Sekjen PDIP: Pergerakan Tokoh Intelektual Cermin Buruknya Demokrasi
Mundurnya Mahfud MD dari jabatan Menko Polhukam disambut kuat oleh gerakan pro demokrasi.
Mundurnya Mahfud MD dari jabatan Menko Polhukam disambut kuat oleh gerakan pro demokrasi.
Sekjen PDIP: Pergerakan Tokoh Intelektual Cermin Buruknya Demokrasi
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengulas sejumlah poin utama yang menjadi sorotan dalam situasi politik jelang hari pencoblosan Pilpres 2024 yakni 14 Februari 2024 mendatang.
Menurutnya, mundurnya Mahfud MD dari jabatan Menko Polhukam disambut kuat oleh gerakan pro demokrasi, seruan moral, hingga gaung kebenaran.
Hasto menerangkan, seruan untuk menjadikan rakyat sebagai sumber kedaulatan semakin menggema. Setidaknya lebih dari 29 kampus se-Indonesia telah melontarkan kritik atas kondisi demokrasi hari ini.
“Termasuk pentingnya agar pemilu betul betul berjalan secara demokratis, jurdil dan bermartabat, serta berbagai indikasi adanya oknum-oknum aparat TNI Polri yang tidak netral, dan tuntutan agar tidak terjadi politisasi bansos, sebagai hal rakyat dan menggunakan anggaran negara untuk dapat diperhatikan, jangan sampai fungsi elektoral kekuasaan itu jauh lebih dominan daripada menempatkan prinsip kedaulatan rakyat itu,” kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/2).Hasto mengingatkan banyaknya dugaan intimidasi disertai dengan praktik penyalahgunaan kekuasaan yang berlangsung jelang Pemilu. Bahkan, lembaga survei pun dijadikan sebagai alat dan instrumen elektoral sehingga kredibilitasnya pun patut dipertanyakan.
"Apalagi ketika ada yang mengatakan bahwa pasangan 02, itu didukung oleh lebih dari sepertiga penyumbang perekonomian nasional, maka ini akhirnya menghadapkan kekuatan rakyat, presiden rakyat, Ganjar-Mahfud. Vis a vis terhadap kekuatan kekuasaan itu yaitu Paslon 02," jelasnya.
Sekretaris Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud itu juga menanggapi pergerakan para tokoh-tokoh intelektual dari kampus ternama, pergerakan tokoh budaya, kelompok pro demokrasi, hingga tokoh kebangsaan yang merasa harus turun gunung. Hal itu merupakan cermin memburuknya kualitas demokrasi.
"Demokrasi di Indonesia dalam keadaan yang terancam, terlebih dipadukan dengan kekuasaan dan kebijakan yang populis," ungkapnya.
Tidak ketinggalan soal fenomena kampanye paslon nomor urut dua Prabowo-Gibran di banyak wilayah yang terekam sepi, meski dengan fasilitas yang luar biasa.
"Dengan kualitas yang baik, tetapi ternyata itu sepi. Sehingga ada gap yang besar antara apa yang dibangun dari persepsi hasil survei dengan realitas yang terjadi di lapangan," kata Hasto.
Sebaliknya, terjadi peristiwa penganiayaan di Boyolali yang menimpa relawan pendukung Ganjar-Mahfud, yang dipersekusi oleh aparat TNI. Termasuk tindak kekerasan di Yogyakarta hingga penurunan bendera PDIP secara paksa di Gunung Kidul.
Hasto menilai, peristiwa itu justru menjadi arus balik, bahwa kekuatan organik yang mendukung Ganjar-Mahfud semakin besar. Hal tersebut dapat dilihat dalam acara Hajatan Rakyat Konser Salam Metal 03 Ganjar-Mahfud di Gelora Bung Karno, Senayan.
"Sehingga Ganjar-Mahfud justru mendapatkan sentimen yang paling positif melalui gerakan rakyat massa organik yang datang dengan minimnya fasilitas, dengan tidak adanya lebih dari sepertiga pengusaha perekonomian nasional yang mendukung pada pasangan Ganjar, karena lebih banyak mendukung pasangan Prabowo," tutupnya.