Antara Kuning Telor dan Gorengan, Mana yang Lebih Berdampak Buruk bagi Pasien Kolesterol Tinggi
Menurut dr. Marya Haryono, penting untuk mengontrol porsi, frekuensi, dan metode pengolahan guna mengurangi risiko kesehatan.

Banyak orang memiliki pemahaman yang keliru mengenai kolesterol. Salah satu mitos umum yang beredar adalah bahwa individu dengan kadar kolesterol tinggi harus sepenuhnya menghindari konsumsi telur dan makanan gorengan. Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu. Menurut dr. Marya Haryono, M.Gizi, Sp.GK, FINEM, seorang Dokter Gizi di Siloam Hospitals Kebon Jeruk, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah sumber kolesterol yang terkandung dalam makanan, seperti kuning telur, seafood (seperti udang, cumi, kerang, dan kepiting), serta makanan yang kaya akan lemak jenuh seperti santan dan gorengan.
"Sebenarnya, yang perlu dibatasi adalah asupan sumber kolesterol, termasuk kuning telur yang berlebihan. Apakah telur boleh dimakan? Tentu saja, hanya saja kita harus memperhatikan porsinya," ungkap Marya kepada Health Liputan6.com dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
Sebagai contoh, jika seseorang mengonsumsi empat kuning telur, empat bungkus gorengan, dan makanan lain yang juga tinggi kolesterol seperti jeroan dalam satu hari, maka hal tersebut dapat meningkatkan risiko kolesterol tinggi. "Dokter biasanya akan menyarankan untuk menghentikan konsumsi kuning telur dalam situasi semacam ini, karena asupan makanan lain sudah mengandung banyak sumber kolesterol," tambah Marya. Namun, bukan berarti pasien dengan kolesterol tinggi harus sepenuhnya meninggalkan telur.
Yang perlu diperhatikan adalah porsi dan frekuensi konsumsi. "Kadang sebenarnya bukan tidak boleh, tetapi lebih kepada ukuran porsi," ujarnya. Oleh karena itu, penting untuk diingat bahwa tidak ada satu jenis makanan pun yang secara khusus 'mematikan' bagi pasien kolesterol tinggi. Baik kuning telur maupun gorengan memiliki risiko masing-masing.
Bolehkah Orang dengan Kolesterol Tinggi Konsumsi Gorengan?

Bagaimana dengan konsumsi gorengan? Menurut penjelasan dr. Marya, gorengan memiliki risiko kesehatan tersendiri. "Meskipun gorengan dibuat dari bahan-bahan seperti sayur atau kentang yang tidak mengandung kolesterol karena berasal dari tumbuhan, konsumsi berlebihan tetap berbahaya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar lemak jenuh yang dihasilkan dari proses penggorengan," ungkapnya. Oleh karena itu, walaupun hanya mengonsumsi satu kuning telur, jika diimbangi dengan lima bungkus gorengan, hal tersebut tetap tidak baik untuk kesehatan.
Selain itu, penting untuk memahami bahwa metode pengolahan makanan berpengaruh besar terhadap dampaknya pada kesehatan. "Mencari makanan bergizi itu sebenarnya mudah, informasi mengenai hal tersebut sangat banyak. Namun, sering kali orang lupa bahwa cara penyajian juga memengaruhi nilai gizi makanan," jelas Marya. Dengan demikian, bagi mereka yang memiliki kolesterol tinggi, tidak hanya jenis makanan yang harus diperhatikan, tetapi juga porsi dan cara pengolahannya. Oleh karena itu, penting untuk selalu bijak dalam memilih makanan dan berkonsultasi dengan ahli gizi guna mendapatkan penanganan yang sesuai.
Kadar Kolesterol Normal Orang Dewasa

Langkah awal menuju kesehatan yang optimal adalah dengan melakukan deteksi dini. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, menargetkan agar harapan hidup masyarakat Indonesia dapat meningkat hingga 74 tahun. Hal ini dapat dicapai melalui pemeriksaan rutin terhadap kolesterol, gula darah, dan tekanan darah. Dengan menjaga kadar kolesterol LDL di bawah 100 mg/dL, risiko terjadinya penyakit jantung koroner dapat diminimalkan. Selain itu, pemerintah juga menyediakan program pemeriksaan kesehatan gratis yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat, termasuk di daerah terpencil. Program ini bertujuan untuk mendukung deteksi dini dan pengobatan yang efektif terhadap penyakit kronis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak warga Indonesia yang tidak rutin melakukan pemeriksaan kesehatan. Sebanyak 60 persen dari mereka belum pernah memeriksa kadar kolesterol, sedangkan 62 persen belum pernah melakukan pengukuran gula darah. Padahal, Budi menekankan bahwa pemeriksaan kesehatan yang sederhana ini sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. "Jika kita bisa mendeteksi masalah kesehatan lebih awal, biaya pengobatan bisa ditekan, dan kualitas hidup masyarakat akan jauh lebih baik," ujarnya.
Budi juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah daerah dalam keberhasilan program ini. Berdasarkan pengalaman dari pelaksanaan program vaksinasi COVID-19, peran kepala daerah terbukti sangat penting untuk menjangkau masyarakat secara luas. Oleh karena itu, upaya koordinasi dengan bupati dan wali kota di seluruh Indonesia terus dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan program ini dapat berjalan dengan baik.