PDIP Gugat KPU ke PTUN, Minta Coret Prabowo-Gibran
Perbuatan melawan hukum itu menjadi satu kesatuan perbuatan yang bermuara pada perolehan hasil pilpres, yang pada akhirnya memenangkan Prabowo-Gibran.
Menurut Gayus, dugaan penggunaan sumber daya negara telah menguntungkan paslon 02.
PDIP Gugat KPU ke PTUN, Minta Coret Prabowo-Gibran
PDIP menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur. Objek sengketanya pun berbeda dengan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK), yakni lebih kepada dugaan perbuatan melawan hukum di Pemilu 2024, khususnya Pilpres.
"Hari ini kami memasukkan gugatan melalui PTUN, spesifik tentang perbuatan melawan hukum oleh pemerintahan yang berkuasa dalam hal ini utamanya adalah KPU. Gugatan kami adalah jenisnya adalah onrechmatige overheidsdaad dalam bahasa hukum, artinya sebuah perbuatan melanggar hukum oleh kekuasaan pemerintahan," tutur Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun di PTUN, Jakarta Timur, Selasa (2/4).
"Inti dari gugatan ini sangat berbeda dengan gugatan yang lain di MK misalnya. Tentu perbedaannya adalah karena di MK itu kan hitung-hitungan sengketa suara. Sementara kami ini fokus bukan pada proses hukum oleh KPU saja, tetapi lebih fokus lagi adalah perbuatan melawan hukum," sambungnya.
PDIP melalui tim hukumnya, kata Gayus, menggunakan hak konsitusional dengan melakukan gugatan ke PTUN atas perbuatan melawan hukum. Bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan berdasarkan nepotisme menimbulkan abuse of power, yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara umum, yang dalam tindakan adalah KPU RI di Pemilu 2024.
“Bahwa perbuatan melawan hukum tersebut berdampak pada penetapan calon presiden dan wakil presiden yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka, pelaksanaannya adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh aparatur negara,” jelas dia.
Menurut Gayus, dugaan penggunaan sumber daya negara telah menguntungkan paslon 02 serta hasil perolehan pemilu presiden dan wakil presiden. Perbuatan melawan hukum itu menjadi satu kesatuan perbuatan yang bermuara pada perolehan hasil pilpres, yang pada akhirnya memenangkan Prabowo-Gibran.
merdeka.com
“Dan perbuatan melawan hukum tersebut bertentangan dengan asas-asas dan norma-norma yang ada pada aturan tentang Pemilihan Umum. Bahwa PDIP sebagai partai pengusung Ganjar-Mahfud merupakan salah satu pihak yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum tersebut. Itu inti dari apa yang kami ajukan, yang sudah kami daftarkan,” ungkap Gayus.
Anggota tim kuasa hukum, Erna Ratnaningsih pun mengurai petitum dari gugatan tersebut. Pertama, meminta majelis hakim memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan Keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPRD, DPD, dan seterusnya, sampai dengan adanya keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
“Kemudian nomor dua, memerintahkan kepada tergugat untuk tidak menerbitkan atau melakukan tindakan administrasi apapun sampai keputusan yang berkekuatan hukum tetap,” terang Erna.
Kemudian dalam pokok permohonan, penggugat meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Termasuk meminta untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dan seterusnya.
“Memerintahkan tergugat untuk mencabut kembali keputusan KPU nomor 360 tahun 2024 dan seterusnya. Dan yang terakhir adalah memerintahkan tergugat untuk melakukan tindakan, mencabut, dan mencoret pasangan capres Prabowo dan cawapres Gibran sebagaimana tercantum dalam keputusan KPU nomor 360 tahun 2024,” Erna menandaskan.