500 gram itu risiko menjadi stunting 51 persen, kalau tidak segera ditangani oleh dokter spesialis anak, bisa berbahaya, maka segera ditangani agar nanti bisa dilihat apakah ASI-nya kurang, ada alergi, dan mengapa berat badannya tidak naik," tuturnya.
Untuk itu, dia menekankan agar balita yang terdeteksi pendek segera dirujuk ke puskesmas atau RS terdekat, karena balita yang stunting otaknya tidak dapat berkembang dengan sempurna.