KPU Anggap Laporan Ganjar-Mahfud soal Nepotisme hingga Pembagian Bansos Dalam Gugatan Hasil Pilpres ke MK Salah Alamat
KPU mempertanyakan Ganjar-Mahfud mempersoalkan pengangkatan penjabat kepala daerah hingga pembagian bansos dan bukan tentang perselisihan hasil Pilpres.
KPU mempertanyakan Ganjar-Mahfud mempersoalkan pengangkatan penjabat kepala daerah hingga pembagian bansos dan bukan tentang perselisihan hasil Pilpres.
KPU Anggap Laporan Ganjar-Mahfud soal Nepotisme hingga Pembagian Bansos Dalam Gugatan Hasil Pilpres ke MK Salah Alamat
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) sebagai pihak termohon dalam sengketa hasil Pilpres 2024 heran terhadap permohonan disampaikan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
KPU mempertanyakan dalil pemohon yang mempersoalkan kebijakan dilakukan presiden mulai dari pengangkatan penjabat kepala daerah hingga pembagian bansos dan bukan tentang perselisihan hasil dari Pilpres itu sendiri.
"Bahwa pemohon tidak mendalilkan adanya perselisihan hasil pemilihan umum, melainkan hal seperti nepotisme, pengangkatan penjabat kepala daerah yang masif untuk disebut mengarahkan pilihan, keterlibatan aparatur negara, pengerahan kepala desa, sampai dengan penyalahgunaan bantuan sosial," kata kuasa hukum KPU, Hifdzil Alim memberikan jawaban selaku termohon di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (28/3).
Hifdzil mengatakan dalil-dalil disampaikan pemohon sudah salah alamat, sehingga dipastikan permohonan pemohon sudah kabur dan tidak jelas dalam persidangan perselisihan hasil Pemilihan Umum.
"Bahwa dengan demikian permohonan pemohon nyata-nyata telah kabur, keluar dari perihal permohonan dan semakin tidak jelas mendalilkan adanya perselisihan hasil pemilihan umum," kata Hifdzil.
Menurut Hifdzil, dalil pemohon terkait nepotisme, pengangkatan penjabat kepala daerah yang masif untuk disebut mengarahkan pilihan, keterlibatan aparatur negara, pengerahan kepala desa, penyalahgunaan bantuan sosial adalah bentuk-bentuk dugaan pengkhianatan terhadap konstitusi dan pelanggaran asas pemilu yang bebas, jujur, dan adil bukan melalui jalur PHPU Pilpres 2024.
"Sebab, MK hanya berwenang mengadili perselisihan hasil pemilu, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf D Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, materi muatan permohonan pemohon bukanlah materi muatan perselisihan hasil pemilu yang dapat diperiksa oleh MK," kata Hifdzil.
Tim Ganjar-Mahfud Beberkan Skema Nepotisme Jokowi Untuk Menangkan Prabowo-Gibran
Anggota tim hukum Ganjar-Mahfud, Annisa Ismail mengungkapkan tiga skema nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Hal itu Annisa Ismail sampaikan saat membacakan permohonan dalam sidang perdana sengketa Pilpres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (27/3).
"Pelanggaran TSM yang dipermasalahkan dalam permohonan a quo adalah nepotisme yang melahirkan abuse of power terkait koordinasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo semata-mata demi memastikan agar paslon 2 (Prabowo-Gibran) memengkan Pilpres 2024 dalam satu putaran," kata Annisa.
Annisa menjabarkan, Skema nepotisme pertama yang dilakukan Presiden Jokowi yakni memastikan putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilpres 2024.
"Skema pertama, nepotisme yang dilakukan guna memastikan Gibran Rakabuming Raka memiliki dasar untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024 yang dimulai dengan dimajukannya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wali kota Surakarta," ungkap Annisa.
Untuk meloloskan Gibran dalam kontestasi Pilpres 2024, maka Presiden Jokowi melibatkan paman Gibran sebagai Ketua Hakim MK yakni Anwar Usman.
"Lalu keikutsertaan Anwar Usman dalam perkara nomor 90 tahun 2023 sampai dengan digunakannya termohon untuk menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka yang mana akhirnya keduanya dinyatakan melanggar etika," ucap Annisa.
Kemudian, skema nepotisme kedua, mengatur agar pihak-pihak yang berada di lingkaran Presiden Jokowi memegang posisi penting yang berhubungan dengan Pilpres.
"Guna menyiapkan jaringan yang diperlukan untuk mengatur jalannya Pilpres 2024 yang dimulai dengan dimajukannya orang-orang dekat Presiden Joko Widodo untuk memegang jabatan penting sehubungan dengan pelaksanaan Pilpres 2024. Khususnya ratusan pejabat kepala daerah," ujar dia.
Dan terakhir, Presiden Jokowi mengadakan pertemuan dengan pejabat desa hingga pusat serta memobilisasi bantuan sosial.
"Nepotisme yang dilakukan untuk memastikan agar paslon 02 memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran yang dilakukan dengan berbagai cara, mengadakan pertemuan-pertemuan dengan berbagai pejabat di berbagai lini mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah desa," jelas dia.
"Yang kemudian dikombinasikan dengan politisasi bansos sebagaimana terlihat dari aspek waktu pembagian, aspek jumlah yamg dibagikan, aspek pembagi bantuan sosial, dan tentunya aspek penerima bansos," tutup Annisa.