Tim Pemenangan Prabowo Bandingkan Gibran dengan Anak Soekarno, SMRC: Perbandingan yang Keliru
Politikus Golkar Nusron Wahid menyinggung anak-anak Presiden RI-I Soekarno yang dinilai tidak punya prestasi saat masih muda.
Politikus Golkar Nusron Wahid menyinggung anak-anak Presiden RI-I Soekarno yang dinilai tidak punya prestasi saat masih muda
Tim Pemenangan Prabowo Bandingkan Gibran dengan Anak Soekarno, SMRC: Perbandingan yang Keliru
Politikus Golkar Nusron Wahid menyinggung anak-anak Presiden RI-I Soekarno yang dinilai tidak punya prestasi saat masih muda.
Sehingga tidak bisa membuka peluang di karir politik. Menjadikan mereka sebagai penerus ayahnya.
Pernyataan Nusron dilontarkan terkait polemik majunya anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres mendampingi capres Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
"Soekarno pun presiden, nggak bisa menjadikan Bu Mega jadi calon wakil presiden, Pak Harto pun nggak bisa. Kenapa? Karena nggak punya prestasi waktu muda itu," kata Nusron.
Dalam kesempatan yang sama, Nusron memuji Gibran yang dianggap mampu maju menjadi cawapres karena berani dan punya prestasi.
Nusron menyebut, majunya Gibran demi menjawab keinginan publik luas yang menginginkan generasi muda untuk menjadi pemimpin-pemimpin nasional.
Menanggapi hal itu, Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad, menilai perbandingan yang dilontarkan Nusron Wahid tidak tepat.
Menurutnya, sistem pemerintahan di era Soekarno dan terutama di era Soeharto yang non-demokratis, justru kental dengan nuansa nepotisme.
“Menurut saya, itu perbandingan yang keliru. Soeharto dan Soekarno berkuasa di sistem non-demokratis. Soekarno mungkin lebih baik dibanding Soeharto dalam persoalan nepotisme. Soeharto, di akhir masa jabatannya sangat kental dengan nepotisme di mana anak-anaknya terlibat dalam kabinet dan monopoli bisnis,"
Peneliti SMRC, Saidiman Ahmad
Saidiman menilai, gerakan reformasi menjadi media pembendung aksi nepotisme yang menguat di era rezim Orde Baru di bawah Soeharto.
“Kalau tidak ada gerakan reformasi, keluarga Soeharto tak terbendung. Dan itu bisa kembali terjadi sekarang jika tak ada komitmen moral dari Jokowi,” ujar Saidiman.
Terkait penyataan dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebutkan seorang pemimpin harus melalui proses panjang dan sulit, Saidiman berpendapat definisi berproses itu tidak bermakna tunggal.“Apa yang disebut berproses itu tentu definisinya tidak tunggal. Pengkaderan di politik tidak harus melulu dalam bentuk anggota partai. Aktif dalam urusan kemasyarakatan, bisnis, pendidikan, akademik, advokasi sosial dan lain-lain juga bagian dari proses politik secara lebih luas,” terang Saidiman.
Saidiman menekankan, masalah akan muncul jika kemudian ada cara-cara yang tidak benar dalam proses berkontestasi dalam politik.
“Namun yang bermasalah adalah jika proses masuk kontestasi dilakukan secara tidak benar, misalnya menabrak hukum atau hukum dimanipulasi agar bisa lolos atau mengandalkan pengaruh presiden agar aturan umur diubah di tengah jalan agar lolos jadi calon wakil presiden. Proses itu yang menjadi masalah,” tutup Saidiman.