Sejumlah Kades di Garut Diduga Dukung Salah Satu Pasangan Calon di Pilkada, Bawaslu Investigasi
Proses tersebut dilakukan pihaknya setelah menerima laporan resmi dari pelapor.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Garut saat ini tengah melakukan investigasi dan penelusuran kaitan dugaan adanya dukungan dari sejumlah Kepala Desa (Kades) terhadap salah satu pasangan bakal pasangan calon (Bacalon) Bupati dan Wakil Bupati Garut. Proses tersebut dilakukan pihaknya setelah menerima laporan resmi dari pelapor.
Ketua Bawaslu Garut, Ahmad Nurul Syahid mengatakan setidaknya ada tiga locus dugaan keterlibatan para Kades dalam mendukung salah satu bacalon. “Yang pertama di Malangbong, kedua Samarang, dan ketiga Bayongbong,” katanya, Sabtu (21/9).
Ia menjelaskan bahwa model keterlibatan para kades di tiga kecamatan itu berbeda, namun bacalon yang didukungnya sama. Untuk di Kecamatan Malangbong, dugaan keterlibatan kades karena digunakannya sarana milik desa untuk deklarasi dan bimbingan teknis saksi.
"Di Kecamatan Samarang, ada dugaan nama-nama tim untuk masing-masing TPS (tempat pemungutan suara) dan ditandatangani kades dan dicap desa setempat. Lalu di Kecamatan Bayongbong, diduga sejumlah kepala desa berkumpul deklarasi mendukung salah satu pasangan," jelasnya.
Atas laporan tersebut, diakuinya, Bawaslu Garut sedang melakukan investigasi dan penelusuran untuk memastikan identitas kades mana dan namanya siapa saja yang terlibat. Dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil para kades yang diduga terlibat itu.
"Bawaslu, sesuai undang-undang, sudah sangat jelas bahwa kades tidak boleh mengambil membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon. Tidak boleh kades mendukung salah satu calon, di frasanya calon, kalau calon aslinya artinya sudah ditetapkan KPU," ungkapnya.
"Meskipun (yang didukung) belum (menjadi) calon akan tetap kami proses, menggunakan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa. Karena kemungkinan ada dua perlakuan tentang kades, bisa undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa atau undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada," sambungnya.
Diakui Ahmad, pelapor dalam laporan ya membawa bukti pesan berantai dari aplikasi perpesanan, data-data nama per TPS yang ditandatangani bahkan distempel desa untuk yang Kecamatan Samarang. Pelapor juga membawa bukti lainnya kaitan dengan dua kecamatan lainnya.
"Laporan masuk kemarin (Kamis 19 September 2024), mudah2an Senin atau Selasa masuk tahapan minta keterangan, bisa kades, dan nama-nama yang ada di data tersebut. Karena ini terjadi sebelum masa penetapan harus segera kita lakukan prosesnya penanganannya," sebutnya.
Sementara, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Jawa Barat, Dede Kusdinar mengatakan bahwa para kades harus memahami aturan kaitan peran politik mereka, terutama yang tercantum dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 17.
Ia menjelaskan bahwa mengacu pada pasal 29 (g) undang-undang nomor 6 tahun 2014 kades dilarang menjadi pengurus partai politik. "Pada poin i juga disebutkan bahwa kades dilarang terlibat dalam kampanye pemilihan umum atau memberikan keuntungan kepada salah satu calon," jelasnya.
Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan PKPU yang melarang kades berpolitik praktis. Namun walau begitu, menurutnya para kades harus memahami visi dan misi semua calon kepala daerah, baik untuk pemilihan bupati atau gubernur sehingga memiliki gambaran siapa yang akan memimpin lima tahun kedepan.
Kaitan dengan adanya dugaan kades yang hadir di acara politik diluar jam kerja, Dede mengingatkan agar tidak menggunakan fasilitas negara. Hal itu menurutnya sesuai dengan aturan yang tercantum di undang-undang nomor 16 tahun 2014 dan PKPU nomor 17.
"Sebagai individu, kepala desa masih memiliki hak politik untuk memilih dalam Pilkada ini. Namun tentunya gal tersebut harus dilakukan secara pribadi, tidak boleh melibatkan jabatan dan menggunakan fasilitas negara," ucapnya.
"Di satu sisi, sebagai individu, kepala desa tetap memiliki hak politik untuk memilih dalam Pilbup dan Pilgub. Namun, hal ini harus dilakukan secara pribadi dan tidak boleh melibatkan jabatan mereka atau menggunakan fasilitas negara," tambah Dede.