Anies Menang Pilpres, Co-Captain AMIN Sebut Sangat Mungkin Pembubaran FPI Ditinjau Ulang
Yusuf Martak menegaskan, AMIN tak akan sewenang-wenang jika terpilih sebagai Presiden-Wakil Presiden
Yusuf Martak menegaskan, AMIN tak akan sewenang-wenang jika terpilih sebagai Presiden-Wakil Presiden
Anies Menang Pilpres, Co-Captain AMIN Sebut Sangat Mungkin Pembubaran FPI Ditinjau Ulang
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama sekaligus Co-captain Timnas Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), Yusuf Martak, menegaskan, AMIN tak akan sewenang-wenang jika terpilih sebagai Presiden-Wakil Presiden pada Pemilu 2024.
Yusuf menanggapi pernyataan Pengamat Politik dari Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno yang menyebut bahwa AMIN terpilih, ormas yang telah dilarang pemerintah berpotensi bakal dihidupkan kembali.
Yusuf mengatakan, moto AMIN melakukan perubahan secara fundamental dan menyeluruh. Jika kebijakan pemerintah sebelumnya dianggap tak baik, maka akan diubah.
"Tapi yang baik pasti akan diteruskan karena ini kan pemerintahan bukan pemerintahan sewenang-sewenang kan, tapi harus jalan estafet karena ini sebuah negara besar," kata Yusuf, Selasa (19/12).
Yusuf lalu menyinggung sejumlah kasus di Indonesia yang dirasa masih meninggalkan bekas di publik.
Karena dianggap belum selesai, di antaranya KM 50 hingga pembubaran FPI.
"Apabila hal-hal contoh sekarang mengenai KM 50, Kanjuruhan, Rempang, mungkin ada hal-hal lain misalnya pembubaran organisasi. Nah itu pasti apabila dari pihak-pihak yang bersangkutan mengajukan atau meminta untuk ditinjau ulang ya tidak akan dihalang-halangi," kata Yusuf.
Yusuf menilai, apa yang dikatakan Adi Prayitno soal upaya menghidupkan kembali ormas terlarang sebaiknya tidak digiring ke arah narasi negatif.
"Nah Kanjuruhan kan sampai hari ini, KM50 kan Kapolri sudah menyatakan kalau ada novum baru," kata Yusuf.
Spesifik soal FPI, Yusuf mempertanyakan soal langkah pemerintah yang membubarkan FPI. Dia mengatakan, FPI tidak sama sekali bersalah.
"FPI kan banyak berbuat, melakukan banyak pergerakan yang sifatnya dakwah, melakukan rescue ke lokasi-lokasi bencana," kata Yusuf.
Yusuf menyebut, GNPF juga mendukung jika petinggi dan pendiri FPI berupaya melakukan peninjauan kembali soal organisasi pada 2024.
Sebab, pasca FPI bubar, muncul lagi FPI dengan kepanjangan baru.
"Ada sesuatu yang harus diclearkan. Logika berpikir saya kalau itu pun nanti dinyatakan tidak bersalah, kan mustahil ada dua FPI, tapi rehabilitasi nama baik FPI itu diperlukan," pungkas Yusuf.
Anies dan Cak Imin pun telah meneken pakta integritas Ijtima Ulama.
Pengamat politik dari Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menduga ada take and gift di balik dukungan ijtima ulama kepada AMIN alias tidak gratis.
Dimungkinkan di balik dukungan ini nantinya ormas-ormas yang dulunya dibekukan, seperti Front Pembela Islam (FPI), bisa dipulihkan kembali jika Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menjadi presiden dan wakil presiden.
“Kalau Anies menang sangat mungkin ormas yang dibubarkan dipulihkan kembali,” kata Adi saat dihubungi merdeka.com
Meski demikain, Adi menegaskan, dukungan ijtima ulama penting bagi AMIN.
“Dalam pilpres langsung, sekecil apapun dukungan politik pasti penting. Apalagi dukungan ijtima ulama pasti sangat signifikan,” kata Adi.
Menurut Adi, ijtima ulama memiliki jaringan massa yang solid meskipun tidak sekuat lima tahun lalu.
“Apapun judulnya, ijtima ulama merupakan komunitas politik yang punya jejaring agak solid meski tak sekuat 2017 dan 2019 lalu. dalam politik, satu suara tetaplah penting,” tegas Adi.
Menurut Adi, ijtima ulama mampu memberikan tambahan suara dari kelompok islam.
Terlebih, kata Adi, Anies memang dekat dengan kelompok islam yang terdiri dalam gerakan 212.
“Dan sejak lama Anies memang dekat dengan kelompok ijtima ulama. Pada level ijtima tentu harapan terbesar mreka Anies bisa menang pilpres dan memperjuangkan aspirasi Islam. Minimal aspirasi kelompok yang beririsan dengan ijtima ulama,” papar Adi.
Meski begitu, Adi meyakini dukungan ijtima ulama ini bukan bagian dari politik identitas.
Menurut dia, hal wajar dalam Pemilu, sekelompok massa menyatakan dukungan kepada calon tertentu yang dianggap mampu menjadi pemimpin.
“Itu dukungan politik warga negara biasa seperti dukungan komunitas islam lain ke capres tertentu,” ujar Adi.