Viral ASN Pemkab Boyolali Mengaku Diperintah Menangkan Ganjar dan PDIP, Ini Penjelasan PJ Gubernur Jateng
Viral video diduga Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Boyolali mengaku diperintah untuk memenangkan PDIP dan Ganjar
Wanita itu tampak mengenakan seragam dinas Pemkab Boyolali.
Viral ASN Pemkab Boyolali Mengaku Diperintah Menangkan Ganjar dan PDIP, Ini Penjelasan PJ Gubernur Jateng
Viral video diduga Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Boyolali mengaku diperintah untuk memenangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Capres Ganjar Pranowo.
Dalam video berdurasi 1 menit 45 detik, seorang wanita bercerita diminta pimpinan untuk memenangkan Ganjar dan PDIP dalam Pilpres 2024. Video tersebut diposting di akun TikTok @/aseppratama01_ pada Selasa (14/11).
"Nek itu sudah jadi rahasia umum sih mas diarahkan untuk memenangkan PDIP dan memilih Ganjar," katanya saat berbincang dengan seseorang di warung makan dikutip merdeka.com, Rabu (15/11).
Terlihat tidak jelas wajah pegawai ASN serta identitasnya dalam video tersebut. Namun, wanita itu tampak mengenakan seragam dinas Pemkab Boyolali. Dia mengaku, instruksi itu untuk memenangkan PDIP dan Ganjar Pranowo tersebut datang dari pimpinan satuan kerja.
"Saya dengar dari teman temanku banyak yang dipungut biaya sumbangan sama menangkan calon PDIP. Itu sih dari pimpinan satuan kerja. Biasanya yang instruksikan dia yang punya kuasa di Boyolali," bebernya.
Dalam video itu, pegawai ASN di Pemdes di Boyolali itu mengaku sudah ASN-ASN yang menerima instruksi untuk memilih Ganjar dan PDIP.
"Biasanya ASN PPPK sama pegawai Pemdes itu dijatah mana yang bisa diarahkan mana yang tidak bisa serius, yang pembangkang," terangnya.
Tidak hanya itu, dia juga menceritakan ASN yang tidak menaati perintah atasan diancam dimutasi. ASN diancam dipindah ke wilayah kerja yang jauh dari rumah.
"Kalau yang membangkang itu diberi sanksi biasanya PNS, PPPK itu dimutasi di daerah kecamatan atau desa yang jauh dari rumahnya,"
bebernya.
Bahkan, perintah ini telah dilakukan sejak lama. Dalam video tersebut, ASN itu mengaku proses seleksi PNS dan PPPK di Pemkab Boyolali merupakan rekomendasi dari PDIP.
"Kalau nolak biasanya dijauhkan dari pergaulan di lingkungan kerja. Yang bangkang dipindah dijauhkan dari lingkungan kerja dari pimpinannya itu," ungkapnya.
"Itu sudah kama di Boyolali karena proses awal seleksi pegawai PPPK kan dari Pemdes biasanya dapat rekom dari orang partai. Yang rekomendasi biasanya dari partai," ungkap seorang ASN dalam video tersebut.
Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana bakal melakukan pengecekan dengan mengerahkan tim satuan tugas. Meskipun, kata Nana, pengawasan seharusnya menjadi kewenangannya Bawaslu.
"Tapi itu bukan tugas kita, ada tim khusus di lapangan untuk mencegah kecurangan. Tapi nanti itu urusannya dengan bawaslu kalau masalah kampanye. Bila ada keterlibatan dan kecurangan dari ASN akan kami proses," kata Nana Sudjana di Gradika.
Pihaknya menyiapkan tim khusus untuk memantau netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selama tahapan Pemilu 2024. Tim tersebut akan melakukan pemantauan secara terus-menerus terkait aktivitas ASN, khususnya berkaitan dengan tindakan melanggar netralitas.
"Dalam hal pemantauan kita ada Kominfo yang akan terus memonitor terkait perkembangan yang berkaitan dengan masalah cyber. Kita patroli terus,"
ungkapnya.
merdeka.com
Menurut dia, ASN harus menjadi contoh bagi masyarakat dengan bersikap profesional. Apalagi memasuki tahun politik ini, profesionalitas ASN harus dijunjung tinggi. ASN tidak boleh melakukan politik praktis atau tidak boleh mengikuti dan menjadi bagian dari partai politik dan pasangan calon (paslon) tertentu.
"Apalagi ikut serta dalam kampanye dan mengarahkan publik untuk memilih salah satu kontestan pemilu," jelasnya.
Nana menjelaskan, aturan mengenai larangan ASN untuk tidak mengunggah konten atau berpose dengan simbol-simbol terkait partai atau Paslon tertentu.
"Jadi simbol-simbol menggunakan jari ataupun hal lain yang berkaitan masalah ini sangat sensitif. (Mengunggah konten paslon) tidak boleh. Sanksinya sudah jelas. Ada sanksi ringan, sedang, dan berat. Kalau yang berat ini bisa juga kita berhentikan sebagai ASN,"
tutupnya.
merdeka.com