Posisi Jokowi dan Prabowo setahun jelang Pilpres
Merdeka.com - Joko Widodo dan Prabowo Subianto diyakini akan kembali bertarung di Pemilu 2019 mendatang. Setidaknya, anggapan itu muncul dari mayoritas lembaga survei yang menyatakan belum ada lawan sepadan untuk mengalahkan elektabilitas kedua tokoh alumni Pilpres 2014 lalu itu.
Sepanjang tahun 2017, sudah banyak hasil survei yang dilakukan lembaga kredibel. Hasilnya semua sama, Joko Widodo dan Prabowo menjadi tokoh paling diminati responden dalam Pilpres 2017 mendatang.
Litbang Kompas misalnya, melakukan survei periode April 2017. Hasilnya Jokowi dan Prabowo masih mendominasi. Meskipun incumbent, Jokowi jauh meninggalkan Prabowo dari hasil survei kompas tersebut.
-
Apa klaim Prabowo tentang dirinya dan Jokowi? Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto mengatakan dirinya sudah menyatu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, Jokowi mampu menyatukan lawan menjadi kawan. Saat Pilpres 2019 Prabowo merupakan lawan Jokowi, namun setelah Jokowi terpilih menjadi presiden Prabowo pun merapat kedalam kabinet Jokowi.
-
Siapa yang mendukung Prabowo di Pilpres 2019? Prabowo diusung oleh Koalisi Indonesia Adil Makmur dan Jokowi didukung Koalisi Indonesia Kerja.
-
Apa yang dibahas Prabowo dan Jokowi? 'Koordinasi seperti biasa terkait pemerintahan,' kata Dahnil saat dikonfirmasi, Senin (8/7). Dia menjelaskan, koordinasi tugas tersebut mencakup Prabowo sebagai Menteri Pertahanan maupun sebagai Presiden terpilih 2024-2029. 'Baik tugas-tugas saat ini, beliau sebagai Menhan maupun tugas-tugas kepresidenan Pak Prabowo nanti,' jelas dia.
-
Kenapa Prabowo kokoh di Pilpres 2024? Posisinya sebagai ketua umum partai, membuat Prabowo kokoh dibanding calon lainnya.
-
Bagaimana cara Jokowi mempersiapkan Prabowo? 'Jadi, Mas Bowo berangkat ke sini ketemu ini jadi beliau yang saya siap pak siap bener saya ke Tiongkok atas petunjuk beliau saya ke Jepang saya sekarang di perintahkan untuk ke Timur Tengah karena sangat penting,' imbuh dia.
41,6 Persen responden memilih Jokowi. Sementara 22,1 persen mengalihkan dukungannya kepada Prabowo Subianto. Hasil survei ini terjadi sepanjang tahun 2017. Jokowi mendominasi, tapi massa loyal terhadap Prabowo sejak 2014 juga tak bisa dianggap remeh.
Litbang Kompas juga mengadakan survei pada awal Oktober 2018. Hasilnya, elektabilitas Jokowi naik jadi 46,3 persen. Sebaliknya, keterpilihan Prabowo menurun jadi 18,2 persen.
Hasil survei serupa juga ditunjukkan lembaga Saiful Mujani Research and Consulting. Dari dua survei yang dilakukan sepanjang tahun 2017. Nama Jokowi tak terkalahkan di puncak elektabilitas calon presiden 2019. Nomor dua tetap membuntuti Prabowo Subianto.
SMRC mencatat, pada Juni 2017, elektabilitas Jokowi sebesar 53,7 persen. Disusul dengan Prabowo yang mendapat keterpilihan 37,2 persen.
Pada September, SMRC kembali menggelar survei yang menghasilkan, elektabilitas Jokowi mencapai 38,9 persen. Sementara Prabowo turun hanya tinggal 12 persen saja.
"Bila pemilihan presiden diadakan sekarang, Jokowi mendapat dukungan terbanyak. Selanjutnya Prabowo Subianto. Dalam jawaban spontan, dukungan untuk Jokowi pada September 2017 ini sebesar 38,9 persen, dan Prabowo 12 persen. Nama-nama lain di bawah 2 persen," ujar Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan dalam jumpa pers di kantornya, Jl Cisadane, Jakpus, Kamis (5/10) lalu.
Hingga akhir tahun 2017, belum ada nama calon presiden yang bisa menandingi Jokowi dan Prabowo. Namun untuk calon wakil presiden, sederet nama sudah digadang menjadi calon potensial yang bisa mendampingi Jokowi atau Prabowo.
Indo Barometer melakukan survei terhadap cawapres potensial yang bakal muncul di Pilpres 2019 nanti. Dari hasil tersebut, ada nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Nama Anies menjadi cawapres tertinggi dengan tingkat elektabilitas mencapai 10,5 persen.
Disusul posisi kedua ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan persentase 9,6 persen. Sejak meninggalkan kesatuannya di TNI, AHY memilih maju di Pilgub DKI 2017. Sayang, nasib belum berpihak, dia kalah oleh Anies Baswedan.
Selain nama-nama di atas, Indo Barometer juga memunculkan nama seperti Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Presiden PKS Sohibul Iman, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dan juga mantan Panglima TNI Jenderal (Purnawirawan) Moeldoko. Begitu juga Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, Wagub DKI Sandiaga Uno, mantan ketum Golkar Setya Novanto, gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu. Tapi perolehannya hanya di bawah 1 persen saja.
Dukungan partai politik
Dari hasil survei seluruh lembaga riset yang kredibel dan ternama, elektabilitas Jokowi tak tertandingi, termasuk dengan pesaing terberatnya Prabowo Subianto. Hal ini dinilai wajar oleh sejumlah kalangan karena posisi Jokowi saat ini sebagai penguasa dan calon petahana.
Ditambah lagi, soliditas partai politik pendukung pemerintah. Sejak jauh hari, Partai Golkar telah memutuskan untuk mendukung Presiden Joko Widodo menjabat sebagai presiden hingga 2024. Keputusan itu diambil dalam Rapimnas era Setya Novanto, hingga di Rapimnas era Airlangga Hartarto pada pertengan Desember lalu.
Golkar juga sejak jauh hari telah menginstruksikan kepada seluruh pengurus daerah untuk memasang foto Jokowi di atribut Golkar.
Bukan cuma Golkar, partai NasDem, Hanura dan PPP juga telah mendeklarasikan diri untuk mendukung Jokowi di Pilpres 2019. Jokowi dinilai telah sukses memimpin Indonesia, salah satunya yakni program unggualan pemerintah di bidang infrastruktur. Selain itu, elektabilitas Jokowi juga diyakini mampu mendongkrak suara para partai pendukung. Di partai pemerintah, hanya PAN, PDIP dan PKB yang belum deklarasi mendukung Jokowi.
Di sisi lainnya, Gerindra juga telah jauh hari ingin memajukan kembali sang ketua umum Prabowo Subianto untuk jadi capres di 2019. Rencananya, deklarasi itu akan dilakukan awal tahun 2018 nanti.
Tapi hingga kini, Gerindra belum mendapatkan jawaban yang tegas dari Prabowo, apakah mantan Danjen Kopassus itu ingin maju kembali atau tidak.
"Jawabannya beliau ini yang sedang kami tunggu sampai sekarang," ujar Sekjen Gerindra Ahmad Muzani di gedung DPR, Jakarta, Senin (27/7) lalu.
Tapi, peta koalisi pendukung Prabowo di 2019 sudah mulai terlihat sejak kini. Hal itu merujuk pada koalisi partai di Pilkada serentak 2018. Dimana Gerindra, PKS dan PAN telah menegaskan kompak bersama.
Bahkan, secara terang-terangan diungkapkan koalisi yang dibangun oleh ketiga partai ini demi menyambut Pilpres 2019.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, koalisi partainya dengan PKS dan PAN di sejumlah Pilkada bisa menjadi upaya konsolidasi jelang Pemilu Serentak 2019 mendatang. Sehingga, bukan tidak mungkin 3 partai akan kembali bersatu di Pemilu 2019.
"Karena juga bersamaan dengan Pileg itu penting bagi semua partai untuk memantapkan konsolidasi partai," katanya saat dihubungi, Rabu (27/12).
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Prabowo mempunyai peluang untuk memimpin dalam skema head to head, baik ketika berhadapan dengan Ganjar maupun Anies.
Baca SelengkapnyaBasis suara pemilih Ganjar berasal dari loyalis Jokowi, dan mereka terus beralih ke Prabowo hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaPrabowo dianggap bisa melanjutkan program yang sudah digagas Jokowi.
Baca SelengkapnyaHasil survei LSI pastikan Prabowo-Gibran maju ke putaran dua, tapi untuk lawannya bisa Anies atau Ganjar
Baca SelengkapnyaPengamat menilai Prabowo merupakan kandidat capres yang berpotensi besar meraih limpahan elektabilitas pada Pilpres 2024.
Baca Selengkapnya"Penerus Jokowi adalah Ganjar-Mahfud," tutur politisi PDIP Aria Bima.
Baca SelengkapnyaPrabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) sempat bertarung di Pilpres 2019.
Baca SelengkapnyaPeneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dukungan untuk Prabowo mencapai 45,3 persen.
Baca SelengkapnyaDirektur Eksekutif LSI Djayadi Hanan menyebut, pemilih Joko Widodo (Jokowi) pada Pemilihan Presiden (2019) beralih kepada Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaMenurut dia, hal ini tercermin dari elektabilitas Prabowo-Gibran
Baca SelengkapnyaPembicara LSI Denny JA Ardian Sopa mengatakan, Prabowo-Gibran bisa menang satu putaran jika bisa mempertahankan tren peningkatan elektabilitasnya.
Baca Selengkapnya