Sentilan Keras Megawati, dari Makanan Bergizi hingga Lembaga Penegak Hukum
Sentilan keras Ketua Umum PDI Perjuangan ini disampaikannya saat menghadiri acara peluncuran buku.
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri melontarkan kritik tajam terkait program makanan bergizi dari Presiden Prabowo serta sejumlah lembaga penegak hukum, termasuk Polri dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Sentilan keras Ketua Umum PDI Perjuangan ini disampaikannya saat menghadiri acara peluncuran buku berjudul :Pilpres 2024: Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis” karya Todung Mulya Lubis, pada Kamis (12/12).
Berikut Merdeka.com merangkum sentilan-sentilan keras Megawati terhadap program makanan bergizi dan lembaga penegak hukum.
Kritik Anggaran Makan Bergizi Gratis
Megawati Soekarnoputri mengkritik anggaran dari program makan bergizi gratis pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Dia mengaku setuju dengan program tersebut, namun menurutnya anggaran sebesar Rp10.000 per porsi untuk program makan bergizi terlalu kecil.
"Dihitung, Rp10.000 ye, apa yo. Apalagi sekarang harga naik," kata Megawati dalam acara peluncuran Buku Todung Mulya Lubis di Hotel Four Seasons, Jakarta Pusat, Kamis (12/12).
Dia lantas meminta Prabowo agar menghitung ulang anggaran per porsi makan bergizi gratis
"Eh Mas Bowo, kalau dengar ini, tolong deh. Suruh dihitung lagi," ujar Megawati.
Megawati menyebut sebagai seseorang yang pintar memasak, anggaran sebesar Rp10.000 per porsi hanya terlalu kecil dan hanya bisa mendapat lauk berupa tempe.
"Maaf ya Mas (Prabowo) saya harus kritik. Saya suruh kok ibu-ibu hitung, Rp10.000 dapat opo toh? Baru ibu-ibu bilang, ya dapat opo ya, paling tempe. Ya iya lah. Karena saya bisa masak," ucap Megawati.
Singgung MK soal Putusan Batas Usia Cawapres hingga Anwar Usman
Selain itu, Megawati juga menyinggung soal putusan MK Nomor 90 yang mengubah batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). Putusan itu membuat putra sulung Presiden ke-6 RI Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka maju dan menang pada Pilpres 2024.
Dia mengaku menyesal telah membentuk MK menjadi lembaga peradilan besar di Indonesia. Sebab, saat gugatan batas usia capres bergulir di MK, Megawati merasa tak mendapatkan bantuan.
"Saya menyesali nasibku sendiri. Ngapain gue digituin ya, padahal gue bikin keren-keren loh. Nggak ada yang nolongin saya, semua bungkam," katanya.
Dia mengaku susah payah membentuk MK pada tahun 2003 hingga turun tangan mencari gedung untuk MK.
"Aku sampai ingat yang nyariin gedungnya, sampai aku pikir gimana ya kembaliin gedung tuh biar jadi gedung opo, nggak usah MK ditaruh di mana. Capek-capek presiden cari gedung," ucapnya.
Megawati lalu mengungkit penunjukkan Anwar Usman sebagai Ketua MK, dan mengaku heran dengan pemilihannya. Menurutnya masih ada hakim yang memiliki latar belakang lebih mumpuni dibandingkan Anwar Usman.
"Dibilang, oh beliau (Anwar Usman) begini, begini. Terus saya pikir, saya rasanya tahu deh yang namanya hakim-hakim MK yang senior, yang bagus, saya garuk-garuk kepala. Nah setelah tahu latar belakang saya mulai mikir ini ada apa toh yo," ucap Megawati.
Di bawah kepemimpinan Anwar Usman, MK mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres. Megawati pun mengaku sempat ingin menemui hakim MK.
"Sampai saya kepingin datangin itu pak hakim-hakim. Lo jangan jadi hakim loh kalau rasa kemanusiaan kalian enggak ada. Nah enak aja ketok dok, dok, terus kayak keren gitu, enggak lah," katanya.
Usulan Polri di Bawah Kemendagri
Megawati juga menyentil keras lembaga penegak hukum, Polisi Republik Indonesia (Polri). Dia mengatakan, selama ini jenderal polisi jarang menyentuh hukum. Padahal kata Megawati, Jenderal Polisi merupakan penanggung jawab atas semua masalah yang terjadi di tubuh Polri. Dia mengaku kasihan pada anggota Polri.
"Eh Pak Polri dengerin ya. Loh iya, yang bawah-bawah suka kasian saya lihat. Sudah capek," kata Megawati.
Megawati menyinggung konflik Papua-Freeport di era Presiden Soekarno, di mana Polri terlibat. Namun, polisi berpangkat rendah yang justru ditangkap, bukan jenderal.
"Anehnya enggak ada loh jenderal yang ditangkap. Selalu kan keroco yang ditangkap. Karena akomodasi dia yang melakukan dan itu salah perintah. Kesel saya. Kesel saya. Masa gitu. Terangkan dong," ujarnya.
Dia lalu mengaku sudah meminta Fraksi PDIP di DPR untuk mendorong Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Heh Polri, aku ini yang bikin kamu Polri. Ini aja, aku suruh fraksi aku, pengen tahu saja gimana sih reaksinya. Nanti kalau gini terus masukkin ke Kemendagri, direkomendasikan toh? Gelisah toh? Gelisah toh?" pungkasnya.
Setelah meminta Fraksi PDIP mendorong Polri berada di bawah Kemendagri, kata Megawati, banyak yang panik. Mereka meminta agar Polri tidak dileburkan ke Kemendagri.
Megawati kemudian meminta anak buahnya untuk mencari data para jenderal polisi yang melakukan pelanggaran tetapi tidak pernah dihukum.
"Ayo coba cari data. Di dalam persoalan ini pasti dihukum-hukum, jangan dipecat para jenderal. Saya kan pernah presiden. Kok kesalahan dilimpahkan ke anak buah. Padahal anak buah kalau tidak diperintah, keluar," tuturnya.
Reporter Magang: Maria Hermina Kristin